PRINSIP DASAR MANAJEMEN DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA
ABSTRAK
Prinsip dasar manajemen adalah mengelola sumberdaya organisasi baik human resources maupun sarana, lingkungan dan keuangan yang ada secara efektif dan efisien untuk mencapai sasaran dan tujuan organisasi. Fungsi manajemen meliputi; merencanakan, mengorganisasi, menempatkan orang, mengarahkan dan mengontrol. Empat hal penting dalam peningkatan mutu pendidikan, pertama,kebijakan yang berlaku secara nasional yang meliputi kurikulum, ujian nasional, distribusi dan rekrutmen guru. Kedua,kepemimpinan kepala sekolah meliputi transparansi keuangan, hubungan ekosistem berjalan di sekolah antara guru dengan kepala sekolah, orang tua dengan guru, mupun dengan siswa dan seluruh tenaga kependidikan yang ada di satuan pendidikan. Ketiga, infrastruktur meliputi sarana dan prasarana terkait dengan kelas, laboratorium, maupun teknologi informasi dan komunikasi. Keempat,proses pembelajaran yang menyenangkan, berinovasi dan kreativitas, potensi, kecakapan dan kemampuan guru.
Kata kunci: Prinsip, Dasar Manajemen, Peningkatan, Mutu Pendidikan.
PENDAHULUAN
Lembaga yang menyelenggarakan pendidikan, tidak dapat mengabaikan pertimbangan mutu dalam melaksanakan program kegiatan pendidikannya. Karena di dalamnya, terdapat perencanaan dan implementasi kebijakan-kebijakan kependidikan yang ditetapkan berdasarkan pertimbangan visi dan misi lembaga. Pada akhirnya mutu pendidikan berkenaan dengan apa yang dihasilkan dan siapa pemakai pendidikan.
Pengertian terakhir ini merujuk pada nilai tambah, yakni apa yang diberikan oleh pendidikan, pihak-pihak yang terlibat dalam proses pendidikan, dan pihak yang menikmati hasil-hasil pendidikan. Secara substantif. Menurut Sanusi (2009), mutu mengandung sifat dan taraf. Sifat yang dimaksud adalah sesuatu yang menerangkan keadaan atau kondisi. Sedangkan taraf menunjukkan kedudukan dalam skala.
Mutu jasa atau layanan dalam dunia pendidikan, berbeda dimensinya dengan barang produksi. Dimensi mutu pada jasa atau layanan, terdiri dari kepercayaan (relibality), kepastian (assurance), kemudahan (access), komunikasi (communication(, kepekaan (responsiveness), kesopanan (courtecy), memiliki sikap, perasaan dan pikiran yang sama dengan orang lain (emphaty) dan nyata (tangible).
Manajemen kulaitas (quality management) dan manajemen mutu terpadu (total quality management), merupkan salah satu cara meningkatkan kinerja secara berkelanjutan (continuous performance improvement). Hal tersebut diperoleh dengan menggunakan sumber daya manusia, dan modal yang tersedia pada setiap level operasi dan proses, setiap fungsional dari suatu organisasi (Gaspersz, 2013:6). Peningkatan kualitas (quality improvement) merupakan tanggung jawab semua level manajement. Akan tetapi, pemegang kendali adalah manajemen puncak (top management). Namun, dalam penerapannya, harus melibatkan semua komponen organisasi pada setiap hirarki.
Dunia pendidikan dipersepsikan sebagai industri layanan jasa, bukan industri produk barang. Oleh sebab itu jasa layanan, dipastikan memiliki pelanggan (customers), baik customers internal maupun customers external. Karenanya, istilah mutu terpadu pendidikan dikenal dengan Total Quality Education (TQE).
Mendefinisikan hal yang disebut terakhir,Sallis (1993:14) menjelaskan, ‘’Situation with a set of practical tools for meeting and exceeding presentand future customers need, wants and expectation’’. Definisi ini menekankan pada dua konsep utama, pertama sebagai filosofi perbaikan terus-menerus (continuous improvement), dan kedua, berhubungan dengan alat-alat dan teknik yang digunakan untuk perbaikan kualitas, dalam rangka mememnuhi kebutuhan dan harapan pelanggan (customers).
Manajemen mutu dalam pendidikan, artinya mengutamakan dan memuaskan pelajar. Caranya, dengan menciptakan suasana pendidikan yang kreatif dan konstruktif. Penekanan yang paling penting, dapat berupa perubahan kultur sekolah, sehingga aplikasinya dapat terwujud Total Quality School (TQS). Aplikasi konsep Manajemen Mutu Terpadu dalam pendidikan, harus disesuaikan dengan sifat dasar sekolah. Dalam hal ini, sekolah sebagai organisasi jasa layanan kemanusiaan, (perbaikan potensi peserta didik) melalui pengembangan proses pembelajaran yang berkualitas. Tujuannya, agar melahirkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan dan harapan pelanggan.
Selain sebagai institusi penyelenggaran pendidikan, sekolah juga merupakan institusi sosial. Sebagai institusi sosial, sekolah bertugas menjalankan proses enkulturasi masyarakat, yang bertumpu pada aktivitas pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah merupakan agent of social change. Perubahan budaya organisasi sekolah diperlukan, agar sekolah memiliki keseimbangan antara stabilitas dan kemajuan. Bahkan sekolah diharapkan mampu menciptakan keuntungan kompetitif (competitive advantages) dengan mutu yang tinggi. Para ahli manajemen, telah banyak mengemukakan berbagai konsep manajemen mutu terpadu. Sallis (1993:13) mendefinisikan sebagai total quality management is philosophy and methodology which assists institution to manage change and to set their own agendas for dealing external presseures. Pendapat ini menyatakan bahwa manajemen mutu terpadu merupakan filosofi, sekaligus metodologi yang membantu suatu institusi dalam mengelola perubahan, dan menyusun agenda untuk meghadapi tekanan-tekanan faktor eksternal.
Konsep tersebut menekankan pada aspek ‘’totalitas’’ yang mempunyai konotasi seluruh system. Baik proses, personil, termasuk pemakai produk atau jasa dan supplier.Dengan kata lain, konsep ini menitikberatkan pada proses yang komprehensif, dalam rangka pemuasan customers (pelanggan). Manajemen mutu terpadu adalah pendekatan strategis dan praktis organisasi, yang berfokus pada kepentingan konsumen atau klien. Di dalam manajemen mutu terdapat inovasi yang konstan, perubahan program, penekanan pada program tertentu, kualitas manajer, tanggung jawab, dan kebabasan berkreasi dalam kerangka kerja serta kejelasan tujuan.
Manajemen mutu terpadu, sangat erat kaitannya dengan perubahan budaya. Perubahan budaya dalam hal perubahan sikap dan metode kerja. Ada dua hal penting dalam perubahan ini. Pertama, kebutuhan akan staf di dalam dan di luar lingkungan kerja; dan kedua, sikap kerja yang didukung oleh latar belakang pendidikan dan lingkungan budaya untuk mencapai keberhasilan kerja. Produk yang bermutu, berawal dari memahami filosofi mutu yang diterapkan dalam manajemen mutu terpadu. Dalam konteks pendidikan, perlu dipahami terlebih dahulu bahwa lembaga pendidikan pada dasarnya industri jasa. Melalui pelayanan yang memuaskan pelanggan, diharapkan dapat menambah keuntungan dan manfaat dalam berbagai bentuk.
Selain itu, perlu dipahami pula, bahwa produk lembaga pendidikan adalah jasa kependidikan. Standar mutunya adalah kesesuaian sifat-sifat produknya dengan kebutuhan para pelanggannya. Maka, untuk menghasilkan produk bermutu, maka sistem dan proses harus mendapat perhatian utama. Manajemen mutu terpadu memiliki sifat feksibel. Tiap organisasi dapat mewujudkannya dengan caranya sendiri, yang berbeda dengan yang lain. Dengan kata lain, dan dapat diadaptasikan sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan dan lingkungan, khusus setiap lembaga, baik yang besar maupun yang kecil. Oleh sebab itu, tidak ada suatu literatur yang membahas mengenai bagaimana suatu lembaga mencapai mutu yang menyeluruh untuk lembaga itu sendiri.
PEMBAHASAN
Secara etimologis dijelaskan bahwa manajemen berasal dari Bahasa perancis kuno management yang berarti seni melaksanakan dan mengatur. Ricky W. Griffin dalam Suparlan (2013:41) menjelaskan bahwa manajemen tidak lain adalah sutu proses perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), pengkoordinasian (coordinating), dan pengontrolan (controlling) sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efisien. Efektif berarti tujuan dapat dicapai sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, sedangkan efisien berarti tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisasi dengan baik, serta sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
Istilah startegi berasal dari Bahasa Latin, yakni strategos. Pada awalnya strategos merujuk pada kegiatan seorang jenderal militer yang mengkombinasikan stratos (militer) dengan ego (memimpin). Strategi di sini berarti sebagai kegiatan memimpin militer dalam melaksanakan tugas-tugasnya (Sudjana, 2004:93).
Menurut Hornby (1983:854) menyatakan, strategi adalah the art of planning operation in war, skill in managing any affair, tactic. Istilah strategi digunakan dalam dunia militer yakni seni merencanakan berbagai operasi perang. Nickols (200) menyebutkan strategy often refers to maneuvering troops into position before the enemy is actually engaged. Strategi juga berhubungan dengan penyebaran (deplopment) prajurit, pada suatu posisi yang strategis sebelum musuh mengetahuinya.
Pada saat musuh mulai mengetahuinya atau melawan, perhatian dialihkan kepada taktik. Oleh karena itu, menurut Hart dalak Nickols (2000), strategy is the art of the employment of battles as a means to gain the object of war. Strategi juga dapat didefinisikan sebagai keterampilan atau taktik dalam mengelola kegiatan. Definisi tersebut menjadi dasar dari pengertian strategi yang diadaptasi dari pemakaian konsep strategi berkembang pada organisasi bisnis, organisasi nirlaba, dan sektor publik, seperti halnya pendidikan dan kesehatan.
Menurut Byars (1991:13) penggunaan konsep strategi dalam organisasi bisnis, diawali dengan mengkonversi tentara menjadi sumber daya. Dalam perkembangannya hingga saat ini, kata strategi sendiri dipakai untuk menerangkan tahapan yang dilakukan oleh organisasi dalam mencapai sasaran dan misinya.
Keputusan strategic sangat menentukan keberhasilan suatu lembaga dalam pencapaian misi, karena itu, sebuah keputusan strategi haruslah memenuhi beberapa karakteristik, antara lain: Pertama, keputusan strategic yang mencakup keseluruhan komponen organisasi, yang dapat dilakukan oleh manajemen puncak hingga karyawan. Kedua, keputusan strategik mempunyai daya dukung sumber-sumber yang cukup, baik Sumber Daya Manusia, finansial maupun informasi lainnya. Ketiga, keputusan strategik harus berdampak jangka panjang.
Perkembangan bidang pendidikan menggambarkan misi strategic dijalankan. Pemerataan pendidikan semakin dirasakan bahwa pembangunan sekolah memiliki fungsi strategis bagi peningkatan kualitas warga negara, serta harkat dan martabat bangsa Indonesia. Upaya memperbaiki mutu pendidikan bangsa yang berkelanjutan memerlukan integrase. Maksudnya, antara pendidikan dasar, pendidikan menengah, perguruan tinggi, serta pendidikan luar sekolah, diintegrasikan untuk menjadi pusat keunggulan (center of excellence).
Lulusan lembaga pendidikan, merupakan Sumber Daya Manusia yang menjadi subjek dan objek pembangunan. Oleh sebab itu, semua jalur pendidikan dalam fungsi dan proses aktivitasnya, harus bermuara pada pencapaian tujuan pendidikan nasional. Tujuan tersebut, sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu mencerdaskan dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur, memiliki poengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Pemberdayaan masyarakat ditandai dengan beberapa hal. Misalnya, sehat fisik dan mental, terdidik dan kuat, dan memiliki nilai-nilai intrinsic sebagai sumber keberdayaan. Nilai intrinsic tersebut misalnya sifat-sifat kekeluargaan, kegotong royongan, dan keragaman atau kebhinekaan. Menurut Adi (2008:285-313) ada beberapa asset komunitas sebagai indicator yang perlu untuk dipahami dalam proses pemberdayaan, antara lain: Pertama, Modal manusia (Human Capital). Modal ini mewakili unsur pengetahuan, perspektif, mentalitas, keahlian, pendidikan, kemampuan kerja, dan kondisi masyarakat yang berguna untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Kedua, modal fisik (Physical Capital). Modal ini mewakili unsur bangunan, seperti perumahan, pasar, sekolah, rumah sakit dan sebagainya; dan infrastruktur dasar, seperti jalan, jembatan, jaringan air minum, jaringan telepon, dan sebagainya yang merupakan sarana yang membantu masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Ketiga, modal finansial (Financial Capital). Modal ini mewakili unsur sumber-sumber keuangan yang ada di masyarakat, seperti penghasilan, tabungan, pendanaan regular, pinjaman modal usaha, sertifikat surat berharga, saham, dan sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang derajat kehidupan masyarakat. Keempat, modal teknologi (Technological Capital). Modal ini mewakili system atau peranti lunak (software) yang melelnbgkapi modal fisik, seperti teknologi pengairan sawah, teknologi penyaringan air, teknologi pangan, teknologi cetak jarak jauh dan berbagai teknologi lainnya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kelima, modal lingkungan (Environmental Capital). Modal ini mewakili Sumber Daya Alam dan sumber daya hayati yang melingkupi suatu masyarakat. Kelima, modal sosial (Social Capital). Modal ini mewakili sumber daya sosial, seperti jaringan sosial, kepercayaan masyarakat, ikatan sosial dan sebagainya yang bermanfaat untuk membantu masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sehubungan dengan pendapat di atas, menurut Hikmat (2001:21), upaya pemberdayaan masyarakat perlu memperhatikan sedikitnya empat unsur pokok, antara lain: Pertama,aksesibilitas informasi, karena informasi merupakan kekuasaan baru yang berhubungan dengan peluang, layanan, penegakan huku, dan efektivitas negosiasi.Kedua, keterlibatan partisipasi, yang menyangkut siapa yang dilibatkan, dan bagaimana dilibatkan dalam keseluruhan proses pembangunan. Ketiga, akuntabilitas, yang berhubungan dengan pertanggungjawaban publik atas segala kegiatan yang dilakukan dengan mengatasnamakan rakyat. Keempat,kapasitas organisasi local, yang berhubungan dengan kemampuan bekerja sama, mengorganisasi warga masyarakat, serta memobilisasi sumber daya untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Mengacu pada Service First the New Character Programme, yang terkenal di Inggris, terdapat 9 (Sembilan) prinsip penyediaan pelayanan. Prinsip-prinsip tersebut meliputi: menentukan standar pelayanan; bersikap terbuka dan menyediakan informasi selengkap-lengkapnya; berkonsultasi dan terlibat; mendorong akses pilihan; memperlakukan semua secara adil; mengembalikan ke jalan yang benar ketika terjadi kesalahan; memanfaatkan sumber daya secara efektif; inovatif dan memperbaiki; dan bekerjasama dengan penyedia layanan lainnya.
Standar pelayanan menjadi faktor kunci dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan. Upaya penyediaan pelayanan yang berkualitas, antara lain dapat dilakukan dengan memperhatikan ukuran-ukuran apa saja yang menjadi kriteria kinerja pelayanan.
PENUTUP
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
Manajemen mutu terpadu adalah pendekatan strategis dan praktis organisasi, yang berfokus pada kepentingan konsumen atau klien. Di dalam manajemen mutu terdapat inovasi yang konstan, perubahan program, penekanan pada program tertentu, kualitas manajer, tanggung jawab, dan kebebasan berkreasi dalam kerangka kerja serta kejelasan tujuan.
Manajemen mutu terpadu, sangat erat kaitannya dengan perubahan budaya. Perubahan budaya dalam hal perubahan sikap dan metode kerja. Ada dua hal penting dalam perubahan ini: Pertama, kebutuhan akan staf di dalam dan di luar lingkungan kerja; dan kedua, sikap kerja yang didukung olehlatar belakang pendidikan dan lingkungan budaya untuk mencapai keberhasilan kerja.
Produk yang bermutu, berawal dari memahami filosofi mutu yang diterapkan dalam manajemen mutu terpadu. Dalam konteks pendidikan, perlu dipahami terlebih dahulu bahwa lembaga pendidikan pada dasarnya industry jasa. Melalui pelayanan yang memuaskan pelanggan, diharapkan dapat menambah keuntungan dan manfaat dalam berbagai bentuk. Selain itu, perlu dipahami pula, bahwa produk lembaga pendidikan adalah jasa kependidikan. Standar mutunya adalah kesesuaian sifat-sifat produknya dengan kebutuhan para pelanggannya. Maka untuk menghasilakn produk bermutu, maka sistem dan proses harus mendapat perhatian utama.
Standar pelayanan dalam bidang pendidikan, meliputi kriteria pelayanan antara lain: kesederhanaan, reliabilitas, tanggung jawab, kecakapan, pendekatan dan kemudahan, keramahan, keterbukaan, komunikasi, kredibilitas, kejelasan dan kepastian, keamanan, kenyataan, efisien dan ekonomi untuk menilai keberhasilan manajemen layanan pendidikan yang dilakukan di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Adi. 2008. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Jakarta: Rineka Cipta.
Byars, H., Caldwell, B.J. and Milikan, R.H. 1991. Creating An Excellent School: Some New Management Techniques. London – New York: Routledge-Chapman and Hall, Inc.
Gaspersz,Vincent. 2013. All-in-one Integrated Total Quality Talent Management. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hikmat, R. Harry. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora Utama Press (HUP).
Hornby, A.S. 1983. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. Oxford: O.U.P.
Nickols, F. 200. Communities of Practice: A Start-Up Kit. The Distance Consulting Comapany.
Sallis, Edward. 1993. Total Quality Management in Education. London: Kogan Page.
Sudjana, Nana. 2004. Landasan Psikologi Pendidikan. Jakarta: Remaja Rosdakarya
Suparlan. 2013. Manajemen Berbasis Sekolah (dari Teori sampai dengan Praktek). Jakarta: Bumi Aksara.
Uninus. 2009. Spiral dynamic (Apresiasi Sejawat pada Pemikiran Prof. Dr. Achmad Sanusi). Bandung: Nusantara Education Review, Program Pascasarjana Uninus.
Prinsip dasar manajemen adalah mengelola sumberdaya organisasi baik human resources maupun sarana, lingkungan dan keuangan yang ada secara efektif dan efisien untuk mencapai sasaran dan tujuan organisasi. Fungsi manajemen meliputi; merencanakan, mengorganisasi, menempatkan orang, mengarahkan dan mengontrol. Empat hal penting dalam peningkatan mutu pendidikan, pertama,kebijakan yang berlaku secara nasional yang meliputi kurikulum, ujian nasional, distribusi dan rekrutmen guru. Kedua,kepemimpinan kepala sekolah meliputi transparansi keuangan, hubungan ekosistem berjalan di sekolah antara guru dengan kepala sekolah, orang tua dengan guru, mupun dengan siswa dan seluruh tenaga kependidikan yang ada di satuan pendidikan. Ketiga, infrastruktur meliputi sarana dan prasarana terkait dengan kelas, laboratorium, maupun teknologi informasi dan komunikasi. Keempat,proses pembelajaran yang menyenangkan, berinovasi dan kreativitas, potensi, kecakapan dan kemampuan guru.
Kata kunci: Prinsip, Dasar Manajemen, Peningkatan, Mutu Pendidikan.
PENDAHULUAN
Lembaga yang menyelenggarakan pendidikan, tidak dapat mengabaikan pertimbangan mutu dalam melaksanakan program kegiatan pendidikannya. Karena di dalamnya, terdapat perencanaan dan implementasi kebijakan-kebijakan kependidikan yang ditetapkan berdasarkan pertimbangan visi dan misi lembaga. Pada akhirnya mutu pendidikan berkenaan dengan apa yang dihasilkan dan siapa pemakai pendidikan.
Pengertian terakhir ini merujuk pada nilai tambah, yakni apa yang diberikan oleh pendidikan, pihak-pihak yang terlibat dalam proses pendidikan, dan pihak yang menikmati hasil-hasil pendidikan. Secara substantif. Menurut Sanusi (2009), mutu mengandung sifat dan taraf. Sifat yang dimaksud adalah sesuatu yang menerangkan keadaan atau kondisi. Sedangkan taraf menunjukkan kedudukan dalam skala.
Mutu jasa atau layanan dalam dunia pendidikan, berbeda dimensinya dengan barang produksi. Dimensi mutu pada jasa atau layanan, terdiri dari kepercayaan (relibality), kepastian (assurance), kemudahan (access), komunikasi (communication(, kepekaan (responsiveness), kesopanan (courtecy), memiliki sikap, perasaan dan pikiran yang sama dengan orang lain (emphaty) dan nyata (tangible).
Manajemen kulaitas (quality management) dan manajemen mutu terpadu (total quality management), merupkan salah satu cara meningkatkan kinerja secara berkelanjutan (continuous performance improvement). Hal tersebut diperoleh dengan menggunakan sumber daya manusia, dan modal yang tersedia pada setiap level operasi dan proses, setiap fungsional dari suatu organisasi (Gaspersz, 2013:6). Peningkatan kualitas (quality improvement) merupakan tanggung jawab semua level manajement. Akan tetapi, pemegang kendali adalah manajemen puncak (top management). Namun, dalam penerapannya, harus melibatkan semua komponen organisasi pada setiap hirarki.
Dunia pendidikan dipersepsikan sebagai industri layanan jasa, bukan industri produk barang. Oleh sebab itu jasa layanan, dipastikan memiliki pelanggan (customers), baik customers internal maupun customers external. Karenanya, istilah mutu terpadu pendidikan dikenal dengan Total Quality Education (TQE).
Mendefinisikan hal yang disebut terakhir,Sallis (1993:14) menjelaskan, ‘’Situation with a set of practical tools for meeting and exceeding presentand future customers need, wants and expectation’’. Definisi ini menekankan pada dua konsep utama, pertama sebagai filosofi perbaikan terus-menerus (continuous improvement), dan kedua, berhubungan dengan alat-alat dan teknik yang digunakan untuk perbaikan kualitas, dalam rangka mememnuhi kebutuhan dan harapan pelanggan (customers).
Manajemen mutu dalam pendidikan, artinya mengutamakan dan memuaskan pelajar. Caranya, dengan menciptakan suasana pendidikan yang kreatif dan konstruktif. Penekanan yang paling penting, dapat berupa perubahan kultur sekolah, sehingga aplikasinya dapat terwujud Total Quality School (TQS). Aplikasi konsep Manajemen Mutu Terpadu dalam pendidikan, harus disesuaikan dengan sifat dasar sekolah. Dalam hal ini, sekolah sebagai organisasi jasa layanan kemanusiaan, (perbaikan potensi peserta didik) melalui pengembangan proses pembelajaran yang berkualitas. Tujuannya, agar melahirkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan dan harapan pelanggan.
Selain sebagai institusi penyelenggaran pendidikan, sekolah juga merupakan institusi sosial. Sebagai institusi sosial, sekolah bertugas menjalankan proses enkulturasi masyarakat, yang bertumpu pada aktivitas pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah merupakan agent of social change. Perubahan budaya organisasi sekolah diperlukan, agar sekolah memiliki keseimbangan antara stabilitas dan kemajuan. Bahkan sekolah diharapkan mampu menciptakan keuntungan kompetitif (competitive advantages) dengan mutu yang tinggi. Para ahli manajemen, telah banyak mengemukakan berbagai konsep manajemen mutu terpadu. Sallis (1993:13) mendefinisikan sebagai total quality management is philosophy and methodology which assists institution to manage change and to set their own agendas for dealing external presseures. Pendapat ini menyatakan bahwa manajemen mutu terpadu merupakan filosofi, sekaligus metodologi yang membantu suatu institusi dalam mengelola perubahan, dan menyusun agenda untuk meghadapi tekanan-tekanan faktor eksternal.
Konsep tersebut menekankan pada aspek ‘’totalitas’’ yang mempunyai konotasi seluruh system. Baik proses, personil, termasuk pemakai produk atau jasa dan supplier.Dengan kata lain, konsep ini menitikberatkan pada proses yang komprehensif, dalam rangka pemuasan customers (pelanggan). Manajemen mutu terpadu adalah pendekatan strategis dan praktis organisasi, yang berfokus pada kepentingan konsumen atau klien. Di dalam manajemen mutu terdapat inovasi yang konstan, perubahan program, penekanan pada program tertentu, kualitas manajer, tanggung jawab, dan kebabasan berkreasi dalam kerangka kerja serta kejelasan tujuan.
Manajemen mutu terpadu, sangat erat kaitannya dengan perubahan budaya. Perubahan budaya dalam hal perubahan sikap dan metode kerja. Ada dua hal penting dalam perubahan ini. Pertama, kebutuhan akan staf di dalam dan di luar lingkungan kerja; dan kedua, sikap kerja yang didukung oleh latar belakang pendidikan dan lingkungan budaya untuk mencapai keberhasilan kerja. Produk yang bermutu, berawal dari memahami filosofi mutu yang diterapkan dalam manajemen mutu terpadu. Dalam konteks pendidikan, perlu dipahami terlebih dahulu bahwa lembaga pendidikan pada dasarnya industri jasa. Melalui pelayanan yang memuaskan pelanggan, diharapkan dapat menambah keuntungan dan manfaat dalam berbagai bentuk.
Selain itu, perlu dipahami pula, bahwa produk lembaga pendidikan adalah jasa kependidikan. Standar mutunya adalah kesesuaian sifat-sifat produknya dengan kebutuhan para pelanggannya. Maka, untuk menghasilkan produk bermutu, maka sistem dan proses harus mendapat perhatian utama. Manajemen mutu terpadu memiliki sifat feksibel. Tiap organisasi dapat mewujudkannya dengan caranya sendiri, yang berbeda dengan yang lain. Dengan kata lain, dan dapat diadaptasikan sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan dan lingkungan, khusus setiap lembaga, baik yang besar maupun yang kecil. Oleh sebab itu, tidak ada suatu literatur yang membahas mengenai bagaimana suatu lembaga mencapai mutu yang menyeluruh untuk lembaga itu sendiri.
PEMBAHASAN
Secara etimologis dijelaskan bahwa manajemen berasal dari Bahasa perancis kuno management yang berarti seni melaksanakan dan mengatur. Ricky W. Griffin dalam Suparlan (2013:41) menjelaskan bahwa manajemen tidak lain adalah sutu proses perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), pengkoordinasian (coordinating), dan pengontrolan (controlling) sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efisien. Efektif berarti tujuan dapat dicapai sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, sedangkan efisien berarti tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisasi dengan baik, serta sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
Istilah startegi berasal dari Bahasa Latin, yakni strategos. Pada awalnya strategos merujuk pada kegiatan seorang jenderal militer yang mengkombinasikan stratos (militer) dengan ego (memimpin). Strategi di sini berarti sebagai kegiatan memimpin militer dalam melaksanakan tugas-tugasnya (Sudjana, 2004:93).
Menurut Hornby (1983:854) menyatakan, strategi adalah the art of planning operation in war, skill in managing any affair, tactic. Istilah strategi digunakan dalam dunia militer yakni seni merencanakan berbagai operasi perang. Nickols (200) menyebutkan strategy often refers to maneuvering troops into position before the enemy is actually engaged. Strategi juga berhubungan dengan penyebaran (deplopment) prajurit, pada suatu posisi yang strategis sebelum musuh mengetahuinya.
Pada saat musuh mulai mengetahuinya atau melawan, perhatian dialihkan kepada taktik. Oleh karena itu, menurut Hart dalak Nickols (2000), strategy is the art of the employment of battles as a means to gain the object of war. Strategi juga dapat didefinisikan sebagai keterampilan atau taktik dalam mengelola kegiatan. Definisi tersebut menjadi dasar dari pengertian strategi yang diadaptasi dari pemakaian konsep strategi berkembang pada organisasi bisnis, organisasi nirlaba, dan sektor publik, seperti halnya pendidikan dan kesehatan.
Menurut Byars (1991:13) penggunaan konsep strategi dalam organisasi bisnis, diawali dengan mengkonversi tentara menjadi sumber daya. Dalam perkembangannya hingga saat ini, kata strategi sendiri dipakai untuk menerangkan tahapan yang dilakukan oleh organisasi dalam mencapai sasaran dan misinya.
Keputusan strategic sangat menentukan keberhasilan suatu lembaga dalam pencapaian misi, karena itu, sebuah keputusan strategi haruslah memenuhi beberapa karakteristik, antara lain: Pertama, keputusan strategic yang mencakup keseluruhan komponen organisasi, yang dapat dilakukan oleh manajemen puncak hingga karyawan. Kedua, keputusan strategik mempunyai daya dukung sumber-sumber yang cukup, baik Sumber Daya Manusia, finansial maupun informasi lainnya. Ketiga, keputusan strategik harus berdampak jangka panjang.
Perkembangan bidang pendidikan menggambarkan misi strategic dijalankan. Pemerataan pendidikan semakin dirasakan bahwa pembangunan sekolah memiliki fungsi strategis bagi peningkatan kualitas warga negara, serta harkat dan martabat bangsa Indonesia. Upaya memperbaiki mutu pendidikan bangsa yang berkelanjutan memerlukan integrase. Maksudnya, antara pendidikan dasar, pendidikan menengah, perguruan tinggi, serta pendidikan luar sekolah, diintegrasikan untuk menjadi pusat keunggulan (center of excellence).
Lulusan lembaga pendidikan, merupakan Sumber Daya Manusia yang menjadi subjek dan objek pembangunan. Oleh sebab itu, semua jalur pendidikan dalam fungsi dan proses aktivitasnya, harus bermuara pada pencapaian tujuan pendidikan nasional. Tujuan tersebut, sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu mencerdaskan dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur, memiliki poengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Pemberdayaan masyarakat ditandai dengan beberapa hal. Misalnya, sehat fisik dan mental, terdidik dan kuat, dan memiliki nilai-nilai intrinsic sebagai sumber keberdayaan. Nilai intrinsic tersebut misalnya sifat-sifat kekeluargaan, kegotong royongan, dan keragaman atau kebhinekaan. Menurut Adi (2008:285-313) ada beberapa asset komunitas sebagai indicator yang perlu untuk dipahami dalam proses pemberdayaan, antara lain: Pertama, Modal manusia (Human Capital). Modal ini mewakili unsur pengetahuan, perspektif, mentalitas, keahlian, pendidikan, kemampuan kerja, dan kondisi masyarakat yang berguna untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Kedua, modal fisik (Physical Capital). Modal ini mewakili unsur bangunan, seperti perumahan, pasar, sekolah, rumah sakit dan sebagainya; dan infrastruktur dasar, seperti jalan, jembatan, jaringan air minum, jaringan telepon, dan sebagainya yang merupakan sarana yang membantu masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Ketiga, modal finansial (Financial Capital). Modal ini mewakili unsur sumber-sumber keuangan yang ada di masyarakat, seperti penghasilan, tabungan, pendanaan regular, pinjaman modal usaha, sertifikat surat berharga, saham, dan sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang derajat kehidupan masyarakat. Keempat, modal teknologi (Technological Capital). Modal ini mewakili system atau peranti lunak (software) yang melelnbgkapi modal fisik, seperti teknologi pengairan sawah, teknologi penyaringan air, teknologi pangan, teknologi cetak jarak jauh dan berbagai teknologi lainnya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kelima, modal lingkungan (Environmental Capital). Modal ini mewakili Sumber Daya Alam dan sumber daya hayati yang melingkupi suatu masyarakat. Kelima, modal sosial (Social Capital). Modal ini mewakili sumber daya sosial, seperti jaringan sosial, kepercayaan masyarakat, ikatan sosial dan sebagainya yang bermanfaat untuk membantu masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sehubungan dengan pendapat di atas, menurut Hikmat (2001:21), upaya pemberdayaan masyarakat perlu memperhatikan sedikitnya empat unsur pokok, antara lain: Pertama,aksesibilitas informasi, karena informasi merupakan kekuasaan baru yang berhubungan dengan peluang, layanan, penegakan huku, dan efektivitas negosiasi.Kedua, keterlibatan partisipasi, yang menyangkut siapa yang dilibatkan, dan bagaimana dilibatkan dalam keseluruhan proses pembangunan. Ketiga, akuntabilitas, yang berhubungan dengan pertanggungjawaban publik atas segala kegiatan yang dilakukan dengan mengatasnamakan rakyat. Keempat,kapasitas organisasi local, yang berhubungan dengan kemampuan bekerja sama, mengorganisasi warga masyarakat, serta memobilisasi sumber daya untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Mengacu pada Service First the New Character Programme, yang terkenal di Inggris, terdapat 9 (Sembilan) prinsip penyediaan pelayanan. Prinsip-prinsip tersebut meliputi: menentukan standar pelayanan; bersikap terbuka dan menyediakan informasi selengkap-lengkapnya; berkonsultasi dan terlibat; mendorong akses pilihan; memperlakukan semua secara adil; mengembalikan ke jalan yang benar ketika terjadi kesalahan; memanfaatkan sumber daya secara efektif; inovatif dan memperbaiki; dan bekerjasama dengan penyedia layanan lainnya.
Standar pelayanan menjadi faktor kunci dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan. Upaya penyediaan pelayanan yang berkualitas, antara lain dapat dilakukan dengan memperhatikan ukuran-ukuran apa saja yang menjadi kriteria kinerja pelayanan.
PENUTUP
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
Manajemen mutu terpadu adalah pendekatan strategis dan praktis organisasi, yang berfokus pada kepentingan konsumen atau klien. Di dalam manajemen mutu terdapat inovasi yang konstan, perubahan program, penekanan pada program tertentu, kualitas manajer, tanggung jawab, dan kebebasan berkreasi dalam kerangka kerja serta kejelasan tujuan.
Manajemen mutu terpadu, sangat erat kaitannya dengan perubahan budaya. Perubahan budaya dalam hal perubahan sikap dan metode kerja. Ada dua hal penting dalam perubahan ini: Pertama, kebutuhan akan staf di dalam dan di luar lingkungan kerja; dan kedua, sikap kerja yang didukung olehlatar belakang pendidikan dan lingkungan budaya untuk mencapai keberhasilan kerja.
Produk yang bermutu, berawal dari memahami filosofi mutu yang diterapkan dalam manajemen mutu terpadu. Dalam konteks pendidikan, perlu dipahami terlebih dahulu bahwa lembaga pendidikan pada dasarnya industry jasa. Melalui pelayanan yang memuaskan pelanggan, diharapkan dapat menambah keuntungan dan manfaat dalam berbagai bentuk. Selain itu, perlu dipahami pula, bahwa produk lembaga pendidikan adalah jasa kependidikan. Standar mutunya adalah kesesuaian sifat-sifat produknya dengan kebutuhan para pelanggannya. Maka untuk menghasilakn produk bermutu, maka sistem dan proses harus mendapat perhatian utama.
Standar pelayanan dalam bidang pendidikan, meliputi kriteria pelayanan antara lain: kesederhanaan, reliabilitas, tanggung jawab, kecakapan, pendekatan dan kemudahan, keramahan, keterbukaan, komunikasi, kredibilitas, kejelasan dan kepastian, keamanan, kenyataan, efisien dan ekonomi untuk menilai keberhasilan manajemen layanan pendidikan yang dilakukan di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Adi. 2008. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Jakarta: Rineka Cipta.
Byars, H., Caldwell, B.J. and Milikan, R.H. 1991. Creating An Excellent School: Some New Management Techniques. London – New York: Routledge-Chapman and Hall, Inc.
Gaspersz,Vincent. 2013. All-in-one Integrated Total Quality Talent Management. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hikmat, R. Harry. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora Utama Press (HUP).
Hornby, A.S. 1983. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. Oxford: O.U.P.
Nickols, F. 200. Communities of Practice: A Start-Up Kit. The Distance Consulting Comapany.
Sallis, Edward. 1993. Total Quality Management in Education. London: Kogan Page.
Sudjana, Nana. 2004. Landasan Psikologi Pendidikan. Jakarta: Remaja Rosdakarya
Suparlan. 2013. Manajemen Berbasis Sekolah (dari Teori sampai dengan Praktek). Jakarta: Bumi Aksara.
Uninus. 2009. Spiral dynamic (Apresiasi Sejawat pada Pemikiran Prof. Dr. Achmad Sanusi). Bandung: Nusantara Education Review, Program Pascasarjana Uninus.