EKSISTENSI PANCASILA DALAM ERA GLOBALISASI Oleh: Prof. DR. Endang Komara, M.Si ( Guru Besar Sosiologi Pendidikan, Ketua STKIP Pasundan dan Ketua KORPRI Kopertis Wilayah IV)
Abstrak
Pemahaman mengenai hakikat Pancasila merupakan suatu upaya penalaran rasional untuk memahami makna hakiki nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Republik Indonesia. Bagi bangsa dan negara Indonesia, hakikat dari Pancasila yaitu sebagai Pandangan Hidup bangsa dan sebagai Dasar Negara.
Era globalisasi merupakan zaman proses mengglobal, proses membulat, proses mendunia. Dengan demikian era globalisasi yang kadang juga disebut era mondialisasi itu berarti zaman yang di dalamnya proses mendunia. Proses mendunia ini yang terjadisejak tahun 1980-an itu terjadi di perlbagai bidang misalnya di bidang politik, sosial, ekonomi, dan agama.
Kata kunci: Pancasila, pandangan, hidup, dasar, negara, era, globalisasi
I. Pembahasan
Pancasila dalah suatu pandangan hidup yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, antara manusia dengan masyarakat atau bangsanya, dan manusia dengan alam lingkungannya, dengan landasan prinsip-prinsip, seperti dijelaskan oleh Ali Emran dan Encep Syarief Nurdin (1994:22) yaitu: pertama, mengakui adanya kekuatan gaib di luar diri manusia yang menjadi pencipta serta pengatur dan penentu (penguasa) alam semesta. Kedua, keseimbangan dalam hubungan keselarasan dan keserasian diciptakan dan untuk itu perlu pengendalian diri. Ketiga, dalam pengaturan tata hubungan, peranan dan kedaulatan bangsa sangat penting, persatuan dan kesatuan sebagai bangsa merupakan nilai sentral. Keempat, kekeluargaan, gotong royong, kebersamaan, serta musyawarah untuk mufakat dijadikan sendi utama kehidupan bersama. Kelima, kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat.
Dengan demikian eksistensi Pancasila dalam penerapan ideologi di bidang kenegaraan sangat mewarnai cara-cara berpolitik negara itu. Karena, politik itu sendiri merupakan pelaksanaan ideologi yang diselaraskan dengan keadaan waktu dan tempat yang berbeda dan berubah-ubah. Ideologi negara tidak hanya merupakan pembenaran darisuatu politik tetapi juga merupakan dasar kehidupan bernegara. Di dalam ideology dinyatakan nilai-nilai dasar yang semestinya menjadi pedoman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ideologi negara menurut Roestandi dkk (1988) bersifat imperatif. Artinya mengikat seluruh warga negara, baik yang menyetujui maupun yang tidak menyetujuinya. Ideologi negara adalah ideologi yang secara resmi dianut oleh warga negara termasuk golongan-golongan tertentu yang berada dalam kekuasaan negaranya. Ini berarti bahwa ideologi warga negara atau ideologi kelompok harus tunduk terhadap ideologi negara.
Adapun wujud proses globalisasi sesungguhnya dapat diamati melalui gejala-gejala sebagai berikut: Pertama, terjadinya peredaran ketegangan dunia pada dirinya adalah hasil dari globalisasi. Hal ini hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan kenyataan ini. Dahsyatnya arus informasi akibat kemajuan teknologi informasi ternyata tidak dapat dibendung oleh dinding-dinding penghalang yang dibangun untuk mencegah masuknya pengaruh dari luar. Contohnya negara-negara komunis tidak dapat menutup mata atas adanya kenikmatan hidup hasil kemajuan ekonomi yang dicapai oleh negara-negara Barat; ketika sistem komunis tumbang di suatu negara komunis, maka negara komunis lain tidak mampu mencegah masuknya informasi tentang tumbangnya system komunis tersebut; intensifnya kampanye tentang penegakan hak-hak asasi manusia yang dilakukan oleh negara-negara barat terhadap negara-negara komunis juga dengan memanfaatkandahsyatnya arus informasi – ternyata telah menumbuhkan kerinsuan akan kebebasan, demokrasi, dan lain-lainnya dan sekaligus telah berhasil memacu perubahan politik di negara-negara komunis. Ada pun yanbg disebut terakhir jelas dalam peristiwa tumbangnya satu persatu regim-regim otoriter di negara komunis.
Kedua, terjadinya nilai-nilai budaya yang semakin global. Dahsyatnya arus komunikasi dan informasi telah membuat nilai-nilai budaya menjadi semakin global. Hal itu secara sederhana dapat dilihat dalam kenyataan bahwa music rock, celana jean, minuman coca-cola, dan Kentucky fried chicken telah menjadi budaya global. Lebih jauh perlu dicatat hal yang lebih mendalam berkenaan dengan terjadinya nilai-nilai budaya yang semakin global tersebut yaitu bahwa terjadinya interaksi dan pencampuran budaya yangs angat intensif dapat menjurus kepada terciptanya nilai budaya universal. Dalam kaitannya dengan hal ini, diakui atau tidak, bahw akini tengah berlangsung di mana-mana penciptaan sistem-sistem nilai global. Ketiga, terjadinya keadaan bahwa manusia semakin dekat satu sama lain. Contoh paling sederhana dan paling konkret adalah bahwa melalui satu medium saja – dalam hal ini misalnya televise yang menerima tayangan melalui system satelit – ratusan juta manusia di dunia pada saat yang sama dapat menyaksikan pertandingan yang bergengsi, seperti pertandingan sepak bola atau pertandingan tinju. Di sini tampak jelas bahwa waktu menjadi semakin relatif.
II. Pembahasan
- Eksistensi Pancasila
Pancasila bukan integralistik tetapi berpola piker integralistik. Konsep persatuan hidup dan keseimbangan lahir dan batin dalam Pancasila merupakan kristalisasi budaya bangsa Indonesia sendiri. Dengan demikian pandangan (paham) integralistik mewarnai Pancasila pandangan hidup, dasar negara, dan ideology bangsa Indonesia.
Menurut Ali Emran dan Encep Syarief Nurdin (1994:31), bahwa eksistensi Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan penyelenggaraan negara; Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan sosial; Pancasila sebagai ideology dalama kehidupan budaya; Pancasila sebagai ideology dalam kehidupan ekonomi; Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan agama; Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan Hankam.
Pancasila sebagai ideology dalam kehidupan penyelengaraan negara. Bahwa Ideologi Pancasila berbeda dengan ideology kiri (yang kolektivisme) juga dengan ideology kanan (yang individualism). Ideologi Pancasila adalaha ideology yang menganut cara pandang kekeluargaan (integralisme Indonesia). Berkenaan dengan teori bernegara menurut cara pandang integralisme Indonesia adalah: negara dibentuk sebagaimana dirmuskan dalam alinea III Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu: ‘’Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.’’ Rumusan tersebut mengungkapkan, bahwa kedaulatan di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat yang mencerminkan kesatuan integral dengan cara bermusyawarah dengan pengambilan keputusan: mufakat, suara terbanyak, dana tau suara 2/3.
Pancasila sebagai ideology dalam kehidupan sosial. Telah berhasil direalaisasikan dengan nyata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dana bernegara. Hal ini diwujudkan dengan persatuan menjadi satu bangsa yang mengikat secara damai beberapa ratus suku yang kini dinamakan suku bangsa. Dalam kaitan dengan hal ini, alinea I Pembukaan UUD 1945 mengemukakan tiga nilai dasar pola kehidupan social, yaitu: tanpa ada penjajahan atau eksploitasi antar manusia; berprikemanusiaan, dan berprekeadilan. Apabila nilai-nilai dasar tersebut dikaitkan dengan tujuan bernegara, maka dapat dirmuskan, bahwa tujuan bermasyarakat yang berdasarkan ideology Pancasila adalah:
1. Melindungi bangsa dan tanah tumpah darah
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Ikut melaksanakan ketertiban (masyarakat) dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Kebijakan sosial berpancasila dengan sadara mengakui perbedaan antara anggota-anggota masyarakat dalam warga negara dan penduduk, yang mencakup pula bukan warga negara. Ciri pemikiran integralistik dalam hal ini Nampak jelas dalam pengakuan hak dan kewajiban sebagai warga negara dan sebagai penduduk, yang membentuk suatu keterpaduan yang integral.
Sistem hak dan kewajiban kemanusiaan berdasarkan ideology Pancasila terangkum dalam Undang-Undang Dasar 1945, yang dapat dirinci sebagai berikut:
a. Hal kedudukan di dalam hokum dan pemerintahan
b. Hal pekerjaan dan penghidupan yang layak
c. Hal kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
d. Hal memeluk agama dan beribadat
e. Hal mendapat pengajaran
f. Hal pemeliharaan bagi fakir miskin dan anak terlantar
Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan budaya. Pancasila sebagai ideology dalam kehidupan budaya berperan sebagai referensi pembinaaan dan pengembangan kebudayaan nasional dan kebudayaan daerah. Kebudayaan merupakan kesleuruhan yang kompleks, yang memuat pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hokum, adat kebiasaan, dan segala kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sedangkan yang dimaksud dengan kebudayaan nasional (kebudayaan bangsa Indonesia) ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya. Jadi yang dimaksud dengan pengembangan dan pembinaan kebudayaan ber-Pancasila adalah upaya peningkatan dan pemantapan budaya bangsa yang tercermin dalam keberadaan pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hokum, adat kebiasaan, serta segala kemampuan dan kebiasaan bangsa Indonesia. Atau dengan rumusan lain, bahwa pembinaan dan pengembangan budaya bangsa merupakan upaya pemantapan dan peningkatan peradaban, harkat, dan martabat manusia Indonesia, memperkuat jati diri dan kepribadian manusia.
Pengembangan kebudayaan nasional diarahkan untuk memberikan wawasan budaya dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap dimensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta ditujukan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia Indonesia serta memperkuat jati diri dan kepribadian bangsa. Kebudayaan nasional yang mencerminkan nilai luhur bangsa terus dipelihara, dibiona dan dikembangkan dengan memperkuat penghayatan dan pengalaman Pancasila, meningkatkan kualitas kehidupan, memperkuat jati diri dan kepribadian bangsa, mempertebal rasa harga diri dan kebanggaan nasional, memperkukuh jiewa persatuan dan kesatuan bangsa serta mampu menjadi penggerak bagi perwiujudan cita-cita bangsa. Hasrat masyarakat luas untuk berperan aktif dalam proses pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional terus digairahkan.
Beberapa upaya lain yang harus diperhatikan dalam pelestarian, pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional sebagai berikut:
1. perlu ditumbuhkan kemampuan masyarakat untuk pemahaman dan pengamalan nilai-nilai budaya daerah yang luhur dan beradab.
2. Penyerapan budaya-budaya asing yang positif untuk memperkaya budaya bangsa.
3. Mencegah sikap feudal, sikap ekslusif, dan pemahaman kedaerahan yang sempit, dan
4. Mencegah pengaruh budaya asing yang bertentangan dengan nilai budaya bangsa.
Pancasila sebagai ideology dalam kehidupan ekonomi. Menurut Oesman (1991:239) bahwa, ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan dan symbol-simbol sekelompok masyarakat atau suatu bangsa yang menjadi pegangan atau pedoman kerja (atau perjuangan) untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa. Pancasila yang merupakan jiwa dan pandangan hidup bangsa yang telah dianggap mampu membawa seluruh bangsa Indonesia menuju kea rah kehidupan yang merdeka, bersatu, dan berdaulat, meskipun belum sepenuhnya mencapai tahap masyarakat adil dan makmur, tata tentrem karta raharja.
Ideology Pancasila mencita-citakan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan yang berada dalam keseimbangan: antara hidup sebagai proibadi dan hidup sebagai warga masyarakat; antara kehidupan materi dan kehidupan rohani. Karakteristik manusia Indonesia yang ingin dibentuk oleh ideologi Pancasila adalah manusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa, selain homo economicus, sekaligus homo-metafisikus dan homo-mysticus.
Sasaran pembangunan ekonomi Pancasila adalah tercapainya perekonomian yang mandiri dan andal sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan, berdasarkan demokrasi ekonomi yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan peningkatan kemakmuran rakyat yang makin merata, pertumbuhan yang cukup tinggi dan stabilitas nasional yang mantap, bersicirikan industry yang kuat dan maju, pertanian yang tangguh, kiperasi yang sehat dan kuat, serta perdagangan yang maju dengan system distribusi yang mantap, didorong oleh kemitraan usaha yang kukuh antara badan usaha koiperasi, negara dan swasta serta pendayagunaan sumber daya alam yang optimal yang kesemuanya didukung oleh iklim usaha yang sehat serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dan terpeliharanya kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Pancasila sebagai ideology dalam kehidupan agama. Pancasila adalah kesepakatan luhur antara semua golongan yang ada di tanah air kita. Dengan demikian, ideology Pancasila menerima beberapa pengertian persatuan dalam arti:
1. Negara yang melindungi dan meliputi segenap suku bangsa dan agama.
2. Negara yang mengatasi segala faham golonga, mengatasi segala faham perorangan.
3. Negara yang melindungi seluruh tumpah darah.
Ketiga pengertian tersebut kemudian dapat dipadukan menjadi ideology bangsa yang Bhineka Tunggal Ika. Pemahaman status ideology Pancasila dalam kehidupan beragama merupakan upaya mendalam guna menemukan esensi ideology Pancasila sebagai ideology yang monotheis –religius. Karakteristik ideology Pancasila yang demikian merupakan kristalisasi dari watak bangsa Indonesia yang terkenal sebagai bangsa yang religious, bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa dan beragama.
Sebagai negara yang berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa, maka negara kita menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya. Pencasila memberikan tuntutan kepada segenap[ bangsa Indonesia sebagai satu nation untuk mengamalkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dengan cara pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat selalu dibina kerukunan hidup di antara sesame umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa. Selain itu, Pancasila memberikan tuntunan kesadaran kepada seluruh warga negara untuk mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadat sesuai agama dan kepercayaan dan tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaannya itu kepada orang lain. Pancasila menganjurkan pengamalan kehidupan manusia, baik sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa, sebagai makhluk individu dan makhluk social, maupun sebagai warga negara untuk menciptakan keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan sesamanya, juga dengan alam lingkungan hidupnya. Pancasila menganjurkan pembinaan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang sejahtera lahir dan btin, material dan spiritual, dan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Pancasila sebagai ideology dalam kehidupan Hankam. Menurut Saafroedin Bahar (Oesman, 1991:342) bahw pemikiran ABRI mengenai Pancasila perlu kita pelajari dari dua sumber, ayitu dari pernyataan-pernyataan unsur pimpinannya secara pribadi, dan dari doktrin-doktrinnya. Pernyataan secara priobadi itu bias diterboitkan kepada public maupun dalam naskah-naskah dinas yang bersifat terbatas. Doktrin-doktrin ABRI sebagian dipublikasikan, walaupun pada umumnya bersifat terbatas.
Periodisasi pemikiran ABRI tentang nilai dasar dan nilai instrumental Pancasila ini menurut Saafroedin Bahar, dimulai dari tataran praktis, disusul oleh pengkajian nilai dasar, untuk kemudian mengembangkan nilai-nilai instrumentalnya. Secara singkat ketiga periodisasi pemikiran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Tahap pemikiran pada tataran praktis. Perhatian dipusatkan pada perwujudan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kenyataan hidup sehari-hari, dan bukan pada perumusan secara abstrak.
2. Tahap pemikiran pada tataran nilai dasar. Sudah barang tentu pemikiran pada praktis saja tidak dapat dipertahankan secara terus menerus. Untuk itu perlu pemikiran yang lebih mendasar dan lebih mendalam mengenai latar belakang gejolak dalam negeri serta kebijaksanaan yang akan ditempus perlu memperoleh perhatian yang cukup pula.
3. Tahap pemikiran pada tataran instrumental. Nilai instrumental Pancasila dapat dipahami sebagai rangkaian perangkat lunak Pancasila yang berfungsi sebagai acuan operasional untuk melaksanakan Pancasila itu dalam suatu bidang Hankam. Nilai instrumental bila diterjemahkan dalam jargon yang lazim di kalangan ABRI adalah ekuivalen dengan doktrin, baik doktrin dasar, doktrin induk maupun doktrin operasional.
- Era Globalisasi
Dampak globalisasi ternyata tidak dapat dihindari manusia. Contohnya adalah bahwa dengan teknologi transportasinya manusia menjangkau setiap bagian bumi, bahkan satelit bumi dapat didatangi dan planet lain (dalam tata surya kita) dapat didekati. Demikian pula dengan teknologi komunikasinya manusia mampu melengkapi dirinya dengan informasi dari dan terulang setiap bagian dunia. Dengan semuanya itu tampak bahwa dunia seolah tidak terbagi-bagi. Di samping bahwa bangsa-bangsa di bumi seolah tidak berjarak lagi. Itu berarti bahwa segala sesuatu menjadi global. Sedangkan akibatnya bahwa ungkapan-ungkapan seperti sebatas local, sebatas regional, dan dinding tidak bertelinga tidak berlaku lagi. Dengan demikian, secara teoretis apa yang ada di Jakarta ada pula di Washington; apa yang dibisikan di Jakarta terdengar pula di Washington dan sebaliknya. Contoh tersebut secara mendasar sebenarnya hendak berkata-kata bahwa teknologi transportasi dan teknologi komunikasi yang semakin canggih mampu m,enghubungkan umat manusia dis eluruh bagian dunia, sehingga terciptalah satu kehidupan bersama; satu masyarakat yang meliputi seluruh umat manusia dengan sejarah kehidupan bersama, sejarah umat manusia.
Dampak positif. Dalam kenyataan di atas, pertama, hanya dengan satu medium sja berjuta-juta manusia menyaksikan pertandingan yang bergengsi lewat layar televise, dan kedua, bahwa globalisasi telah membawa dampak terciptanya satu masyarakat yang meliputi seluruh umat manusia telah tampak adanya dampak positif dari globalisasi. Di samping itu, dalam kadarnya yang lebih mendalam dapat disebutkan bahwa terciptanya kehidupan bersama yang meliputi seluruh umat manusia pada dirinya akan memungkinkan keterbukaan penghargaan, dan penghormatan satu terhadap yang lain; orang yang satu terhadap orang yang lain, suku bangsa yang satu terhadapo suku bangsa yang lain, bangsa yang satu terhadap bangsa yang lain. Pada gilirannya keadaan yang demikian dapat menjadi landasan bahwa kemanusiaan manusia semakin dijunjung tinggi. Dampak positif lainnya agaknya dapat disebut yaitu bahwa globalisasi dapat memungkinkan terjadinya perubahan pola hidupa manusia misalnya cara kerja manusia; manusia akan semakin aktif dalam memanfaatkan, menanam, dan memperdalam kapasitas individunya manusia ingin menampilkan nilai-nilai manusiawi dan jati diri budayanya.
Adapun dampak negative globalisasi di antaranya, bahwa globalisasi, proses mendunia dimungkinkan oleh teknologi informasi yang canggih, dapat menyebabkan metembesnya budaya dari negara maju (pemasok informasi) ke negara berkembang. Perembesan budaya tersebut tidak mustahil dapat menyebabkan ketergantungan budaya negara berkembang pada negara maju. Di samping itu, globalisasi informasi sendiri dapat menyebabkan pemerkosaan dan imperlialisme budaya negara maju atas negara berkembang. Hal demikian hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan kenyataan bahwa perbedaan laju perkembangan modernisasi akan menyebabkan terjadinya pemaksaan budaya oleh masyarakat yang satu; masyarakat di negara maju, atas masyarakat yang lain masyarakat d I negara berkembang. Akhirnya perlu dikatakan bahwa, walaupun globalisasi tidak dapat disamakan begitu saja dengan westernisasi namun globalisasi sesungguhnya mungkin dapat menyebabkan terjadinya masyarakat yang individualistis.
III. Penutup
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
A. Ideologi Pancasila adalah ideology fleksibel. Hal ini berarti dalam batas-batas tertentu ideologi Pancasila memberikan keluwesan, sebagaimana yang dicerminkan pada rumusan Undang-Undang Dasar 1945, yang memberikan kebebasan dan keterbukaan kepada setiap warga negara untuk mengembangkannya, namun tetap menuntut pemahaman terhadap gagasan dasar yang terpadu dalam ideology Pancasila. Hal ini memberikan arah kepada bangsa Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga tidak terombang-ambing oleh ideology lain maupun kepentingan golongan yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa dan merugikan masyarakat.
B. Era globalisasi di Indonesia, pertama, bahwa Indonesia pada hakikatnya telah berdiri diambang pintu proses globalisasi. Oleh karena itu, menurut para teknolog, Indonesia tidak dapat menghindari kemajuan teknologi komunikasi dan teknologi informasi. Pendapat demikian dapat dimengerti, mengingat tidak ada seorang pun yang dapat luput dari proses globalisasi itu. Kedua, bahwa karena itu bangsa Indonesia tidak bias tidak harus terlibat dalam proses globalisasi itu dengan cara memanfaatkan dan melaju di dalamnya agar dapat menikmatinya. Bila tidak demikian, ia akan tertinggal atau bahkan terhempas dari proses globalisasi sehingga proses globalisasi itu tidak hanya tidak membawa manfaat melainkan juga akan menghancurkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Emran Ali dan Encep Syarief Nurdin. 1994. Penuntun Kuliah Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Bandung: Alfabeta.
Oesman, Oetojo, dan alfian (ed). 1991. Pancasila Sebagai Ideologi dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara. Jakarta. BP-7 Pusat.
Roestandi, Akhmad dkk. 1988. Pendidikan Pancasila. Bandung: Armico.