KKNI DAN KEMANDIRIAN BANGSA

Description: 24184 ENDANG


ENDANG KOMARA


Guru Besar Sosiologi Pendidikan,
Ketua STKIP Pasundan, 
Wakil Ketua ABMPTS Jabar-Banten, 
Ketua Korpri Kopertis Wilayah IV


Abstrak
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) adalah kerangka penjenjangan capaian pembelajaran (Learning outcomes) yang dapat menyetarakan, luaran bidang pendidikan formal, nonformal, informal atau pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.
Membangun kemandirian bangsa berarti memahami proses kemandirian sebagai salah satu upaya membangun bangsa yang mempu menyelesaikan setiap masalah dalam rangka mewujudkan masyarakat yang berkeadilan, sejahtera dan bermartabat.
Kata Kunci: Kerangka, kualifikasi, nasional, Indonesia, kemandirian, bangsa.

I.              Pendahuluan
Jenjang kualifikasi adalah tingkat capaian pembelajaran yang disepakati secara nasional, disusun berdasarkan ukuran pencapaian proses pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal, informal atau pengalaman kerja. KKNI merupakan perwujudan mutu dan jati diri bangsa Indonesia terkait dengan sistem pendidikan nasional dan pelatihan yang dimiliki Negara Indonesia. KKNI terdiri dari 9 (Sembilan) jenjang kualifikasi dimulai dari kualifikasi I sebagai kualifikasi terendah dan kulaifikasi IX sebagai kualifikasi tertinggi.
Deskripsi umum sesuai dengan ideologi Negara dan budaya bangsa Indonesia, maka implementasi sistem pendidikan nasional dan sistem pelatihan kerja yang dilakukan di Indonesia pada setiap level kualifikasi mencakup proses menumbuhkembangkan afeksi sebagai berikut: bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; memiliki moral, etika dan kepribadian yang baik di dalam menyelesaikan tugasnya; berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air serta mendukung perdamaian dunia; mampu bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial dan kepedulian yang tinggi terhadap masyarakat dan lingkungannya; menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, kepercayaan, dan agama serta pendapat/temuan orisinal orang lain; menjunjung tinggi penegakan hukum serta memiliki semangat untuk mendahulukan kepentingan bangsa serta masyarakat luas.
Proporsi SDM vs Tingkat Pendidikan 70.40%, 22.40%, 7.20%. Tinggi Menengah Dasar Indonesia 24.30%, 56.30%, 20.30%. Tinggi Menengah Dasar Malaysia 20.40%, 39.30%, 40.30% Tinggi Menengah Dasar OECDTingkat Pendidikan Indonesia Malaysia OECD jumlah tenaga kerja industri berbasis riset industri menengah-berat industri menengah-ringan.
Kehidupan bangsa Indonesia di Era Globalisasi, ditandai oleh era perdagangan bebas,  dimana produk dari suatu negara dengan bebas, dapat masuk dan diperjualbelikan di negara lain. Kenyataan itu tentu menimbulkan tantangan bagi semua negara untuk mampu bersaing dalam meningkatkan kualitas produk industrinya, bangsa Indonesia juga tidak terlepas dari tantangan itu. Di tengah-tengah usaha itu untuk memperbaiki perkenomian bangsa Indonesia juga ditantang untuk berjuang menempatkan bangsa Indonesia sederajat dengan bangsa lain. Oleh karena itu kita sebagai warga negara Indonesia yang baik tentu memiliki rasa bangga terhadap produk dalam negeri tidak kalah dengan produk lar negeri. Kita harus sadar  dan banggga bahwa produksi dalam negeri tidak kalah dengan produksi luar negeri. Di era globalisasi persaingan begitu ketat dan tajam pada semua aspek kehidupan. Di bidang ideologi, kehancuran komunisme di Eropa Timur memngkinkan liberalisme-kapitalisme mendominasi dunia. Di bidang politik, pengaruh negara-negara besar sulit dielakan. Di bidang ekonomi, perdagangan bebas menyebabkan produksi lokal terpental. Di bidang sosial budaya, pola hidup dan budaya hedonistik (maunya enak, senang saja) mewarnai semua lapisan dan lingkungan masyarakat. Sedangkan di bidang pertahanan dan keamanan penguasaan teknologi persenjangan bukan lagi jaminan keamanan melainkan cenderung sebagai ancaman.
Dalam kondisi seperti itu, maka hanya orang, masyarakat bangsa dan negara yang memiliki kualitas sajalah yang berpeluang memenangkan persaingan tersebut dan kunci untuk mencapai tujuan itu adalah sumber daya manusia yang berkualitas dan didukung oleh teguhnya pendirian, loyalitas pada bangsa dan negara. Terikat pada tekad, cinta pada tugas, dan semua itu dilakukan sebagai wujud cinta pada tanah air. 
Kemandirian menurut Sutari Imam Barnadib (1982) dalam Mu’tadin, Z meliputi ‘’Perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi masalah/hambatan, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain’’. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Kartini dan Dali yang mengatakan bahwa ‘’kemandirian adalah hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri’’. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengandung pengertian suatu keadaan dimana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya. Dengan demikian akan berperilaku:
1.   Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi,
2.   Memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya,
3.   Bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya.
II.            Pembahasan
A.  Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
Laporan Pembangunan Manusia 2013 yang dikeluarkan oleh badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk program pembangunan, UNDP, sebagaimana diberitakan Voice of America, menunjukkan Indonesia telah meraih kemajuan yang berarti dalam setiap indikator Indeks Pembangunan Manusia dalam 40 tahun terakhir. Nilai IPM Indonesia pada tahun 2012 meningkat menjadi 0,629, menjadikannya naik tiga posisi ke pringkat 121 dari peringkat 124 pada 2011 (0,624), dari 187 negara. Angka itu bisa dilihat salah satunya dari tingkat ekspektasi lamanya bersekolah meningkat dari 8,3 tahun pada 1980 menjadi 12,9 tahun pada 2012. Artinya, anak usia sekolah di Indonesia memiliki harapan mengenyam bangku pendidikan selama 12,9 tahun. 
Terbitnya Perpres No. 8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dimaksudkan agar ada kesetaraan antara kompetensi yang dibentuk selama perkuliahan dengan kualifikasi yang dibutuhkan pada setiap jenjang pada KKNI. Dengan demikian terjadi kesesuaian antara kompetensi dengan kualifikasi. Hal tersebut juga berdampak pada kurikulum pengelolaannya di setiap program studi. Kurikulum yang pada awalnya mengacu pada pencapaian kompetensi menjadi mengacu pada pencapaian pembelajaran (learning outcomes).
Pengembangan Learning autcomes  mengacu pada dalam SK Kepmendiknas 045/U/2002, dan PP No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pasal 97 ayat (3) yang menyatakan bahwa lulusan harus memenuhi 5 (lima) elemen kompetensi, yaitu:
1)   Landasan kepribadian (attitude);
2)   Penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga; (Knowledge-Skills);
3)   Kemampuan dan keterampilan berkarya (Knowledge-Skills);
4)   Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai (Attitude); dan
5)   Penguasaan kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya (Attitude).
Pada ayat (1) dan (2) PP ini dinyatakan pula bahwa Kurikulum perguruan tinggi dikembangkan dan dilaksanakan berbasis kompetensi, dan (2) Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap pogram studi di perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh tiap-tiap perguruan tinggi mengacu Standar Nasional Pendidikan. 
Kelima elemen kompetensi tersebut dapat digolongkan dalam elemen utama kompetensi [knowledge (A), Skill (S) dan Attitude (A) = KSA]. Setiap jenjang dan jenis pendidikan akan memiliki pola kelengkapan elemen yang berbeda-beda. Misalkan untuk pendidikan S-3, akan lebih syarat pada elemen 1, 2, dan 5. Elemen strata 1 lebih sarat dengan elemen 2,3, 4. Hal ini sangat dipengaruhi oleh visi dan misi pendidikan tinggi yang bersangkutan. Sedangkan program Dploma 3 lebih menenkankan pada 1, 2 dan 4.
Setelah Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 2012 tentang Kerangkan Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) terbit tanggal 17 Januari 2012, maka capaian pembelajaran harus mengacu pada peraturan pemerintah ini dan menguji kualifikasi setiap program studi pada deskripsi jenjang kualifikasi yang dilampirkan pada peraturan pemerintah ini. Elemen kompetensi yang didasarkan pada KKNI ini terdiri dari 3 (tiga) unsur capaian pembelajaran, yaitu; (1) kemampuan bidang kerja; (2) pengetahuan yang dikuasai dan;(3) kemampuan manajerial.  
Perumusan capaian pembelajaran seharusnya dimulai dari capaian pembelajaran universitas yang bersifat umum yang mewadahi mata kuliah (capaian pembelajaran perkuliahan) umum yang diselenggarakan oleh universitas, sebagai ciri khas universitas. Capaian pembelajaran program studi (Program Learning Outcomes) sebaiknya mengacu pada pencapaian pembelajaran universitas agar dapat dicapai visi yang telah ditetapkan.
Capaian pembelajaran program studi selain bersandar pada hasil tracer study dan need analysis dari stakeholder, juga harus mengacu pada deskriptor jenjang (level) yang ditetapkan pada Perpres No. 8 Tahun 2012. Jenjang kualifikasi KKNI pada ayat (1) terdiri atas: jenjang 1 sampai dengan jenjang 3 dikelompokkan dalam jabatan operator; jenjang 4 sampai dengan jenjang 6 dikelompokkan dalam jabatan teknisi atau analis; jenjang 7 sampai dengan jenjang 9 dikelompokkan dalam jabatan ahli.
Lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 5 penyetaraan capaian pembelajaran yang dihasilkan melalui pendidikan dengan jenjang kualifikasi pada KKNI terdiri atas: lulusan pendidikan dasar setara jenjang 1; lulusan pendidikan menengah paling rendah setara dengan jenjang2; lulusan Diploma 1 paling rendah setara dengan jenjang3; lulusan Diploma 2 paling rendah setara dengan jenjang 4; lulusan Diploma 3 paling rendah setara dengan jenjang 5; lulusan Diploma 4 atau Sarjana Terapan dan Sarjana paling rendah setara dengan jenjang 6; lulusan Magister terapan dan Magister paling rendah setara dengan jenjang 8; lulusan Doktor Terapan dan Doktor setara dengan jenjang 9; lulusan pendidikan profesi setara dengan jenjang 7 atau 8; lulusan pendidikan spesialis setara dengan jenjang 8 atau 9. 
Garis besar pengembangan kurikulum pada waktu mengikuti Workshop KKNI Pendidikan IPS  tanggal 9 Maret 2013 di Universitas Negeri Jakarta meliputi: Pertama, profil lulusan adalah jawaban atas pertanyaan lulusan seperti apa yang akan dihasilkan oleh program studi kita setelah menyelesaikan seluruh rangkaian pendidikannya (outcomes). Rumusan profil disarankan menuliskan peran profesional dan serangkaian kompetensi (learning outcomes) yang harus dimiliki lulusan untuk menjalankan peran tersebut secara profesional, akuntabel, dan berakhlak mulia. Kedua, Program Learning Outcomes (PLO) mengacu pada deskriptor jenjang 5 untuk program diploma 3, jenjang 6 dan 7 untuk program sarjana, jenjang 8 untuk program magister dan jenjang 9 untuk program doktoral yang dirumuskan KKNI. Secara spesifik menunjukkan pemenuhan atas kualifikasi yang dibutuhkan dunia kerja. Lebih baik jika memperhatikan hasil tracer study dan need analysis. PLO disebut juga sebagai Kompetensi Utama (KU). Ketiga, Course Learning Outcomes (CLO) atau Intended Learning Outcomes (ILO) atau Module Learning Outcomes (MLO) mengacu pada setiap PLO yang memberikan jabaran spesifik tingkat kognitif, psikomotorik dan atau afektif serta content knowledge yang dapat diamati dan diukur selama proses pembelajaran. CLO disebut juga sebagai Kompetensi Khusus (KK). Keempat, Konsep kunci (key Concept) digunakan untuk merumuskan bentuk aktivitas pembelajaran (pedagogical content knowledge) yang diperlukan untuk mencapai Learning Outcomes (capaian pembelajaranpada setiap CLO. Diletakkan pada kolom pengalaman belajar dalam Rencana Program dan Kegiatan Pembelajaran Semester (RKPPS). Kelima, Kata kunci (Key Concept) digunakan untuk merumuskan ketuntasan penguasaan kompetensi (mastery level). Sebagai petunjukan untuk memilih bentuk penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan karakter kompetensi yang ingin dicapai.
B.  Kemandirian Bangsa
Dalam konteks kebangsaan, bangsa yang mandiri itu artinya bangsa yang mampu berdiri di atas kekuatan sendiri dengan segala sumberdaya yang dimiliki, mampu memecahkan persoalan yang dihadapi dan mampu mengembangkan inovasi dan riset di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang akhirnya memiliki keunggulan dan daya saing. Hal ini dipertegas oeh Robert Havighurt (1972) bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek, yaitu:
1.   Emosi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang lain,
2.   Ekonomi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang lain,
3.   Intelektual, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengatasi berbagai masalah yang dihadapi dan kemampuan mengembangkan daya kreasi dan inovasi,
4.   Social, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak menunggu aksi dari orang lain.
Memperhatikan beberapa aspek di atas, berarti kemandirian merupakan sikap yang diperoleh secara komulatif selama perkembangan hidupnya dimana suatu bangsa akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi yang dihadapinya. Dengan kemandiriannya, suatu bangsa dapat memilih jalan hidupnya untuk dapat berkembang lebih baik dan lebih mantap.
 Indonesia adalah bangsa yang besar dengan kekayaan sumber daya alam yang sangat berlimpah. Namun kenyataannya, kekayaan tersebut tidak berbanding lurus dengan keadaan masyaratnya dimana masyarakat miskin masih sekitar 30% dari jumlah penduduk, angka pengangguran masih tinggi dan kesempatan memperoleh pendidikan belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Dengan kata lain Negara belum mampu memenuhi secara utuh yang menjadi hajat hidup orang banyak, seperti harga pangan yang melambung akibat harga minyak dunia yang tinggi, misalnya minyak goring semakin mahal, biaya pendidikan yang semakin  tak terjangkau dan krisis energy terutama listrik tinggal menunggu waktu. Pertanyaan kita, apakah bangsa ini akan terpuruk pada kondisi larang pangan, larang papan, larang sekolah dan larang-larang yang lain? Melihat kondisi SDA yang berlimpah di negeri ini sejujurnya tidak mungkin akan terjadi tetapi kenyataannya seperti itu. Apa yang mesti dilakukan/ jawabannya marilah kita mulai mandiri.
Kemandirian bangsa adalah adanya kesadaran dalam diri bangsa untuk bisa mendisiplinkan diri, mengurus, mengelola bangsa dengan cara dan tenaga sendiri, tidak tergantung pada bangsa lain. Menurut Ma’arif (2010), bahwa kemandirian bangsa memiliki lima komponen, yaitu: inisiatif, bebas, progresif, ulet dan kemantapan. Dalam faktor inisiatif, kemandirian mengandung arti kemampuan dan kemauan untuk berfikir dan bertindak secara original dan kreatif. Sedangkan arti bebas dalam kemandirian yaitu perilaku/tindakan yang dilakukan atas kehendak sendiri bukan karena pihak lain dan tidak tergantung pada pihak lain. Progresif dan ulet ditunjukkan dengan adanya usaha untuk meraih prestasi dan mengelola potensi dengan kemampuan sendiri tanpa campur tangan pihak asing. Itulah kemandirian yang diharapkan, mencakup kemampuan pribadi bangsa, kemampuan mengendalikan bangsa sendiri, mengelola alam sendiri, membiayai bangsa dengan hasil alam sendiri tanpa campur tangan pihak lain.
Komponen kemandirian yang lainnya yaitu adanya perencanaan, konsisten dengan tujuan, yakin bisa untuk mewujudkannya, serta mengetahui aset yang hendak dikelola. Maka dengan adanya perencanaan dari pemangku kebijakan, serta konsisten untuk mewujudkannya, kita yakin bangsa ini bisa mandiri. Dengan kemandirian bangsa ini diharapkan kesejahtraannya bisa diwujudkan secara merata untuk semua warga.
Untuk menumbuhkan kemandirian dan kreativitas bangsa, fondasi utama adalah kemauan dan kemampuan yang sinergis antara elemen massa dan pemerintah. Dibutuhkan pemahaman pembinaan dan pengarahan, serta pembiasaan agar bangsa yang besar ini mempunyai kualitas dalam menyongsong masa depan yang lebih baik, yaitu: Pertama, untuk menyiapkan generasi mandiri diperlukan orang yang mempunyai kemauan dan kemampuan yang tinggi, untuk membina generasi mandiri menjadi generasi yang kuat sehingga kemandirian bangsa bisa diwujudkan. Kedua, dalam membentuk kemandirian bangsa diperlukan pribadi bangsa yang terbebas dari mental ketergantungan, dalam arti bangsa mempunyai rasa aman dan yakin bahwa bangsa ini bisa mandiri dan berjaya. Ketiga, hal tersebut selain karena generasi muda masih berada dalam puncak produktivitasnya, juga karena generasi muda adalah komponen bangsa yang paling strategis posisinya dalam memainkan proses transformasi karakter dan tata nilai di tengah-tengah derasnya liberalisasi informasi era globalisasi. Maka harapan kemandirian bangsa datang dari kaum muda dan akan dicoba mewujudkan oleh kaum muda pula.   
Menurut Prof. Dr. M. Amien Rais (2003), kemandirian bangsa bisa diukur melalui 3 (tiga) aspek. Pertama, kemampuannya dalam menetapkan ideologi kebangsaan secara lugas dan tegas. Lugas bisa dipahami bangsa-bangsa lain bahwa kita memiliki, meyakini dan menerapkan pandangan atau falsafah hidup kita sendiri. Tegas dalam arti tidak terpengaruh berbagai tantangan dan pendiktean ideologi bangsa lain yang tidak sejalan dengan milik kita. Ideologi yang diyakini bersama secara mantap bisa mencegah bangsa ini terombang-ambing, tidak berdikari (berdiri di atas kaki sendiri), dalam pergulatan antar bangsa yang semakin keras ini. Kita meyakini banhwa nilai, norma yang terkadung dalam lima sila Pancasila kita itulah falsafah dasar dan pandangan hidup bangsa kita. Kelugasan dan ketegasan kita untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari merupakan sebuah keharusan, apabila yang kita tuju adalah kemandirian bangsa yang hakiki.
Kedua, kemandirian bangsa juga bisa dilihat dari kebolehannya dalam merumuskan, memutuskan dan menerapkan kebijakan-kebijakan negara tanpa campur tangan pihak-pihak lain secara berlebihan. Kebijakan negara yang mandiri adalah simbol kemampuan bangsa dalam menyelesaikan persoalan-persoalannya sendiri. Kebijakan negara di bidang ekonomi yang terlalu banyak didikte oleh pihak lain akan menemui kegagalan ketika diterapkan. Itu karena kepentingan pihak lain dalam membantu menyelesaikan persoalan ekonomi kita tidaklah selalu sama dengan kebutuhan kita.
Ketiga, kemandirian bangsa tentu saja diukur dari kemampuannya dalam menjaga dan mempraktikkan kedaulatan wilayah, penduduk dan segenap sumberdaya yang ada di dalamnya. Kemampuan negara dalam menjaga keutuhan wilayah dari ancaman eksternal maupun ancaman separatisme internal adalah kebutuhan esensial dalam kemandirian bangsa. Kemampuan negara dalam menjaga aset atau sumberdaya yang ada di dalamnya juga merupakan keharusan.  
DAFTAR PUSTAKA

Ma’arif, Ahmad Syafi’i. 2010. Indonesia dalam Bingkai Kebhinekaan dan Kemanusiaan. Jakarta: Mizan.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. 2012. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Jakarta: Dokumen Negara.
Rais, M. Amien. 2003. Pesan Perdamaian dan Gerakan Kemandirian Bangsa Menghadapi Krisis Nasional dan Ketidakadilan Global. Dalam Sidang Tanwir Muhammadiyah. Makassar, 26-28 Juni 2003.
UNJ. 2013. Workshop KKNI. Jakarta: FPIPS.