MANAJEMEN KURIKULUM DALAM PEMBELAJARAN ABAD 21 Oleh: Prof Dr. Endang Komara, M.Si dan Dr H Purwadhi, M.Pd
ABSTRAK
Manajemen kurikulum adalah suatu sistem pengelolaan kurikulum yang kooperatif, komprehensif, sistemik, dan sistematik dalam rangka mewujudkan ketercapaian tujuan kurikulum. Dalam pelaksaaannya, manajemen kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan konteks Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Kurikulum 13 (Kurtilas). Oleh karena itu, otonomi yang diberikan pada lembaga pendidikan atau sekolah dalam mengelola kurikulum secara mandiri dengan memprioritaskan kebutuhan dan ketercapaian sasaran dalam visi dan misi lembaga pendidikan dan sekolah tidak mengabaikan kebijaksanaan nasional yang telah ditetapkan.
Pembelajaran abad 21 mencerminkan 4 (empat) hal yaitu, pertama, kemampuan berpikir kritis (critical thinking skill), guru mengajak siswa untuk menyimpulkan dan membuat refleksi bersama-sama. Pertanyaan-pertanyan pada level HOTS dan jawaban terbuka pun sebagai bentuk mengakomodasi kemampuan berpikir kritis siswa. Kedua, kreativitas (creativity), guru perlu membuka ruang kepada siswa untuk mengembangkan kreativitasnya, kembangkan budaya apresiasi terhadap sekecil apapun peran atau prestasi siswa. Ketiga,komunikasi (communication), komunikasi dilakukan melewati batas wilayah negara dengan menggunakan perangkat teknologi yang semakin canggih. Internet dan smartphone sangat membantu manusia dalam berkomunikasi. Keempat, kolaborasi (collaboration), pembelajaran secara kelompok, kooperatif melatih siswa untuk berkolaborasi dan bekerjasama. Hal tersebut akan tercipta kebersamaan, rasa memiliki, tanggung jawab dan kepedulian sosial.
Kata Kunci: Manajemen, Kurikulum, Pembelajaran, Abad 21.
ABSTRACT
Curriculum management is a curriculum management system that is cooperative, comprehensive, systemic, and systematic in order to realize the achievement of curriculum goals. In its implementation, curriculum management must be developed in accordance with the context of School Based Management (SBM) and Curriculum 13 (Kurtilas). Therefore, the autonomy granted to educational institutions or schools in managing the curriculum independently by prioritizing the needs and achievement of targets in the vision and mission of educational institutions and schools does not neglect the established national policies.
21st century learning reflects 4 (four) things, namely, first, critical thinking skills (critical thinking skills), the teacher invites students to conclude and make reflections together. The questions at the HOTS level and open answers are also a form of accommodating students' critical thinking skills. Second, creativity (creativity), teachers need to open space for students to develop their creativity, develop a culture of appreciation for the slightest role or achievement of students. Third, communication (communication), communication is carried out across national borders by using increasingly sophisticated technological devices. The internet and smartphones are very helpful for humans in communicating. Fourth, collaboration (collaboration), group learning, cooperatives train students to collaborate and work together. This will create togetherness, a sense of belonging, responsibility and social care.
Keywords: Management, Curriculum, Learning, 21st Century.
PENDAHULUAN
Standar nasional Pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan parasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian Pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Standar nasional Pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan dan pembiayaan. Pengembangan standar nasional Pendidikan, pemantauan dan pelaporan dan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standarisasi, penjamian, dan pengendalian mutu Pendidikan. Saat ini Standar Nasional Pendidikan diatur melalui Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 2013 (Triwijayanto, 2015:6). Tentu saja perkembangan pembangunan, kemajuan Pendidikan dan kebutuhan masyarakat akan menjadikan Standar Nasional Pendidikan mengalami penyesuaian terus-menerus.
Manajemen kurikulum dan pembelajaran sebagai salah satu substansi atau standar manajemen pendidika memperhatikan bahwa perlu adanyaketerkaitan kuat pada setiap bagiannya. Suryosubroto (2010:19) menyatakan bahwa manajemen Pendidikan merupakan system, berusaha melihat bagain-bagian tersebut, serta interaksinya satu sama lain. Bagian-bagian sistem sering juga disebut aspek, komponen, atau standar. Melalui peninjauan aspek-aspek, serta hubungannya sehingga dapat menetapkan apa yang sebaiknya dilakukan untuk memperbaiki aspek tersebut atau mengembangkannya.
Salah satu aspek dalam manajemen Pendidikan yang sering disebut sebagai jantungnya Pendidikan adalah kurikulum dan pembelajaran. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dalam perkembangannya, kurikulum juga dapat diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan, serta cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah. Kompetensi perlu dicapai secara tuntas (belajar tuntas). Sementara itu pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Kurikulum dilaksanakan dalam rangka membantu peserta didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis maupu fisik yang meliputi moral dan nilai-nilai agama, sosial-emosional, kognitif, Bahasa, fisik/motoric, kemandirian, dan seni.
Menurut Hernawan dan R. Cynthia (2011) menyatakan bahwa kurikulum berperan dalam pencapaian tujuan Pendidikan, yaitu memiliki peran konservatif, kreatif, kritis, dan evaluative. Sejalan dengan hal tersebut, hasil penelitian Triwiyanto (2013) memperlihatkan bahwa kurikulum dan pembelajaran berusat pada potensi perkembangan kebutuhan pserta didik dan lingkungan secara nasional dan internasional, beragam dan terpadu, tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan seni, relevan dengan kebutuhan hidup, menyeluruh dan berkeseimbangan, belajar sepanjang hayat, seimbang antara kepentingan nasional, serta eksistensi Pendidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Nasution (2012) menyatakan bahwa tiap kurikulum mencerminkan keinginan, cita-cita, tuntutan, dan kebutuhan masyarakat. Sekolah didirikan oleh dan untuk masyarakat, sudah sewajarnya Pendidikan memerhatikan dan merespons suara masyarakat.
Kurikulum sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran memberikan makna bahwa di dalam kurikulum terdapat panduan interaksi antara pendidik/guru dan peserta didik. Dengan demikian, kurikulum berfungsi sebagai ‘’jantung’’ dari proses Pendidikan di sekolah untuk memberdayakan potensi peserta didik. Panduan interaksi antara guru dan peserta didik biasanya disebut dengan pembelajaran. Pembelajaran akan lebih optimal jika didukung kutukulum sebagai pedoman atau panduannya.
Mutu manajemen kurikulum dan pembelajaran memperlihatkan keterkaitan kurikulum dan pembelajaran sebagai salah satu komponen manajemen pendidikan dengan standar nasional pendidikan. Untuk mencapai lulusan yang baik mutunya diperlukan dukungan dari standar isi, standar proses, dan standar kompetensi lulusan. Selain itu, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, serta standar pembiayaan juga menjadi pendorong untuk mencapai mutu lulusan yang baik. Keterkaitan tersebut menunjukkan bahwa manajemen kurikulum dan pembelajaran memerlukan strategi untuk pencapaian pendidikan yang efektif dan efisien. Strategi tersebut merupakan upaya pendayagunaan sumber daya yang ada dalam sistem pendidikan nasional.
Pembelajaran pada kurikulum 2013 juga menekankan tentang pentingnya penerapan kemampuan berpikir tingkat tinggi Higher Order Thinking Skills (HOTS). Pada kegiatan yang mengembangkan HOTS, guru dituntut untuk merancang pembelajaran yang menantang, membangun kemampuan berpikir kritis, menganalisis, mengonstruksi sendiri sebuah definisi dari sebuah konsep, menemukan, menyusun dan menerapkan langkah-langkah memecahkan masalah, menyimpulkan, merefleksikan.
Sebelumnya, HOTS hanya diterapkan pada jenjang SMP dan SMA, tetapi saat ini HOTS diterapkan mulai jenjang SD/sederajat sampai dengan jenjang SMA/sederajat. Dulu, kegiatan belajar lebih dititikberatkan kepada kemampuan kognitif (cognitive) tingkat rendah (Lower Order Thinking Skills/LOTS), seperti mengetahui (C-1), memahami (C-2), dan menerapkan (C-3), sedangkan saat ini proses belajar perlu ditingkatkan kepada ranah menganalisis (C-4), mengevaluasi (C-5), dan mencipta (C-6). Teori yang menjadi rujukan adalah Taksonomi Bloom yang telah durevisi oleh Krathwohl dan Anderson tahun 2001.
Setiap kategori dalam revisi Taksonomi Bloom terdiri dari subkategori yang memiliki kata kunci berupa kata yang berasosiasi dengan kategori tersebut. Kata-kata kunci itu dijelaskan sebagai berikut:
Mengingat: menguraikan, menjelaskan, mengidentifikasi, menamai, menempatkan, mengulangi, menemukan kembali dan sebagainya. Memahami: menafsirkan, meringkas, mengklasifikasikan, membandingkan, menjelaskan, membeberkan dan sebagainya. Menerapkan: melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktikan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi dan sebagainya. Menganalisis: menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, mengubah struktur, mengkerangkakan, menyusun outline, mengintegrasikan, membedakan, menyamakan, membandingkan, mengintegrasikan, dan sebagainya. Mengevaluasi: menyusun hipotesis, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, membenarkan, menyalahkan, dan sebagainya. Berkreasi: merancang, membangun, merencanakan, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, mengubah dan sebagainya.
PEMBAHASAN
1. Manajemen Kurikulum
Kurikulum dalam Bahasa Yunani berasal dari kata curir yang artinya pelari dan curare yang artinya tempat berpacu. Curere dalam kamus Websters jika menjadi kata benda berari lari cepat, pacuan, balapan kereta, berkuda, perjalanan, satu pengalaman tanpa henti, dan lapangan perlombaan. Kurikulum artinya jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Oxford Dictionary menyebutkan curriculum is subjects included in a course of study or taught in a school, college.
Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan ptaktik Pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori Pendidikan yang dianut. Hamalik (207:5) menyatakan bahwa terdapat 7 (tujuh) pandangan mengenai kurkulum, yaitu: Pertama, kurikulum sebagai suatu program kegiatan yang terencana. Kedua, kurikulum sebagai hasil belajar yang diharapkan. Ketiga, kurikulum sebagai reproduksi kultural. Keempat, kurikulum sebagai kumpulan tugas dan diskrit. Kelima, kurikulum sebagai agenda rekonstruksi sosial. Keenam, kurikulum sebagai curere; dan ketujuh, sudut pandang berbeda antara kurikulum lama dan kurikulum baru.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidiian tertentu. Tujuan tersebut meliputi tujuan pendidikan nasional, kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikn, dan peserta didik. Pengertian tersebut memperlihatkan kurikulum merupakan suatu program Pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan Pendidikan tertentu. Kurikulum dapat diterapkan untuk Pendidikan di bawah tanggun gjawab sekolah (Soetopo dan W. Soemanto, 1991:14). Oleh sebab itu, kurikulum disusun oleh satuan Pendidikan untuk memungkinkn penyesuaian program Pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada.
Menurut Depdiknas (2004) menyatakan bahwa kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan dan cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan. Kompetensi perlu dicapai secara tuntas (belajar tuntas). Kurikulum dilaksanakan dalam rangka membantu peserta didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik yang meliputi moral dan nilai-nilai agama, social-emosional, kognitif, Bahasa, fisik/motoric, kemandirian dan seni.
Menurut Sukmadinata (2001:4) kurikulum merupakan suatu rencana Pendidikan, memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup, dan urutan isi, serta proses Pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas Pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan Pendidikan. Soetopo (2009:3) membedakan pengertian kurikulum menjadi dua, yaitu pengertian tradisional dan pengertian modern. Pengertian tradisional kurikulum adalah sejumlah pelajaran yang harus ditempuh oleh perserta didik untuk kenaikan kelas dan ijazah. Pengertian modern kurikulum adalah suatu program Pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencpai sejumlah tujuan Pendidikan tertentu.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan seperangkatrencana dan penataan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggraan kegiatan pembelajaran untuk mencpai produktivitas Pendidikan. Produktivitas Pendidikan dimaknai sebagai efisiensi dan efektivitas dalam mencapai tujuan Pendidikan.
Manajemen kurikulum berkenaan dengan bagaimana kurikulum dirancang, diimplementasikan (dilaksanakan), dan dikendalikan (dievaluasi dan disempurnakan), oleh siapa, kapan dan dalam lingkup mana. Manajemen kurikulum juga berkaitan dengan kebijakan siapa yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab dalam merancang, melaksanakan, dan mengendalikan kurikulum. Dari sudut mana pemberian tugas, wewenang, dan tanggun gjawab dalam pengembangan kurikulum. Secara umum, dibedakan antara manajemen pengembangan kurikulum terpusat (centralized curriculum development management atau bottom up curriculum development).
Kemp dalam Pusat Kurikulum (2007:20) menegaskan bahwa kurikulum (desain kurikulum) dapat bervariasi mulai dari yang sepenuhnya standar komponen (komponen dasar dan komponen utama), sebagai komponen dirumuskan oleh tim pusat, sedangkan komponen lainnya (penjabarannya) dikembangkan oleh daerah atau satuan pendidikan, sampai dengan seluruh komponennya dikembangkan oleh pusat pengelolaannya sepenuhnya sentralistik, sedangkan kurikulum yang seluruh komponennya dikembangkan oleh satuan pendidikan pengelolaannya sepenuhnya desentralistik, dan kurikulum yang sebagian komponen dirumuskan oleh pusat dan sebagian oleh satuan pendidikan terletak di antaranya, atau sentral-desentral. Manajemen sentral-desentral tersebut masih bervariasi, lebih berat kea rah sentralisasi atau desentralisasi, atau seimbang antara keduanya.
Berdasarkan pendapat di atas, manajemen pengembangan kurikulum dapat dilakukan melalui dua jenis, yaitu manajemen pengembangan kurikulum sentralistik dan manajemen pengembangan kurikulum desentralistik. Pertama, manajemen pengembengan kurikulum sentralistik berarti terpusat, yaitu pengembangan kurikulum berasal dari pusat (pemerintah). Pada negara yang bersifat kesatuan seperti Indonesia, sentralisasi ini berada pada tingkat pemerintah pusat, sedangkan pada negara federal sentralistik berada pada tingkat pemerintah federal (pusat) atau tingkat negara bagian. Dalam manajemen pengembangan kurikulum yang terpusat atau sentralistik, bukan hanya tugas, wewenang dan tanggung jawab pengembangan kurikulum yang dipegang oleh pejabat pusat, tetapi juga inisiatif, gagasan, bahkan model kurikulum yang akan dikembangkan dapat berasal dari pemegang kekuasaan di pusat. Biasanya daerah atau sekolah sebagai penyelenggara Pendidikan hanya mengembangkan kurikulum yang seudah ada.
Manajemen kurikulum sentralistik menghasilkan kurikulum nasional satu kurikulum yang berlaku di seluruh wilayah negara. Dalam manajemen kurikulum sentralistik, bias jadi seluruh perangkat kurikulum, mulai dari landasan atau dasar-dasar pengembangan kurikulum, struktur dan sebaran mata pelajaran, silabus atau garis-garis besar program pembelajaran, rincian materi dan kegiatan pembelajaran, buku, media, alat-alat penunjang, penilaian hasil belajar beserta pedoman-pedoman pelaksanaannya disusun oleh pusat. Di pihak lain, bias saja yang disusun oleh pusat hanya landasan atau dasar-dasar penyusunan kurikulum, struktur dan sebaran mata pelajaran, sedangkan penjabaran lebih lanjut dalam silabus, satuan pelajaran, rincian materi, buku, media dan alat pembelajaran dikembangkan oleh daerah atau satuan Pendidikan (sekolah).
Manajemen kurikulum sentralistik memiliki beberapa kelebihan antara lain: Pertama, kurikulum seragam untuk seluruh daerah dan sekolah, dapat dikembangkan standar kemampuan dan tingkat pencapaian yang bersifat nasional. Kedua, lebih mudah dalam pengendalian atau pengawasan dan evaluasinya karena kurikulum seragam. Ketiga, pembinaan para pelaksana kurikulum lebih mudah karena pengetahuan dan keterampilan yang dituntut untuk melaksanakannya hampir sama. Keempat, penyediaan media dan sumber belajar lebih mudah karena jenisnya sama untuk setiap daerah dan satuan pendidikan, dan kelima, memungkinkan diadakan penilaian hasil belajar yang bersifat nasional karena desain atau rancangan kurikulum dan sasaran belajarnya sama untuk seluruh daerah dan satuan Pendidikan.
Tabel 1: Ciri-ciri Sentralistik pada Kurikulum di Indonesia
No
|
Nama Kurikulum
|
Ciri Sentralistik
|
1
|
Rencana Pelajaran 1960
|
Rumusan keputusan MPRS Nomor II/MPRS/1960 mengenai manusia Indonesia sebagai suatu bagian dari sosialisme Indonesia yang menjadi tujuan pembangunan nasional semesta berencana, yaitu tata masyarakat adik dan makmur berdasarkan Pancasila. Dalam pelaksanaannya di berbagai sekolah sesuai dengan jiwa dari Keputusan MPRS tersebut. Kurikulum yang berlaku tunggal dari pusat sampai daerah.
|
2
|
Kurikulum 1968
|
Awal masa Orde Baru terdapat TAP MPRS Nomor XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan dan Kebudayaan, dirumuskan mengenai tujuan Pendidikan sebagai pembentuk manusia Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan dan Isi UUD 1945. Lembaga Pendidikan dan strukturnya disederhanakan, perkembangan Pramuka sangat diperhatikan pemerintah.kurikulum yang berlaku tunggal dari pusat sampai daerah.
|
3
|
Kurikulum 1975
|
Tujuan-tujuan pendidikan dijabarkan secara sentralistik yang dijabarkan melalui tujuan instruksional umum, tujuan instrksional khusus, dan berbagai rincian lainnya sehingga jelas apa yang akan dicapai melalui kurikulum tersebut. Kurikulum yang berlaku tunggal dan seragam dari pusat sampai daerah.
|
4
|
Kurikulum 1984
|
Masa ini ditandai dengan tiga ciri kebijakannya, yaitu semesta, meneluruh dan terpadu. Kebijakan ini menghendaki satu system dan pengelola tunggal terhadap system tersebut. Kurikulum seragam pada setiap jenjang dan jenis Pendidikan.
|
5
|
Kurikulum 1994
|
Kurikulum 1994 merupakan respons terhadap UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. UU ini memiliki semangat sentralistik yang kuat, kurikulum diatur secara nasional. Tujuan, isi, metode, dan evaluasi kurikukum, serta pembelajaran masih ditentukn oleh pemerintah pusat.
|
6
|
Kurikulum 2013
|
Pemerintah bertanggung jawab dalam mempersiapkan guru dan kepala sekolah untuk melaksanakan kurikulum. Pemerintah bertanggun gjawab dalam melakukan evaluasi pelaksanaan kurikulum secara nasional. Kurikulum seragam pada setiap jenjang dan jenis Pendidikan. Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi masih diatur oleh pusat. Tujuan, isi, metode, dan evaluasi kurikulum, serta pembelajaran masih ditentukan oleh pemerintah pusat.
|
Sumber: Pusat Kurikulum, 2007, Kemdikbud 2013.
Tabel 1 memperlihatkan bahwa hamper semua kurikulum yang berlaku di Indonesia (kecuali Kurikulum 2006) merupakan kurikulum sentralistik. Bahkan Kurikulum 2013 masih mempertahankan ciri sentralistiknya. Selain kelebihan, terdapat beberapa kekurangan dari manajemen kurikulum sentralistik, yaitu, pertama, wilayah yang cukup luas memiliki keragaman dalam kondisi, kebutuhan dan tingkat kemajuannya, kurikulum yang bersifat nasional tidak dapat mengakomodasi keragaman kondisi tersebut. Kedua, pemahaman dan penguasaan kurikulum nasional oleh para pelaksana di seluruh wilayah tanah air membutuhkan waktu yang relatif lebih lama, dan ketiga, penerapan satu jenis kurikulum untuk wilayah yang cukup luas dapat menghadapi banyak hambatan dan kemungkinan penyimpangan.
Kelebihan dan kekurangan jenis menajamen pengembangan kurikulum sentralistik memang sangat tergantung pada keragaman kondisi social, politik, budaya, dan ekonomi suatu negara atau daerah. Keragaman tersebut dapat juga menjadi kekuatan dan sekaligus kelemahan yang seharusnya dapat dikelola demi terlaksananya kurikulum untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kedua, manajemen pengembangan kurikulum desentralistik. Dalam manajemen kurikulum desentralistik, penyusunan desain, pelaksanaan dan pengedalian kurikulum (evaluasi dan penyempurnaan), dilakukan secara local oleh satuan Pendidikan. Penyusunan desain kurikulum dilakukan oleh guru-guru, melibatkan ahli, komite sekolah/madrasah, dan pihak-pihaklain dalam masyarakat yang memiliki perhatian dan kepedulian terhadap kurikulum. Pengembangan kurikulum demikian disebut pengembangan kurikulum berbasis sekolah (School Based Curriculum Development atau SBCD) atau bias disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikukum disusun pada setiap satuan Pendidikan sesuai dengan jenis, jalur dan jenjang pendidikannya.
Penyusunan jenis kurikulum SBCD dapat mencakup seluruh komponen kurikulum atau hanya sebagian komponen. Penyusunannya dapat dilakukan oleh seorang, sekelompok, atau seluruh guru dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan/program satuan Pendidikan dan sesuai dengan kondisi satuan pendidian dan masyarakat sekitarnya. SBCD merupakan pengembangan kurikulum yang berbeda bahkan dapat berlawanan dari pengembangan kurikulum birokratis (mengikuti gagasan, konsep pemegang kebijakan, hierarkis dari sekolah dasar sampai menengah).
Dalam pengembangan SBCD, desain kurikulum yang meliputi sasaran atau tujuan kurikulum, materi atau isi kurikulum, model pembelajaran dan penilaian hasil belajar disesuaikan dengan kebutuhn, tantangan, karakteristik, dan tahapan perkembangan sekokah dan masyarakat tempat sekokah berada. Kurikulum menjadi lebih bermakna karena bertolak dari situasi dan kondisi setempat dan diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan, tuntutan, dan perkembangan setempat.pengembangan kurikulum oleh satuan Pendidikan akan menghasilkan desain kurikulum yang beragam, tetapi lebih mudah dipahami, dikuasai, dan dilaksanakan oleh guru sebab mereka yang mengembangkan atau minimal ikut serta dalam pengembangannya.
Pengembangan kurikulum oleh satuan Pendidikan memiliki kelebihan yakni, pertama kurikulum sesuai dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, dan perkembangan satuan Pendidikan dan masyarakat setempat sehingga satuan Pendidikan secara langsung atau tidak langsung dapat membantu perkembangan masyarakat, dan kedua lebih mudah dilaksanakan karena desain kurikulum disusun oleh guru-guru sendiri dengan mempertimbangkan factor-faktor pendukung pelaksanaan yang ada dis ekolah dan masyarakat sekitar.
Pengembangan kurikulum oleh satuan Pendidikan juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu pertama, tidak semua guru memiliki keahlian dan kecakapan dalam pengembangan kuikulum, atau tidak semua satuan Pendidikan/daerah memiliki guru atau orang yang ahli atau cakap dalam pengembangan kurikulum. Kedua, kurikulum dapat berisfat local, lulusannya kurang memiliki kemampuan atau daya saing secara nasional. Ketiga, desain kurikulum sangat beragam, dapaat menimbulkan kesulitan dalam pengawasan dan evaluasi kurikulum dan evaluasi hasil belajar secara nasional, dan keempat, kepindahan peserta didik dari satu sekolah atau daerah ke sekolah atau daerah lain dapat menimbulkan kesulitan.
2. Pembelajaran Abad 21
Perkembangan dunia abad 21 ditandai dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam berbagai bidang kehidupan. Teknologi menghubungkan dunia yang melampaui sekat-sekat geografis sehingga dunia menjadi tanpa batas. Teknologi transportasi udara memberikan kemudahan menampuh perjalanan Panjang. Melalui media televisi, kejadian di suatu tepat dapat secara langsung diketahui dan dilihat di tempat lain yang berjarak sangat jauh pada waktu bersamaan. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi melalui internet memberi kemudahan pengiriman uang pada waktu yang sangat singkat, bahkan real team. Perkembangan teknologi menjadikan terjadinya perubahan kualifikasi dan kompetensi tenaga kerja.
Kualitas Pendidikan di Indonesia saat ii masih rendah. Hal ini diidukung Trisdiono (2013) bahwa memasuki abad 21 keadaan sumber daya manusia Indonesia tidak kompetitif. Perkembangan dunia abad 21 ditandai dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam segala segi kehidupan, termasuk dalam proses pembelajaran. Dunia kerja menuntut perubahan kompetensi. Kemampuan berpikir kritis, kreatif, memecahkan masalah, komunikatif, dan berkolaborasi menjadi kompetensi penting dalam memasuki kehidupan abad 21.
Menurut Jennifer Nichols (Daryanto dan Syaiful Karim, 2017:3), prinsip pokok pembelajaran abad ke-21, yaitu : (1) instructional should be student centered; (2) education should be collaborative; (3) learning should have contex; and (4) shools should be integrated with society. Untuk lebi jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut.
Pertama, Instructional should be student centered. Pengembangan pembelajaran seyogyanya menggunakan pendekatan pembelajaran yang berusat pada peserta didik. Peserta didik ditempatkan sebagai subyek yang secara aktif mengembangkan minat dan pptensi yang dimilikinya. Peserta didik tidak lagi dituntut untuk mendengarkan dan menghafal materi pelajaran yang diberikan guru, tetapi berupaya mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, sesuai dengan kapasistas dan tingkat perkembangan berfikirnya, sambal diajak berkontribusi untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang terjadi di masyarakat. Pembelajaran berpusat pada peserta didik bukan berarti guru menyerahkan control belajar kepada peserta didik sepenuhnya. Intervensi guru masih tetap diperlukan. Guru berperan sebagai fasilitator yang berupaya membantu mengaitkan pengetahuan awal (prior knowledge) yang telah dimiliki peseta didik dengan informasi baru yang akan dipelajari. Memberi kesempatan peserta didik untuk belajar sesuai dengan cara dan gaya belajarnya masing-masing dan mendorong peserta didik untuk bertanggung jawab atas proses belajar yang dilakukannya.
Kedua, Education should be collaborative. Peserta didik harus dibelajarkan untuk bias berkolaborasi dengan orang lain. Berkolaborasi dengan orang-ornag yang berbeda dalam latar budaya dan nilai-nilai yang dianutnya. Dalam menggali informasi dan membangun makna, peserta didik perlu didorong untuk berkolaborasi dengan teman-teman di kelasnya. Dalam mengerjakan suatu proyek, peserta didik perlu dibelajarkan bagimana menghargai kekuatan dan talenta setiap orang serta bagaimana mengambil peran dan menyesuaikan diri secara tepaat dengan mereka.
Ketiga, Learning should have contex. Pembelajaran tidsk akan banyak berarti jika tidak memberi dampak terhadap kehidupan peserta didik di luar sekolah. Oleh karena itu, materi pelajaran perlu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Guru mengembangkan metode pembelajaran yang memungkinkan peserta didik terhubung dengan dunia nyata (real word). Guru membantu peserta didik agar dapat menemukan nilai, makna dan keyakinan atas apa yang sedang dipelajarinya serta dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-harinya. Guru melakukan penilaian kinerja peserta didik yang dikaitkan dengan dunia nyata.
Keempat, Schools should be integrated with society. Dalam upaya mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang bertanggung jawab, sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi peserta didik untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya. Misalnya, mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat dimana peserta didik dapat belajar mengambil peran dan melakukan aktivitas tertentu dalam lingkungan social. Peserta didik dapat dilibatkan dalam berbagai pengembangan program yang ada di masyarakat, seperti: program kesehatan, Pendidikan, lingkungan hidup dan sebagainya. Selain itu, peserta didik perlu diajak pula mengunjungi panti-panti asuhan untuk melatih kepekaan empati dan kepedualiaan sosialnya.
Dengan kekuatan teknologi dan internet, peserta didik sast ini bias berbuah lebih banyak. Ruang gerak social peserta didik tidak lagi hanya di sekitar sekolah atau tempat tinggalnya, tapi dapat menjangkau lapisan masyarakat yang ada di berbagai belahan dunia. Pendidikan perlu membantu peserta didik menjadi warga digital yang bertanggung jawab.
PENUTUP
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Manajemen kurikulum merupakan bagian integral dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Lingkup manajemen kurikulum meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum. Pada tingkat satuan Pendidikan kegiatan kurikulum lebih mengutamakan untuk merealisasikan dan merelevansikan antara kurikulum nasional (standar kompetensi/kompetensi dasar) dengan kebutuhan daerah dan kondisi sekolah yang bersangkutan, sehingga kurikulum tersebut merupakan kurikulum yang integritas dengan peserta didik maupun dengan lingkungan di mana sekolah itu berada.
2. Prinsip dan fungsi manajemen kurikulum meliputi produktivitas, demokratisasi, koperatif , efektivitas dan efisiensi serta mengarahkan visi, misi, dan tujuan yang ditetapkan dalam kurikulum.
3. Pembelajaran abad 21 meliputi, antara lain: Pertama, pengembangan pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Kedua, peserta didik harus dibelajarkan untuk bias berkolaborasi dengan orang lain. Ketiga, materi pelajaran perlu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Keempat, sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi peserta didik untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya.
DAFTAR PUSTAKA
Daryanto, dan Syaiful Karim. 2017. Pembelajaran Abad 21. Malang: Gava Media.
Depdiknas. 2004. Standar Kompetensi Taman Kanak-Kanak dan Raudhatul Athfal. Jakarta.
Hamalik, Oemar. 2007. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hernawan dan R. Cynthia. 2011. Pengertian, Dimensi, Fungsi, dan Peranan Kurikulum. Jakarta: Rajawali Pres.
Nasution. 2012. Kurikulum & Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Soetopo, Hendyat. 2009. ‘’Manajemen Berbasisi Sekolah & Kurikulum Berbasis Kompetensi (Bunga Rampai Pokok Pikiran Pembaharuan Pendidikan di Indonesia)’’. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Soetopo, Hendyat dan W. Soemanto. 1991. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2001. Pembaharuan Kurikulum Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suryosubroto. 2010. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Triwijayanto, Teguh. 2013. Hakikat Manusia, Aliran-Aliran, Sistem, Layanan & Persoalan Pendidikan. Malang: FIP UM.
2015. Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.