Olahraga Permainan Tradisional dan Pelestarian Budaya Lokal
Endang Komara
Guru Besar Sosiologi Pendidikan Kopertis Wilayah IV Dpk pada Magister Pendidikan IPS
Jabatan Ketua Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Pasundan
*e-mel: endang_komara@yahoo.co.id
Abstrak
Olahraga adalah kegiatan menggerakkan badan dan pikiran yang bertujuan untuk menguatkan, menyehatkan, serta menjaga kualitas kesehatan tubuh dan pikiran. Ada banyak sekali jenis olahraga di dunia ini, seperti sepak bola, tenis, renang serta banyak lainnya. Kita tinggal pilih olahraga apa yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan kita. Selain olahraga yang sudah mendunia itu, ada juga olahraga yang asli dari negara kita, seperti balap karung, bambo gila, pencak silat dan sebagainya. Jika kita terus memainkan dan menjaganya, tentu olahraga milik kita ini akan tetap ada, bahkan bisa jadi mendunia suatu hari kelak. Kearifan local adalah berbagai pola tindakan dan hasil budaya materialnya. Dalam arti yang luas itu, maka diartikan bahwa kearifan local itu terjabar ke dalam seluruh warisan budaya, baik yang tangible maupun yang intangible. Seluruh hasil budaya suatu (suku) bangsa adalah sosok dari jati diri dari pemikirannya. Jati diri bangsa itu bukanlah sesuatu yang statis tetapi mengalami perubahan, fungsi dalam berbagai pranata social, berupa pengayaan budaya maupun percerabutan akar budaya tradisi lama.
Kata Kunci olahraga, permainan, tradisional, pelestarian, budaya, local.
Traditional Game Sports and the Preservation of Local Culture
Endang Komara
Professor sociology Education Kopertis Region IV Dpk on the Master of Education IPS
Position Chairman High School Teacher and Science education (STKIP) Pasundan
e-mel: endang_komara@yahoo.co.id
Abstract
Sport is an activity aimed to strengthen, nourish and keep the quality of body and mind. There are many types of sports in the world. However, there are only a few correspond to Indonesia local culture. Therefore, it is a high time to preserve traditional game sport. By preserving traditional game sport, it is expected that the local wisdom will also be generated. Local wisdom is various pattern of action and resulted in cultural artefact. In the broadest sense it is interpreted that the local wisdom unfold to in whole heritage culture, both tangible as well as the intangible. Whole results culture a (tribe) of the nation is figure from teak self from his thoughts. Teak self nation that is not something static but experience changes, function in various social institutions, be fine enrichment culture as well competation root culture old tradition.
Keywords sports, games, traditional, preservation, culture, local.
Pendahuluan
Indonesia negeri yang kaya, sentuhan-sentuhan kearifan lokalnya tidak hanya tercermin dalam berbagai kerajinan, tetapi juga tervisualisasi dalam budaya social. Jika dikupas satu persatu mengenai kultur permainan tradisonal, permainan-permainan itu memiliki arti yang dalam. Tidak hanya pada efek sosialisasi, tetapi juga cetusan euphoria cinta. Rasa cinta dari orang tua, cinta kepada lingkungan, dan empati kepada teman.
Sebagai cetusan cinta atau ungkapan kasih saying, permainan tradisional terasa mengalir, sehingga tanpa bantuan alat pun sentuhan itu muncul. Seperti yang diketahui, sentuhan-sentuhan ikhlas mampu merangsang ribuan impuls saraf menjadi aktif. Dalam permainan ancung-ancung misalnya, terdapat gerakan orang tua mengayun-ayun anak dengan kaki sambal menyanyi ancung-ancung misalnya, terdapat gerakan orang tua mengayun-ayun anak dengan kaki sambal menyanyi ancung-ancung. Selain itu, embek-embekan, dalam permainan ini orang tua menjadi kambing dan anak menungganginya.
Keberagaman Indonesia begitu luas hingga permainan tradisional pun bercabang luar biasa. Boleh jadi suatu saat permainan-permainan tradisional ini akan diadopsi ke dalam permainan virtual. Akan tetapi, apakah efek positif yang ditimbulkan sama? Tentu tidak! Dalam permainan ta’patung atau lebih dikenal dengan patung-patungan atau putri salju, di akhir permainannya ada sesi menjadi patung, tidak boleh tertawa atau bahkan tersenyum. Bayangkan bagaimana rasanya mengganggu seseorang hingga mau tertawa? Rasa kedekatan dan persahabatan seperti itu tidak dapat diadopsi dalam permainan virtual.
Seperti dijelaskan oleh Fad (2014:6), bahwa manusia tidak bisa membendung teknologi, bagaimanapun teknologi diperlukan untuk membantu kehidupan manusia, yang menjadi kewajiban ialah menyeimbangkannya hingga efek samping kemajuan teknologi dapat diperkecil. Orang tua memegang peranan penting dalam keseimbangan itu, terutama yang berkaitan dengan permainan tradisional. Orang tua yang sedikit banyak punya andil menyajikan permainan-permainan modern maka sangat bijak untuk memperbolehkan anak piawai menggunakan permainan-permainan modern. Akan tetapi, bagaimana caranya agar anak tetap tertarik bersosialisasi dengan perasaan gembira? Untuk itulah permainan tradisional perlu diperkenalkan kembali kepada anak-anak.
Diperlukan pula regenerasi dan revisualisasi pada permainan tradisional karena pemburuan membuatnya menarik dan mudah diterima. Modifikasi diharapkan dapat menjembatani perbedaan kepentingan dan ‘’beban’’ antaranak zaman computer dan zaman ‘’jamuran’’. Oleh karena itu, permainan zaman ‘’jamuran’’ pun bisa diterima oleh anak zaman komputer.
Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari Bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal (local wisdom) biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut. Kearifan lokal ada dalam cerita rakyat, peribahasa, lagu dan permainan rakyat. Kerifan local sebagai suatu pengetahuan yang ditemukan oleh masyarakat lokal tertentu melalui kumpulan pengalaman dalam mencoba dan diintegrasikan dengan pemahaman terhadap budaya dan keadaan alam suatu tempat.
Menurut Reiza (2018), 10 macam kearifan lokal Indonesia. Pertama, sasi (Maluku). Sasi merupakan aturan adat yang menjadi pedoman setiap warga Maluku dalam mengelola lingkungan termasuk pedoman pemanfaatan sumber daya alam. Kedua, Tembawai (Dayak Iban_Kalimantan Barat). Tembawai merupakan hutan rakyat yang dikembangkan oleh masyarakat Dayak Iban di Kalimantan Barat, yang di dalamnya terdapat tanaman produktif seperti durian. Ketiga, Hompongan (Orang Rimba Jambi). Hompongan merupakan hutan belukar yang melingkupi kawasan inti pemukiman orang Rimba (di Kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi) yang sengaja dijaga keberadaannya yang berfungsi sebagai benteng pertahanan dari pihak luar. Keempat, Awig-Awig (Lombok Barat dan Bali). Awig-Awig memuat aturan adat yang harus dipenuhi setiap warga masyarakat Lombok Barat dan Bali, dan sebagai pedoman dalam bersikap dan bertindak terutama dalam berinteraksi dan mengelola sumber daya alam dan lingkungan. Kelima, Repong Damar (Krui-Lampung Barat). Repong Damara tau Hutan Damar merupakan model pengelolaan lahan bekas lading dalam bentuk wanatani yang dikembangkan oleh masyarakat Krui di Lampugn Barat, yaitu menanami lahan bekas lading dengan berbagai jenis tanaman, antara lain Damar, karet, durian.. Keenam, Kapamalian (Banjar Kalimantan Barat). Kapamalian merupakan aturan-aturan (pantangan) dalam pengelolaan lingkungan misalnya, larangan membuka hutan keramat. Ketujuh, Monoposad dan Moduduran (Bolaang Mongondow Sulawesi Selatan). Moposad dan Moduduran merupakan pranata tolong menolong yang penting untuk menjaga keselarasan lingkungan. Kedelapan, Undang-Undang Simbur Cahaya (Lahat Sumatera Selatan). Undang-Undang Simbur Cahaya yang sebagian substansinya mengatur tentang pentingnya pelestarian lingkunga. Kesembilan, Ke-Kean (Sumatera Selatan). Pengetahuan Ke-Kean adalah perhitungan waktu yang tepat untuk menanam jenis tanaman tertentu yang dikaitkan dengan ilmu perbintangan. Kesepuluh, Rimba Kepungan Sialang (Melayu Riau). Masyarakat Melayu mengenmai pembagian hutan tanah yang terdiri dari 3 (tiga) bagian tanah perladangan: rimba larangan, rimba simpanan (hak ulayat), dan rimba kepungan sialang.
Pembahasan
Olahraga tradisional di Indonesia
Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan permainan tradisional. Jika permainan rakyat ini dikembangkan dan diatur sedemikian rupa, tidak mustahil akan menjadi cabang olahraga yang dikenal dunia. Jika kita amati sejarah dari berbagai ragam olahraga saat ini, umumnya berasal dari permainan sederhana. Seiring waktu, lalu dibuat aturan baku serta pengembangan bentuk barunya. Lalu setelah itu, diperkenalkan ke orang banyak dan kemudian dilombakan.
Permainan rakyat yang ada di negara Indonesia juga bisa dibuat mendunia seperti cabang-cabang olahraga yang sudah ada saat ini. Caranya adalah dengan mengenali dan memainkannya.
Menurut FE (2017) permainan rakyat di Indonesia di antaranya adalah:
1. Balap Karung
Balap karung adalah permainan tradisional yang sering diselenggarakan pada peringatan kemerdekaan Indonesia. Hamper semua pulau di Indonesia mengenal dan memainkannya. Permainan ini berupa perlombaan berlari memakai karung goni untuk mencapai garis finish secepat mungkin. Permainan memasukkan badan bagian bawah hingga pinggang, lalu melompat-lompat sampai garis akhir. Balap karung tidak hanya dimainkan orang dewasa, anak-anak juga memainkan. Bagi pemenang akan disediakan hadiah. Biasanya hadiah dikumpulkan dari hasil iuran warga setempat. Selain untuk ajang hiburan dan olahraga, balap karung juga mengajarkan makna perjuangan, kebersamaan, dan rasa tanggung jawab.
2. Bambu Gila
Bambu gila adalah permainan tradisional dari daerah Maluku. Permainan ini dimainkan oleh beberapa orang yang berjejer memeluk sebatang bambu sepanjang dua setengah meter. Lalu, seorang sesepuh akan memandu permainan dengan diiringi musik perkusi. Bambu yang dipegangi tersebut lama-kelamaan akan semakin berat dan bergerak kian-kemari. Para pemain akan kesulitan memegangi dan mengendalikan bamboo. Para pemain yang tak kuat akan terjatuh.
3. Bakiak
Bakiak adalah permainan tradisional yang menggunakan bakiak panjang diberi beberapa selop dari karet di atasnya. Lalu, pemain menyorongkan kaki pada masing-masing selop dan saling memegangi pemain di depannya. Permainan ini membutuhkan kekompakan tim. Tujuan dari permainan ini adalah berjalan seirama menuju titik akhir yang ditentukan. Sejarahnya, bakiak, yang bernama lain tarompa galuak, ini berasal dari Sumatra Barat. Bakiak termasuk salah satu permainan yang dilombakan saat perayaan kemerdekaan Indonesia.
4. Bebedilan
Bebedilan ialah permainan perang-perangan. Senjata yang dipakai untuk perang adalah bedil/senapan dari pelapah daun pisang. Pelepah daun pisang tersebut dirancang menyerupai bedil/senapan tentara. Permainan ini sudah ada semenjak zaman penjajahan.
5. Benteng
Benteng adalah permainan tradisional yang dimainkan oleh dua kelompok. Masing-masing kelompok harus mencari bentengnya, biasanya berupa tiang atau pohon. Tujuan dari permainan ini adalah mengambil alih benteng lawan. Caranya dengan menyentuh benteng lawan atau dengan cara menawan pemain lawan. Cara menawan pemain lawan adalah dengan menyentuh tuguhnya. Permainan ini membutuhkan strategi seperti sedang perang. Dalam satu kelompok, anggota akan berbagi tugas menjadi penyerang, pengganggu, mata-mata, dan penjaga benteng.
6. Boy-boyan
Boy-boyan adalah permainan tradisional yang berasal dari Jawa Barat. Permainan sejenis juga dimainkan di berbagai daerah di Indonesia dengan nama berbeda. Permainan ini dimainkan oleh dua kelompok. Alat yang digunakan adalah bola dan pecahan genteng atau batu tipis. Cara mainnya adalah pemain terdiri atas pelempar bola dan penjaga genteng. Posisi ini ditentukan dari hasil hompimpa. Pihak yang kalah menjaga genteng, sedang yang menang jadi pelempar bola. Pelempar harus melempar susunan genteng dari jarak tiga meter hingga roboh. Jika sudah roboh, pihak yang kalah akan mengambil bola lalu melemparkannya kea rah tim pelempar. Pihak pelempar harus menghindari bola tersebut sambal menata ulang genteng yangvtadi roboh. Permainan usai jika pelelmpar berhasil menyusun kembali genteng atau pihak penjaga berhasil melempar bola dan mengenai seluruh anggota kelompok pelempar.
7. Cato/Catur Karo
Cato/catur Karo adalah permainan catur khas Karo yang berasal dari Sumatra Utara. Permainan ini mirip dengan catur biasa. Hal yang berbeda adalah jumlah anak caturnya. Pada buah hitam terdapat dua ratu dan semua buah berjumlah 17. Sedangkan buah putih berjumlah 20 dengan penambahan tiga pion.
Perjalanan raja seblum skak mat dalam cato bisa bergerak layaknya langkah kuda (gerakkan huruf L), langkah vertical dua kotak, dan langkah horizontal dua kotak. Seseorang yang mahir memainkan cato otomatis akan mahir catur biasa. Sedangkan yang mahir di catur biasa belum tentu mahir memainkan cato.
8. Cato (Catur Aceh)
Cato atau catur Aceh dimainkan pada papan bergaris. Buah cato ditaruh pada titik pertemuan garis. Permainan olah pikiran ini memiliki dua jenis. Cato perang dan cato harimau (cato rimueng). Pada jenis cato perang, pemenangnya adalah yang menghabiskan buah lawan lebih dulu. Sedangkan pada jenis cato harimau, pemenangnya adalah yang bisa menghabiskan buah kambing. Sedangkan untuk pemegang buah kambing, ia dikatakan menang bila bisa mengurung buah harimau hingga tidak bebas bergerak lagi.
9. Congklak
Di Sumatra, dikenal dengan congkak, di Jawa menyebutnya dhakon, sedangkan di Sulawesi disebut makaotan. Congkak dimainkan oleh dua orang. Papan congkak dibuat seperti perahu dengan banyak ada 7 (tujuh) lubang dikedua sisi dan 2 (dua) di tiap ujung. Selain di kedua ujung, lubang-lubang itu diisi dengan 7 (tujuh) biji atau batu berukuran kecil.
Salah satu pemain memulai permainan dengan mengambil salah satu isi lubang, lalu mengisi lubang-lubang yang dialuninya searah jarum jam. Pemain tersebut akan terhenti jika ia bertemu dengan lubang kosong. Lalu, gentian pemain lawan yang main. Tujuan permainan itu ialah mengumpulkan biji congklak sebanyak-banyaknya ke lumbung induk.
10. Debus
Debus merupakan kesenian bela diri yang memperagakan kekebalan tubuh pemain. Aksi yang sering dipertontonkan adalah memakan api tanpa terbakar, berguling di atas serpihan kaca, dan banyak lagi peragaan kekebalan lainnya. Kesenian bela diri ini berasal dari Banten. Satu yang pasti, kesenian ini hanya boleh dilakukan orang yang sudah terlatih.
11. Egrang
Egrang adalah galah bamboo panjang yang dipasangi penopang kayu pada batangnya untuk tempat berdiri. Di berbagai daerah, permainan ini dikenal dengan nama berbeda-beda. Di Sumatra Barat disebut tengkuk, Jawa Tengah disebut jangkungan, serta banyak nama lainnya.
Tujuan permainan ini ialah berlari paling cepat mengalahkan lawan menggunakan egrang. Pada pertunjukkan budaya, egrang juga sering dimainkan. Butuh kemampuan dalam menjaga keseimbangan tubuh yang bagus untuk bisa memainkan egrang.
12. Galah Asin/Gobak Sodor
Galah asin punya banyak nama di tiap daerah. Permainan tradisional ini dimainkan secara beregu di lapangan. Biasanya, dimainkan di lapangan bulu tangkis atau lapangan yang ditandai dengan garis persegi.
Tujuan permainan ini adalah menghadang lawan agar tak berhasil melewati tahapan-tahapan garuis secara bolak-balik. Regu penjaga garis akan berjaga di tiap garis vertical maupun horizontal. Sedangkan regu pemain berusaha melewati garis dengan sigap agar tidak tersentuh penjaga. Permainan ini membutuhkan kecepatan berlari, strategi, dan kerjasama tim yang baik.
13. Gasing
Nama permainan ini di tiap daerah berbeda-beda. Di Jawa Barat dan Jakarta disebut gangsing atau panggal. Di lampung disebut pukang. Di Maluku disebut apiong. Di Nusa Tenggara Barat disebut maggasing. Di Sumatra Barat disebut gasing.
Menurut ahli arkeologi, gasing adalah permainan tertua di dunia. Sebagian besar gasing terbuat dari kayu. Pada bagian tengah bawahnya dipasang besi sebagai titik poros. Besi itu berfungsi sebagai titik keseimbangan saat tali ditarik oleh pemain.
Cara memainkan permainan ini adalah dengan melilitkan tali pada gasing. Pegang ujung tali, lalu lempar gasing ke tanah. Gasing akan berputar-putar untuk beberapa saat. Bentuk gasing bermacam-macam. Ada yang slinder, kerucut, atau bulat lonjong, tergantung asal daerah.
14. Geude-geudeu
Olahraga tradisional ini berasal dari Aceh. Olahraga ini mirip dengan gulat. Greudeu-greudeu dimainkan oleh tiga orang laki-laki. Permainan ini dimainkan di atas jerami pada malam hari. Zaman dulu, permainan ini digelar untuk menyambut musim panen.
Petarung dibagi dua kelompok. Pertandingan dimulai dengan seorang penantang yang maju menantang dua orang lawannya (disebut pihak penerima tantangan). Si penantang diperbolehkan menggunakan berbagai pukulan nuntuk menjatuhkan dua lawannya, sedang si penerima tantangan hanya boleh membanting dan menghempaskan si penantang dengan kedua tangan berpegangan.
Jika pegangan tangan pihak penerima tantangan lepas dan salah satu dari mereka roboh, si penantang menang. Pada babak berikutnya, posisi peran akan bertukar sehingga tiap pemain akan merasakan sebagai si penantang.
15. Gulat Bob
Gulat bob adalah olahraga gulat tradisional yang berasal dari Marind Kimaan, Papua. Pada mulanya, gulat ini adalah aturan adat yang merupakan warisan nenek moyang masyarakat Marind Anim.
Gulat ini dilakukan oleh dua pihak yang bermasalah. Setelah gulat selesai, diharapkan dua pihak tersebut akan berdamai. Namun seiring waktu, gulat bob berubah jadi permainan tradisional.
16. Kambing-kambingan
Permainan ini berasal dari Minang, Sumatra Barat. Dimainkan oleh lebih dari enam orang. Sebelum mulai, akan ditentukan siapa yang akan jadi kambing, harimau, dan penjaganya (kandang).
Kambing adalah sasaran tangkap harimau. Sedangkan pemain yang lain bertugas menjaga kambing dengan membuat barisan lingkaran sambal merentangkan tangan, saling berpegangan.
Pada awal permainan, kambing dikurung di dalam kandang atau dalam lingkaran. Harimau akan mencoba mebobol kandang. Jika harimau berhasil masuk, kambing boleh keluar dari kandang untuk menyelamatkan diri. Lalu, harimau akan mengejarnya sampai dapat. Jika berhasil, maka harimau yang menang. Begitu pun sebaliknya.
17. Karapan Sapi
Karapan sapi adalah permainan tradisional dari Madura, Jawa timur. Bentuk permainan ini adalah seorang joki akan menarik dua sapi yang dikaitkan pada gerobak secepat-cepatnya agar bisa mengalahkan sapi-sapi peserta lain.
Sebelum dipacu, sapi-sapi peserta lomba tersebut akan diarak keliling lapangan mengenakan pakaian berhias. Tujuannya ialah untuk melemaskan otot-otot sapi tersebut.
18. Kelereng
Menurut sejarah, kelereng sudah dimainkan sejak 300 tahun sebelum Masehi di mesir Kuno. Di negara kita, permainan kelereng yang sering dimainkan adalah bentuk permainan porces.
Cara permainan porces adalah pertama-tama gambar bentuk segitiga sama kaki pada tanah yang datar. Lalu, masing-masing pemain (minimal tiga orang) menaruh kelereng sejumlah kesepakatan bersama pada segitiga. Setelahnya, pemain akan diundi untuk menentukan siapa yang berhak menembak kelereng di dalam segitiga duluan. Tujuan permainan ini adalah menghabiskan semua kelereng yang ada di dalam segitiga. Setelah habis, tiap pemain adakan membidik kelereng gaco lawan.
19. Kaghati
Anak Indonesia harus bangga budaya bangsanya. Dari hasil penelitian ahli sejarah, diketahui bahwa salah satu layang-layang tertua di dunia berasal dari Indonesia. Kaghati berarti laying-layang. Kaghati berasal dari pulau Muna, Sulawesi Tenggara. Lukisan pad gua Sugipatini menunjukkan sebuah gambar laying-layang prasejarah berumur lebih dari 4000 tahun. Masysrakat setempat menyebut layangan ini dengan kaghati kalope.
Layangan yang diterbangkan terbuat dari daun kalope (gadung) yang sudah dikeringkan. Ujung-ujung daun itu dipotong, lalu disatukan menggunakan lidi dari bamboo. Sedangkan untuk tali, digunakan serta nanas hutan. Tradisi kaghati masih diperingati sampai saat ini.
20. Lompat Tali
Lompat tali adalah salah satu permainan tradisional yang banyak dimainkan oleh anak perempuan di berbagai daerah di Indonesia. Ada beragam jenis permainan tali ini. Tali yang dipakai biasanya berupa karet yang dirangkai jadi panjang.
Permainan ini dimainkan oleh minimal tiga orang. Pertama-tama, undi melalui hompimpa atau suit untuk menentukan siapa yang jadi penjaga tali. Setelahnya, dua penjaga tali akan merentangkan tali. Ketinggian pada permainan ini dimulai dari semata kaki, selutut, sepinggang, sedada, setelinga, sekepala, lalu sejengkal dari kepala, dan paling atas sejunjung. Para pemain secara bertahap melewati rintangan tali tersebut tanpa tersangkut. Jika ada pemain yang gagal melewati tali, ia akan bertukar posisi menjadi penjaga tali. Begitu seterusnya.
21. Meriam Bambu
Meriam bamboo berasal dari daerah Kepulauan Riau. Meriam bamboo juga dimainkan di berbagai daerah di Indonesia, hanya saja namanya berbeda. Cara mainnya cukup mudah. Sediakan batang bambu sepanjang lebih kurang sati setengah meter dan lubangi ruasnya.
Lubangi pada salah satu ujung bamboo seukuran jari tangan. Lalu, isi lubang tersebut dengan meinyakang. tanah. Untuk membuatnya meledak seperti suara Meriam, masukkan api menggunakan barang kayu ke dalam lubang tadi.
Permainan ini biasanya dimainkan saat bulan Ramadhan di berbagai daerah. Bagi yang bunyi ledakannya paling kuat, tim itulah pemenangnya.
22. Pacu Jalur
Pacu jalur adalah perlombaan olahraga air dari Kuantan, Kepulauan Riau, yang menggunakan jalur (perahu). Perahu yang dipakai pada perlombaan ini berbeda dengan perahu biasa, panjangnya mencapai 25-40 meter. Peserta yang ikut bermain dalam satu tim terdiri dari 40-60 orang. Perahu-perahu yang diperlombakan dihias sedemikian rupa dengan warna-warni mencolok. Pada kepala perahu biasanya sengaja diukir menyerupai bentu binatang, seperti kepala harimau, naga, dn lainnya. Pemenangnya adalah perahu yang paling cepat sampai garis akhir.
23. Pacu Jawi
Pacu jawi sekilas hamper sama dengan karapan sapi, di mana joki berdiri di antara dua sapi yang berlari kencang. Namun pacu jawi dilombakan tidak di lapangan, melainkan di tengah sawah berlumpur. Selain itu, pacu jawi digelar tunggal, artinya dua sapi yang dipacu tidak punya lawan. Sebab, aspek yang dinilai adalah harus tidaknya kedua sapi tersebut berlari dan berapa lama waktu yang ditempuhnya.
Permainan tradisional ini berasal dari Sumatra Barat dan digelar sebagai acara tahunan. Pacu jawi ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Dulunya, permainan ini digelar sebagai hiburan sehabis panen oleh petani.
Pelestarian Budaya Lokal
Masyarakat terbentuk terbentuk melalui sejarah yang panjang, perjalanan berliku, tapak demi tapak, trial and error. Pada titik-titik tertentu terdapat peninggalan-peninggalan yang eksis atau terekam sampai sekarang yang kemudian menjadi warisan budaya. Menurut Davidson (1991:2) warsin budaya diartikan sebagai produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-tradisi yang berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang menjadi elemen pokok dalam jatidiri suatu kelompok bangsa. Jadi wrisan budaya merupakan hasil budaya fisik (tangible) dan nilai budaya (intangible) dari masa lalu.
Nilai budaya dari masa lalu (intangible heritage) inilah yang berasal dari budaya-budaya local yang ada di Nusantara, meliputi: tradisi, cerita rakyat dan legenda, Bahasa ibu, sejarah lisan, kreativitas (tari, lagu, drama pertunjukan), kemampuan beradaptasi dan keunikan masyarakat setempat (Galla, 2001:12). Kata local disini tidak mengacu pada wilayah geografis, khususnya kabupaten/kota, dengan batas-batas administrative yang jelas, tetapi lebih mengacu pada wilayah budaya yang seringkali melebihi wilayah administratif dan juga tidak mempunyai garis perbatasan yang tegas dengan wilayah budaya lainnya. Kata budaya local juga bisa mengacu pada wilayah miliki penduduk asli (inlander) yang telah dipandang sebagai warisan budaya. Berhubung pelaku pemerintahan Republik Indonesia adalah bangsa sendiri, maka warisn budaya yang ada menjadi milik bersama. Ini berbeda situasinya dengan negara Australia dan Amerika yang warisan budayanya menjadi milik penduduk asli secara eksklusif sehingga penduduk asli mempunyai hak melarang setiap kegiatan pemanfaatan yang akan berdampak buruk pada warisan budaya mereka (Frankel, 1984).
Warisan budaya fisik (tangible heritage) sering diklasifikasikan menjadi warisan budaya tidak bergerak (immovable heritage) dan warisan budaya bergerak (movable heritage). Warisan budaya tidak bergerak biasanya berada di tempat terbuka dan terdiri dari: situs, tempat-tempat bersejarah, bentang alam darat maupun air, bangunan kuno dan/atau bersejarah, bentang alam darat maupun air, bangunan kuno dan/atau bersejarah, patung-patung pahlawan (Galla, 2001:8). Warisan budaya bergerak biasanya berada di dalam ruangan dan terdiri dari: benda warisan budaya, karya seni, arsip, dokumen, dan foto, karya tulis cetak, audiovisual berupa kaset, video, dan film (Galla, 2001:10).
Pasal 1 the World Heritage Convention membagi warisan budaya fisik menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu monument, bangunan, dan situs (World Heritage Unit, 1995:45). Yang dimaksud dengan monument adalah hasil karya arsitektur, patung dan lukisan yang monumental, elemen atau struktur tinggalan arkeologis, prasasti, gua tempat tinggal, dan kombinasi fitur-fitur tersebut yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, budaya dan ilmu pengetahuan. Yang dimaksud dengan situs adalah hasil karya manusia atau gabungan karya manusia dana lam, wilayah yang mencakup lokasi yanag mengandung tinggalam arkeologis yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, estetika, etnografi atau antropologi.
Warisan budaya fisik dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1992, tentang Benda Cagar Budaya disebut sebagai ‘’benda cagar budaya’’ yang berupa benda buatan manusia dan benda alam yang dianggap mempunyai nlai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sedangkan lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya disebut ‘’situs’’ (pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1992). Benda cagar budaya dan situs dipelajari secara khusus dalam disiplin ilmu arkeologi yang berupa mengungkapkan kehidupan manusia di masa lalu melalui benda-benda yang ditinggalkannya. Ini berbeda dengan disiplin ilmu sejarah yang berupaya mengungkapkan kehidupan manusia di masa lalu melalui bukti-bukti tertulis yang ditinggalkannya.
Beragam wujud waraisan budaya local memberi kita kesempatan untuk mempelajari kearifan local dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi di masa lalu. Masalahnya kearifan local tersebut seringkali diabaikan, dianggap tidak ada relevansinya dengan masa sekarang apalagi masa depan. Dampaknya adalah banyak warisan budaya yang lapuk dimakan usia, terlantar, terabaikan bahkan dilecehkan keberadaannya. Padahal banyak bangsa yang kurang kuat sejarahnya justru mencari-cari jatidirinya dari tinggalan sejarah dan warisan budaya yang sedikit jumlahnya. Kita sendiri bangsa Indonesia yang kaya dengan warisan budaya justru mengabaikan asset yang tidak ternilai tersebut. Sungguh kondisi yang kontradiktif.
Kita sebagai bangsa dengan jejak perjalanan sejatah yang panjang sehingga kaya dengan keanekaragaman budaya local seharusnya mati-matian melestarikan warisan budaya yang sampai kepada kita. Melestarikan tidak berarti membuat sesuatu menjadi awet dan tidak mungkin punah. Melestarikan berarti memelihara untuk waktu yang sangat lama. Jadi upaya pelestarian warisan budaya local bererati upaya memelihara warisan budaya local untuk waktu yang sangat lama.
Karena upaya pelestarian merupakan upaya memelihara untuk waktu yangs angat lama maka perlu dikembangkan pelestarian sebagai upaya yang berkelanjutan (sustainable).jadi bukan pelestarian yang hanya metode sesaat, berbasis proyek, berbasis donor dan elitis (tanpa akar yang kuat di masyarakat). Pelestarian tidak akan dapat bertahan dan berkembang jika tidak didukung oleh masyarakat luas dan tidak menjadi bagian nyata dari kehidupan kita. Para pakar pelestarian harus turun dari menara gadingnya dan merangkul masyarakat menjadi pecinta pelestarian yang bergairah. Pelestarian jangan hanya tinggal dalam buku tebal disertasi para doktor, jangan hanya diperbincangkan dalam seminar, apalagi hanya menjadi hobi orang-orang tertentu. Pelestarian harus hidup dan berkembang di masyarakat. Pelestarian harus diperjuangkan oleh masyarakat luas (Hadiwinoto, 2002:30).
Kesimpulannya, pelestarian akan dapat sustainable jika berbasis pada kekuatan dalam, kekuatan local, kekuatan swadaya. Karenanya sangat diperlukan penggerak, pemerhati, pecinta dan pendukung dari berbagai lapisan masyarakat. Untuk itu perlu ditumbuhkembangkan motivasi yang kuat untuk ikut terderak berpartisipasi melaksanakan pelestarian, antara lain:
1. Motivasi untuk menjaga, mempertahankan dan mewariskan warisan budaya yang diwarisinya dari generasi sebelumnya;
2. Motivasi untuk meningkatkan pengetahuan dan kecintaan generasi penerus bangsa terhadap nilai-nilai sejarah kepribadian bangsa dari masa ke masa melalui pewarisan khasanah budaya dan nilai-nilai budaya secara nyat yang dapat dilihat, dikenang dan dihayati;
3. Motivasi untuk menjamin terwujudnya keragaman atau variasi lingkungan buadaya;
4. Motivasi ekonomi yang percaya bahwa nilai budaya local akan meningkat bila terpelihara dengan baik sehingga memiliki nilai komersial untuk meningkatkan kesejahteraan pengampunya; dan
5. Motivasi simbolis yang meyakini bahwa budaya local adalah manifestasi dari jatidiri suatu kelompok atau masyarakat sehingga dapat menumbuhkembangkang rasa kebanggaan, harga diri dan percaya diri yang kuat.
Kesimpulan
Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka dapat penulis simpulkan ke dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Olahraga tradisional merupakan olahraga yang berasal asli dari berbagai daerah di Wilayah Indonesia. Olahraga tradisional ini memang kurang dikenal akan tetapi disebagian daerah olahraga tradisional ini cukup popular dan sering dimainkan. Akan tetapi pada saat ini olahraga tradisional mulai tergerus oleh permainan-permainan modern yang menjadikan orang-orang pada zaman sekarang kurang bahkan tidak mengetahui olahraga tradisional yang saat ini masih dipertandingkan seperti: pencak silat, enggrang, karapan sapi, Tarik tambang, bakiak, galah asin/gerobak sodor, dan phantol.
2. Budaya local yang beraneka ragam merupakan warisan budaya yang wajib dilestarikan. Ketika bangsa lain yang hanya sedikit mempunyai warisan budaya local berusaha keras untuk melestarikannya demi sebuah identitas, maka sungguh naif jika kita yang memiliki banyak warisan budaya local lantas mengabaikan pelestariannya demi menggapai burung terbang sementara punai di tangan dilepaskan.