PERAN DAN TANTANGAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Oleh:
Prof. Dr. Uman Suherman AS., M.Pd dan Prof Dr Endang Komara, M.Si


ABSTRAK
Pemahaman tentang peran dan pengembangan profesionalitas konselor atau guru bimbingan dan konseling merupakan hal yang sangat diperlukan, mengingat kedudukan konselor atau guru bimbingan dan konseling merupakan pendidik profesional yang bertugas memberikan layanan ahli dalam bimbingan dan konseling. Bentuk layanan ahli tersebut harus dilandasi oleh penguasaan kompetensi akademik dan kompetensi profesional konselor atau guru bimbingan dan konseling.
Tantangan masyarakat dan peserta didik zaman now dalam revolusi industry 4.0 adalah setiap anak manusia (peserta didik), disentuh dan bersentuhan dengan teknologi sejak dia lahir bahkan sejak dalam kandungan. Hal itulah yang terjadi di alam revolusi industri 4.0 sekarang ini. Oleh karena itu tantangan masa depan dalam revolusi industri 4.0 antara lain berkaitan dengan akselerasi teknologi dan sains, tren politik, kekuatan ekonomi, tren sosial budaya modern, perubahan peta pengetahuan dan era post modern yang menuntut berbagai perubahan Pendidikan.
Kata Kunci: Tantangan bimbingan, konseling, era revolusi industri 4.0.

PENDAHULUAN
Pemahaman tentang pengembangan profesionalitas guru bimbingan dan konseling atau konselor sangatlah diperlukan, mengingat kedudukan guru bi mbingan dan konseling yang bertugas memberikan layanan ahli bimbingan dan konseling. Bentuk layanan ahli ini meliputi pemberian layanan pendukujg peserta didik (student support services), yaitu men-suport perkembangan aspek-aspek pribadi, sosial, karier, dan akademik peserta didik. Selain itu, melalui pengembangan menu program bimbingan dan konseling, guru bimbingan dan konseling atau konselor memberikan layanan kepada peserta didik dalam perencanaan individual (individual student planning), pemberian pelayanan responsive, dan pengembangan dukungan sistem (system support). Semua pelaksanaan fungsi tersebut harus dilandasi oleh penguasaan pada kompetensi akademik maupun kompetensi profesional guru bimbingan dan konseling atau konselor.
Profesi konselor di sekolah memiliki peranan untuk mendorong perkembangan individu, membantu memecahkan masalah dan mendorong tercapainya kesejahteraan (ell being) individu secara fisik, psikologis, intelektual, emosional ataupun spiritual. Untuk bekerja efektif sebagai konselor, diperlukan Pendidikan khusus dalam bidang pengembangan manusia dan konseling. Menurut Gladding ( Hidayat dan Herdi: 2014:114), ada 3 (tiga) tingkat pemberi bantuan, yakni pemberian bantuan non profesional, pemberi bantuan praprofesional, dan pemberi bantuan profesional.
Pemberian bantuan non profesional adalah orang-orang yang tidak mendapatkan pelatihan/pendidikan dalam membantu orang yang membutuhkan, mereka itu seperti teman, kolega, relawan,  yang tidak dilatih, dan penyelia dalam sebuah perusahaan. Mereka ini umumnya orang-orang yang memiliki kebijaksanaan dan keterampilan pada tingkat yang berbeda-beda. Pemberi bantuan paraprofesional adalah bekerja layanan kemanusiaan yang mendapatkan beberapa pelatihan formal dalam keterampilan hubungan manusia. Mereka biasanya bekerja sebagai bagian dari tim tertentu dan tidak bekerja secara individu.misalnya teknisi kesehatan mental, kepolisian (bagi nara pidana dalam masa percobaan), bekerja penitipan anak, dan guru bimbingan dan konseling atau konselor remaja.  Apabila dilatih dan diawasi dengan baik, paraprofessional ini akan memberikan dampak positif dalam memfasilitasi hubungan yang baik, dan akan mendorong terciptanya kesehatan mental individu dalam lingkungan social. Pemberi bantuan professional adalah mereka yang secara khusus dididik untuk memberi bantuan, baik pada tingkat preventif maupun kuratif (penyembuhan). Mereka adalah pekerja social, psikiater, psikolog, guru bimbingan dan konseling atau konselor. Guru bimbingan dan konseling atau konselor membantu konseli membuat keputusan dan pemecahan masalah seputar kehidupan pribadi, keluarga, Pendidikan, kesehatan mental dan karir.
Tantangan masa depan dalam revolusi industry 4.0 antara lain berkaitan dengan akselerasi teknologi dan sains, tren politik, kekuatan ekonomi, tren social budaya modern, perubahan peta pengetahuan, dan era post modern yang menuntut berbagai perubahan dapat direalisasikan. Sistem Pendidikan jangan hanya berbasis pada input dan proses yang dipandang kurang dinamis, kurang efisien, dan mengarah pada stagnasi pedagogik. Jika ingin melakukan perubahan sedikit saja maka biayanya sangat mahal dan teknisnya sangat rumit. Semua komponen iinput dan proses, dari hulu sampai hilir, mulai dokumen kurikulum, pelatihan guru sampai lembar kerja peserta didik, harus diubah. Hal tersebut telah mengakibatkan sistem Pendidikan cenderung tidak efisien dan sulit beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan aspirasi serta kebutuhan masyarakat.
Menyikapi kondisi tersebut dengan memperhatikan tuntutan revolusi industry 4.0, dengan berbagai dampak dan permasalahannya terhadap setiap bidang kehidupan manusia maka diperlukan adanya penyesuaian manajemen Pendidikan dalam berbagai level. Hal itu dilakukan agar kita tidak terpuruk dalam era digital ini. Hal yang perlu diingat bahwa tujuan pendidikannya sama, yakni mengacu pada tujuan Pendidikan nasional yang tertera dalam Undang-Undang Sisdiknas Tahun 2003. Selain itu, yang diperlukan adalah bagaimana kita mengelola Pendidikan yang tepat, cocok dan sesuai dengan kebutuhan sekarang dan masa depan. Dalam hal ini, kita tidak perlu mengubah arah angina, tetapi bagaimana caranya menyesuaikan dengan arus angina, agar program-program yang dikembangkan bias berjalan dengan lancar.

PEMBAHASAN
A.   Peran Bimbingan dan Konseling
Layanan bimbingan konseling pada dasarnya adalah pendidikan dan koseling merupakan suatu kegiatan pembelajaran, namun pendekatan yang digunakan maupun Teknik yang dipergunakan tidak sama dengan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Proses pembelajaran dikarenakan pendekatannya juga berbeda dengan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru mata pelajaran.
Pembelajaran dalam konseling dapat dilakukan secara individual maupun secara kelompok, tetapi tidak dapat dilakukan secara klasikal karena jumlah anggota kelompok dalam konseling maksimal 10 orang. Tujuan utama yang ingin dicapai adalah menolong individu mampu menolong dirinya sendiri. Pembelajaran merupakan salah satu aktivitas dalam proses Pendidikan atau juga sering disebut bahwa pembelajaran sebagai aspek Pendidikan dan melakukan proses yang mendasar dalam aktivitas pendidikan di sekolah. Guru sebagai pendidik melakukan rekayasa pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku. Guru mendesain instruksional dalam pembelajaran agar kegiatan dan materi pembelajaran dapat dilakukan dengan sistematik, efisien dan efektif. 
Untuk memahami lebih mendalam apa itu pembelajaran dapat dilihat pengertian pembelajaran. Dimyati dkk. (1999:297), pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat peserta didik belajar secara aktif yang menyediakan pada penyediaan sumber belajar UUSPN No. 20 Tahun 2003, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai suatu proses belajar yang dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan terhadap materi pembelajaran dengan baik. 
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada intinya pembelajaran suatu interaksi antara guru dengan peserta didik dengan memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar.  Dalam hal guru memiliki tugas memberikan fasilitas dan kesempatan serta membuat terjadinya aktivitas belajar bagi peserta didik dan pembelajaran merupakan aspek Pendidikan. Pembelajaran merupakan salah satu aktivitas dalam proses Pendidikan. 
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Butir 6 menegaskan bahwa konselor adalah pendidik, sebagaimana juga guru mata pelajaran, dosen, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur dan fasilitator. Karena konselor adalah pendidik maka konseling adalah Pendidikan. Dengan demikian pelayanan konseling adalah pelayanan Pendidikan. Konseling dapat dikataan bahwa konseling adalah proses pembelajaran seperti pembelajaran yang dilakukan oleh guru, dosen, widyaiswara, tutor, instruktur, namun cara atau metodanya yang berbeda.
Tujuan utama layanan konseling adalah mengajari konsele untuk mampu menolong dirinya sendiri dan berdasarkan asas kemandirian, konseling adalah membelajarkan konsele menjadi individu yang mandiri. Begitu juga dalam Pendidikan sebagai usaha sadar untuk mendewasakan individua tau peserta didik yaitu dewasa jasmani, dewasa rohani dan dewasa sosial.
Ada empat pilar pendidikan yang mengarahkan pelaksanaan Pendidikan menurut UNESCO (1996) yaitu:
1.    Learning to know, belajar untuk tahu.
2.    Learning to do, belajar untuk melakukan.
3.    Learning to live together, belajar untuk hidup bersama.
4.    Learning to be, belajar untuk menjadi diri sendiri dan selanjutnya Prayitno (2009) menambahkan yang kelima yaitu:
5.    Learning believe in God, belajar beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.  
Konseling adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru bibingan konseling/konselor sekolah, maka sifat pembelajaran berbeda dengan pembelajaran yang dilakukan oleh guru bidang studi, begitu juga materi pembelajaran, pendekatan dan Teknik yang digunakan dalam konseling. Konseling memiliki empat sifat, yaitu (1) konseling sebagai proses, (2) konseling sebagai hubungan spesifik, (3) konseling membantu konsele (suatu bantuan) dan (4) konseling untuk mencapai tujuan.
Pertama, konseling sebagai proses adalah konseling itu suatu proses, maka dilakukan secara berkesinambungan atau keterlanjutan, konseling bukan suatu peristiwa sesaat (saat terjadi suatu persitiwa). Proses memiliki makna, bahwa konseling juga dimungkinkan ada selang waktu tertentu yang diperlukan dalam hubungan konseling dalam menyelesaikan masalah yang dialami oleh konsele (client0. Konseling tidak selalu dilakukan sekali pertemuan saja, melainkan dapat dilakukan beberapa kali pertemuan sampai konseling dinyatakan selesai. Adapun indicator bahwa konseling dinyatakan apabila konsele telah menemukan cara untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya, atau konsele merasa sudah tidak lagi ada masalah dalam dirinya, tetapi juga konseling dinyatakan selesai apabila konsele mundur/tidak mau lagi melanjutkan konseling Bersama konselornya. Konselor mengalihtangankan konsele kepada kopnselor lain atau terapis lain dengan alas an seperti konselor tidak mampu lagi membantu konsele karena masalah konsele di luar kemampuannya dan/masalah yang dihadapi konsele ada di luar kewenangan konselor. Namun perlu diketahui bahwa konseling hanya dilakukan satu kali pertemuan karena memang masalah yang dihadapi konsele tidak terlalu berat.
Kedua, konseling sebagai hubungan spesifik. Hubungan antara konselor dengan konsele merupakan unsur penting dalam konseling. Dalam hubungan konseling, konselor harus  membangun hubungan dengan baik (support) dalam pengertian bahwa konselor sejak awal konseling sudah harus memulai menciptakan support antara dirinya (konselor) dengan konselenya dan keharusan seorang konselor untuk tetap membina dn mememlihara rapport dengan konsele selama proses konseling berjalan sampai konseling diakhiri. Hubungan   yang baik selama proses konseling akan dapat menentukan keberhasilan konseling atau sebaliknya yaitu karena hubungan konselor dan konsele kurang baik selama proses konseling, maka kemungkinan dapat terjadi proses konseling mengalami kegagalan.
Dalam kehidupan bermasyarakat ‘’hubungan’’ individu satu sama lain selalu ada. Misalnya hubungan anak dengan orang tua, hubungan suami dan istri, guru dengan peserta didik, hubungan pejabat dengan rakyat. Namun demikian, dalam hubungan konseling dimaksudkan sebagai hubungan yang harus dibangun secara sepsifik/khusus yang berbeda dengan hubungan yang dicontohkan tersebut. Hubungan konseling memerlukan adanya keterbukaan, kepercayaan, kesukarelaan, pemahaman, penghargaan secara positif tanpa syarat dan membutuhkan adanya empati. Pada awal hubungan konseling, seorang konselor hendaknya mampu menciptakan rapport sehingga hubungan menjadi kondusif. Artinya konsele dalam proses konseling, tidak ragu lagi terhadap konselor, konsele bebas mengemukakan berbagai informasi sebagai dasar untuk mencari solusi (pemecahan masalah0, konsele mendapatkan rasa aman.
Ketiga, konseling adalah membantu konsele.  Hubungan konseling sifatnya membantu (helping), hubungan konseling berbeda dengan memberi (guvung) atau mengambi alih pekerjaan orang lain. Membantu bukanlah memberi nasihat, saran, rekomendasi, membujuk, tetapi memberi kepercayaan, tanggung jawab kepada konsele untuk mengambil keputusan sendiri  dala akhir konseling, konsele dan konselor saling percaya, saling memahami fugsi masing-masing dan saling menghargai satu sama lainnya (konseler vs konsele). Sesuai dengan fungsi masing-masing konselor dan konsele akan dapat memperoleh jalan dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh konselenya. Dan dalam pengambilan keputusan konselor tidak memaksakan kehendaknya dan keputusan tetap ada pada diri konsele sendiri, namun demikian seorang konselor juga akan mengkaji keputusan yang diambil oleh konsele. Dalam hal ini konselor dapat melakukan pemantapan denga cara melakukan eksplorasi tentang dasar pembuatan suatu keputusan, sehingga konselor dapat melakukan advice persuasive atau melakukan rejection tersamar maupun direct rejection, apabila ternyata keputusan tersebut membahayakan dirinya atau membahayakan orang lain, maka seorang konselor akan melakukan rejection tersamar.
Jadi hubungan konseling merupakan hubungan yang sifatnya membantu individu bermasalah secara ikhlas. Dalam membantu sifat hubungan konselor dan konsele saling percaya mempercayai, memahami peranan masing-masing, saling menghargai, saling terbuka, saling bertanggung jawab dalam memecahkan masalah. Adapun hasil akhir konseling tetap merupakan tanggung jawab diri konsele sendiri, konsele mampu menolong dirinya sendiri, dan itulah sebenarnya tujuan akhir dari konseling.
Keempat, konseling untuk mencapai tujuan. Konseling dilakukan untuk mencapai pemahaman (Counseling to the understand to themselfes and world) (Bruce Shetzer et.al 1981 dan self acceptance, proses belajar dari berperilaku maladaltive menjadi  adaftive dan belajar melakukan pemahaman lebih luas tentang diirnya yang tidak membuat know about tetapi juga bagaimana belajar (how to learn) sejalan dengan kualitas dan kapasitasnya. Tujuan akhir konseling yang utama adalah membantu individu agar mampu menolong dirinya sendiri dan tujuan konseling tersebut pada hakikatnya sejalan dengan tujuan individu, yaitu aktualisasi diri dan berbahagia dalam hidupnya di dunia dan akhirat.
Peranan bimbingan konseling dlam pembelajaran yang dilakukan oleh guru di dalam kelas. Banyak orang mempersepsikan (misperseption) salah terhadap layanan bimbingan konseling di sekolah, termasuk guru mata pelajaran, kepala sekolah, orang tua muris, bahkan peserta didik itu sendiri. Seperti bimbingan konseling hanya berperan sebagai menangani anak nakal, anak tak disiplin/terlambat, peserta didik yang tidak membayar SPP, pekerjaannya menghukum anak yang bersalah dan sebagainya, maka guru bimbingan konseling dijuluki sebagai ‘’Polisi sekola’’ (Giyono, 2007). Bimbingan konseling memiliki banyak peran dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam kelas antara lain: mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pembelajaran, melakukan analisis hasil pembelajaran, sebagai konsultan, dan sebagai konselor.
     
B.   Era  Revolusi Industri 4.0
Era revolusi industri 4.0 adalah nama tren otomasi dan pertukaran data terkini dalam teknologi pabrik. Istilah ini mencakup sisitem siber fisik, internet untuk segala, komputasi awan, dan komputasi kognitif. Industry 4.0 menghasilkan ‘’pabtik cerdas’’. Di dalam pabrik cerdas berstruktur moduler, system siber fisik mengawasi proses fisik, menciptakan Salinan dunia fisik secara virtual, dan membuat keputusan yang tidak terpusat Lewat Internet untuk segala (IoT, system siber fisik berkomunikasi dan bekerja sama dengan satu sama lain dan manusia secara bersamaan. Lewat komputasi  awan, layanan internal dan lintas organisasi disediakan dan dimanfaatkan oleh berbagai pihak di dalam rantai nilai.
Revolusi industri 4.0 telah memperkenalkan teknologi produksi massal yang fleksibel. Salah satu karakteristik dari revolusi industry 4.0 adalah kecerdasan buatan atau yang sering disebut Al Artificial Intelligence. Salah satunya penggunaan  komputerisasi dan robot yang bertujuan untuk menggantikan tenaga manusia menjadi murah, cepat, efektif dan efisien.
Dalam laporan terbaru bertajuk ‘Automation and the future of work in Indonesia’ yang dirilis September 2019. McKinsey & Company menyebut aka nada 23 juta pekerjaan di Indonesia yang tergantikan  robot pada tahun 2030. Meski begitu, ada 27-46 juta pekerjaan baru yang tercipta yang mana 10 juta diantaranya pekerjaan yang belum pernah ada sebelumnya. Pekerjaan yang hilang tersebut terutama yang bercirikan pada aktivitas fisik berulang yang terprediksi. Misalnya, pekerjaan terkait pengumpulan data atau pemrosesan  data yang jumlah pekerjaannya digantikan robot di atas 70 persen. Sementara pekerjaan baru yang akan lahir lebih banyak terkait dengan  mengelola orang, menyediakan keahlian, dan berinteraksi dengan orang atau instansi lain.
Menurut Jatmikowati (2019), pentingnya SDM dikaji dari berbagai elemen, antara lain: Pertama, politik, sadar akan kebutuhan SDM dalam persaingan revolusi industri 4.0. Presiden menyampaikan Pidato Kenegaraan RI pada 16 Agustus 2019 agar Indonesia mampu mencetak SDM unggul yang mampu bersaing di kancah global. Kedua, ekonomi, empat tahun yang lalu, Lembaga riset McKinsey sudah merilis bahwa dampak dari Revolusi Industri 4.0, 3.000 kali lebih dahsyat daripada revolusi industri pertama. Dampak secara langsung sudah mulai terasa di tengah masyarakat dengan hadirnya sejumlah startup atau perusahaan berbasis digital, yang membuat kehidupan lebih mudah dan menggeser sejumlah jenis pekerjaan konvensional. Tidak dapat dipungkiri, kehadiran revolusi industry keempat memang sebuah ancaman tersendir bagi tenaga kerja saat ini. Hal itu diamine Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani, yang menilai bahwa tenaga kerja yang terancam  adalah mereka yang tidak memiliki keterampilan untuk beradaptasi dalam berbagai pekerjaan jenis baru.
Karena itu harus ada langkah strategis dan terarah dalam mengantisipasi bila terjadi ledakan jumlah tenaga kerja yang tidak terampil pada sector formal. Tak ada salahnya pemerintah mendengarkan saran dari pihak Apindo perlunya perubahan pola Pendidikan dan pola vokasi di negeri ini. Dibutuhkan keterampilan spesifik berkaitan teknologi digitalisasi. Memang, menyiapkan tenaga kerja yang bias beradaptasi dengan perubahan yang diakibatkan oleh Revolusi Industri 4.0 adalah sebuah pekerjaan rumah tersendiri bagi pemerintah. Beruntung pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), terus mempersiapkan tenaga kerja yang mampu beradaptasi, berdaya saing, dan bertahan di tengah perubahan dunia kerja. Pihak Kemenaker mengklaim telah mengeluarkan sejumlah kebijakan dan program berkaitan dengan peningkatan askes dan mutu, pelatihan vokasi sebagai upaya mencetak sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dan berdaya saing. Sementara itu, pihak Kemenperin mengandalkan sejumlah program Pendidikan dan pelatihan vokasi. Sebut saja, Pendidikan vokasi yang link and match antara industri  dan sekolah menengah kejuruan. Kompetensi SDM dalam menyongsong revolusi industry 4.0 tidak bias ditawar lagi. Kompetensi SDM terkait perubahan dunia kerja adalah kunci sukses bila tidak ingin menjadi penonton dalam Revolusi Industri 4.0 di mana terjadi perubahan yang. Begitu cepat dan massif. Kita berharap kehadiran roadmap making Indonesia 4.0 yang sudah menjadi agenda nasional bila menjadi pegangan yang konsisten. Tentu, sukses menyambut Revolusi Industri 4.0 bukan tugas pemerintah semata, tetapi dibutuhkan dukungan segenap komponen bangsa.
Ketiga, psikologi, mengingat besarnya dampak yang timbul dari revolusi industri 4.0 tentu berpengaruh bagi kesiapan mental seluruh masyarakat. Untuk itu kesiapan sumber daya manusia harus benar-benar matang. Sumber daya manusia bisa ditingkatkan melalui Pendidikan. Pendidikan merupakan hal asasi manusia sehingga memiliki peran penting dalam kehidupan bermasyarakat. Seperti yang tertera dalam pasal 31 ayat (1) Undang-Undang dasar 1945 yang menyebutkan bahwa: setiap warga negara berhak mendapatkan Pendidikan. Pendidikan adalah salah satu hal penting, sehingga mendorong pemerintah untuk terus meningkatkan kualitas layanan Pendidikan. Salah satu langkah yang dipilih oleh pemerintah adalah dikeluarkannya kebijakan system zonasi di manan anak-anak akan belajar di lingkungan sekitar tempat tinggalnya sendiri. Lingkungan Pendidikan yang nyaman untuk anak bias mendukung psikologi anak tetap stabil dan lebih optimal dalam mengemban ilmu mempersiapkan diri menghadapi revolusi industri 4.0.
         Keempat, sosiologi. Revolusi industri telah mengubah tatanan dunia secara cepat, perubahan yang terjadi tidak lagi memakan waktu  yang lama. Perubahan itu hanya memerlukan waktu yang sangat singkat. Fenomena yang terjadi melipui offline menjadi online, media cetak menjadi media sosial, dunia nyata. Namun perubahan tersebut mengubah tatanan sosial, nilai-nilai kebudayaan. Industry banyak berkembang menjadikan modernisasi meningkat dan manusia semakin menggunakannya yang kemudian menganggap alam menajdi sesuatu yang bias diperalat oleh karena itu kerusakan ekologi cepat bertaut. Revolusi industri berdampak pada persoalan yang berkaitan dengan hilangnya nilai-nilai social di masyarakat ditandai dengan gaya hidup konsumtif, kebebasan tanpa batas, hilangnya perilaku di dunia nyata. Namun pada segala kemudahan dari teknologi canggih tersebut mempunyai dampak besar bagi manusia karena tenaga manusia berkurang secara cepat dan akhirnya banyak pengangguran. Agar tidak menjadi pengangguran maka tiap individu mutlak harus memiliki kompetensi untuk siap bersaing. Kompetensi ini bias diasah melalui Pendidikan formal maupun non formal berupa bimbingan teknis dan sebagainya. Serta Pendidikan karakter yang kuat agar tidak kehilangan jati diri bangsa.
Kelima, filsafat. Perkembangan internet di era revolusi industry keempat  membuat manusia sebagai subjek dari revolusi industri itu sendiri harus bias tetap berpedoman dan berpegang teguh pada jati diri  bangsa agar keharmonisan dalam hidup bermasyarakat tetap terjaga dan bahkan lebih mudah karena adanya karingan komunikasi digital.

PENUTUP   
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
A.    Peran Pendidikan konseling mencerdaskan untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan, kepribadian yang mantap dan juga kepribadian yang harus bias mandiri, serta menumbuhkan rasa tanggung jawab di dalam jiwa anak. Disinilah Pendidikan tidak hanya berperan untuk intelek saja, namun Pendidikan juga hrus mampu membuat dirinya  berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
B.    Bimbingan konseling merupakan jantung hati dari kegiatan proses belajar mengajar di sekolah. Karena bimbingan konseling berperan sebagai  salah satu bimbingan yang memberikan pertolongan kepada sekumpulan individu untuk bias mengatasi segala masalah yang ada di dalam kehidupannya, menyikapinya dengan baik dan juga dapat mencapai rasa sejahtera di dalam hidupnya.
C.   Revolusi industri 4.0 merupakan fenomena yang mengkolaborasikan teknologi cyber dan teknologi otomatisasi. Konsep penerapannya berpusat pada konsep otomatisasi yang dilakukan oleh teknologi tanpa memerlukan tenaga kerja manusia dalam proses  pengaplikasiannya. Ada 9 (Sembilan) macam teknologi yang akan menjadi pilar utama perkembangan Revolusi Industri 4.0, antara lain: Internet of Things (IoT), Big Data, Argumented Reality, Cyber Security, Artifical Intelegence, Addictive Manufacturing, Simulation, System Integration, dan Cloud Computing.
DAFTAR PUSTAKA


Dimyati dan Mujiyono. (1999). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Jatmikowati, Sri Hartini. 2019. Urgensi SDM di Era Revolusi Industri 4.0. Dalam Kabarjatim, Rabu 30 Oktober 2019. 

Giyono. (2007). Persepsi Guru Mata Pelajaran terhadap Pelayanan Bimbingan Konseling di Sekolah. Bandar Lampung: Penelitian.
     
Hidayat, Rahmat dan Herdi. (2014). Bimbingan Konseling: Kesehatan Mental di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. (2018). Implementasi Kurikulum 2013 Revisi Dalam Era Revolusi Industri 4.0. Bandung: Bumi Aksara.

Prayitno. (2009). Wawasan Profesional Konseling. Padang: Universitas Negeri Padang.