PERAN KEPOLISIAN DALAM MENGATASI TAWURAN PELAJAR (Studi Kasus di SMK PGRI 1 Kota Serang)
Oleh:
Endang Komara dan Anis Boehari
ABSTRAK
Penelitian ini menyoroti tentang fenomena tawuran pelajar SMK PGRI 1 Kota Serang yang mengganggu ketertiban dan keamanan masyrakat serta menimbulkan banyak kerugian, berbagai upaya telah dilakukan pihak sekolah dan orang tua namun tawuran pelajar masih terjadi. Oleh karena itu diperlukan peran kepolisian setempat dalam mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab terjadinya tawuran antar pelajar, dan peran lembaga kepolisian kecamatan kota Serang dalam upaya mengatasi tawuran pelajar serta kesulitan yang dihadapi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif tipe studi kasus dengan lokasi penelitian di SMK PGRI 1 Kota Serang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara, observasi di lapangan dan dokumentasi.Teknik analisis data dilakukan melalui reduksi data, penyajian data dan verifikasi data. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tawuran antarpelajar di SMK PGRI 1 Kota Serang (a) disebabkan oleh faktor psikologis, lingkungan keluarga yang tidak kondusif, kurangnya penanaman nilai-nilai karakter yang berbasis agama, tidak dapat memanfaatkan waktu luang dengan baik, serta pengaruh teman sebaya terhadap perilaku negatif. (b) Upaya yang dilakukan kepolisian kecamatan kota Serang mengutamakan upaya preventif. berupa penyuluhan, meningkatkan razia di tempat-tempat keramayan pada saat jam belajar, meningkatkan kerja sama dengan pihak sekolah dan masyarakat. Selain itu melakukan upaya represif meliputi mengagalkan dan membubarkan dengan cara paksa bila sedang terjadi tawuran pelajar, dan mengamankan para siswa yang melakukan tawuran untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Lanmgkah selanjutnya memanggil pihak orang tua, pihak sekolah dan perwakilan dari tokoh masyarakat untuk mendamaikan keduanya. (c). Kendala yang dihadapi pihak kepolisian kurangnya jumlah personil, minimnya saranan dan prasarana, serta lemahnya perangkat hukum untuk memberikan sangsi yang tegas.
Kata Kunci: Peran Kepolisian, Tawuran Pelajar
ABSTRACT
This research focuses on engaging in a gang fighting phenomenom of SMK PGRI student Kota Serang which disturb the ordelines, the safety of society and cause much harm, various efforts have been done by the school and parents but it still happens. Therefore it is required the role of the local police to solve that problem. This research aims to find out the cause of a gang fighting among the students, the role of the police agencies in Kota Serang subdistrict to solve it and the difficulties in facing it. The research is used a qualitative approach with descriptive type of case studies method and the location of the studies in SMK PGRI 1 Kota Serang. Data collection is performed using the interview, observation in the field and documention. Data analysis techniques is conducted through data reduction, presentation of data, and verification of data. The result of the research can be concluded that a gang fighting among students in SMK PGRI 1 Kota Serang (a) Caused by psychological factors, family environment which is not good, the lack investmen of character value based on religion, can not use the leisure time well and peer influence effects the negative behavior. (b) The efforts which is done by the police subdistrict is priotised at preventif efforts, like counseling, increasing the raids in the crowded place during the school hours, improving the cooperation with the school and the society. In additional, they do the repressive efforts, like fooling and forcing to break the gang fighting up and arresting the students who did to be responsible of it. The next step is calling the parents, the school and the representative of society prominent figure to reconcile both of them. (c) The Obstacle faced by the police is the lack of the personnel, tool and infra structure and the weak of law to give the strict punishment.
Keyword: Role of Police, Student Gang Fighting.
I. Pendahuluan
Fenomena tawuran pelajar ini merupakan bagian dari kekerasan di lingkungan masyarakat dan ini terus terjadi berulang ulang dan nampaknya peristiwa tersebut akan berkelanjutan, dimana obyeknya sama namun pelakunya yang beralih dari dan ke generasi selanjutnya. Permasalahan tawuran kini telah meluas ruang lingkupnya hingga ke hal-hal yang sudah tergolong dalam lingkup kriminalitas. Hal ini karena dalam sebuah fenomena sosial pasti terdapat efek beruntun ataupun efek bersamaan. Biasanya tawuran ini pada umumnya terjadi akibat fanatisme para remaja yang berlebihan terhadap terhadap almamater inilah yang menjadi pemicu tawuran. Siswa pemilik almamater biasanya tidak akan tinggal diam jika ada sekolah lain merendahkan sekolahnya. Akibatnya munculah perlawanan dan tawuran. Faktor lain juga muncul akibat adanya bentuk solidaritas semu dikalangan para remaja, kecintaan terhadap golongan/kelompok.
Tawuran antar pelajar semakin menjadi semenjak terciptanya gang-gang sekelompok anak sekolah yang ada di sekolah tersebut. Kasus kekerasan dikalangan pelajar semakin nekad dan mengarah pada tindak pidana, seperti kasus baku hantam siswa telah menggunakan senjata tajam nyaris menimbulkan korban jiwa. Mereka sudah tidak merasa bahwa perbuatan yang dilakukan tersebut sangatlah tidak terpuji dan bisa menggangu ketenangan, ketertiban. bahkan menimbulkan kerugian masyarakat sekitar. Berbagai segmen masyarakat berusaha mengidentifikasi penyebab aksi-aksi tawuran pelajar yang dari hari kehari tak pernah kunjung berahir dan berbagai pemikiran para ahli dikemukakan sebagai bentuk usaha mencari solusi penyelesaiannya,
Di dalam teori Emile Durkheim, dalam Anwar,Yesmil dan Adang. (2013:93). disebutkan terdapat dua kelompok sosial. Yaitu kelompok sosial yang bersolidaritas mekanik dan kelompok sosial yang bersolidaritas organik. Lebih lanjut menjelaskan bahwa: Kelompok sosial yang bersolidaritas mekanik ialah kelompok yang mengutamakan persamaan perilaku dan sikap sehingga suatu perbedaan tidak dibenarkan didalam kelompok ini. Kesadaran kolektif pada kelompok ini merupakan kesadaran bersama yang mencakup keseluruhan kepercayaan kelompok yang sifatnya memaksa sehingga bisa mempersatukan semua anggota kelompok agar menjadi equilibrium (seimbang).
Kelompok sosial yang bersolidaritas organik ialah kelompok yang mengikat masyarakat yang lebih kompleks. Terdapat banyak perbedaan sehingga anggota kelompok hanya mau bekerja untuk mencapai tujuan mereka sendiri. Dalam kelompok ini, terdapat spesifikasi masyarakat yang lebih rinci dan dipersatukan oleh saling tergantungnya antar bagian dalam masyarakat tersebut. Tidak berfungsinya salah satu bagian akan membuat kelompok bersolidaritas organik menjadi disequilibrium (Tidak seimbang).
Jika kita melihat dari teori kelompok berbasis solidaritas diatas, ternyata di sekolah (misalnya SMK PGRI 1 Kota Serang) itu terdapat dua buah solidaritas. Yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas mekaniknya dapat kita lihat di dalam sekolah, anggota-anggota sekolah memiliki kesadaran dan tujuan yang sama, yaitu membuat SMK PGRI 1 Kota Serang menjadi kuat dan ditakuti oleh sekolah lain. Disitu terlihat ikatan yang mengutamakan persamaan perilaku dan sikap. Sedangkan solidaritas organiknya dapat kita lihat di tingkat kabupaten dan kota Serang terdapat banyak SMK. Dan SMU Namun, SMK. Dan SMU tersebut sama sekali tidak akrab, malah tawuran.
Salah satu upaya yang dilakukan Kepolisian untuk mengendalikan tawuran pelajar siswa SMK PGRI 1 Kota Serang dengan upaya preventif. Upaya ini dilakukan oleh personil Binmas sebagai perwakilan Kepolisian bekerjasama dengan Diknas Pendidikan Kota Serang mengadakan pembinaan dan penyuluhan-penyuluhan di Sekolah-Sekolah Umum (SMU) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Dalam upaya preventif terhadap kasus tawuran pelajar Kepolisian Kecamatan Kota Serang memberikan informasi dan sosialisasi kepada para siswa SMK PGRI 1 Kota Serang seputar dampak negatif yang ditimbulkannya akibat tawuran pelajar, melalui kegiatan pembina upacara yang dilaksanakan rutin setiap hari senin disekolah-sekolah, namun upaya yang sudah di lakukan ini masih belum begitu efektif.
Secara keseluruhan seringkali pihak kepolisian dalam menangani tindak pidana tawuran mengalami kendala dan masalah yang sama terhadap para pelaku tawuran pelajar. diantaranya belum adanya Undang-undang yang mengatur secara tegas mengenai pelajar yang melakukan aksi-aksi anarkis ketika terjadi tawuran, dan sarana parasarana yang kurang mendukung. Menurut Soerjono Soekanto dalam Hartono (2009:88) menyatakan bahwa sarana dan fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting dalam penegakan hukum, tanpa adanya sarana dan fasilitas tersebut tidak akan mungkin penegak hukum secara aktual menyelaraskan peran yang seharusnya dengan peran aktual. Dalam hal ini kondisi sarana dan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah sangat terbatas atau kurang memadai kalaupun ada kondisinya sudah tidak layak. Hal inilah yang turut membuat penyidikan anak akan semakin lama dan dikhawatirkan akan dapat membuat mental anak sendiri menjadi turun.
Dari penelitian sebelumnya Sarwirini, tahun 2011 dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya dalam jurnalnya yang berjudul “kenakalan anak (Juvenile Delinquency) kualitas dan upaya penanggulangannya”. memberikan kesimpulan sebagai berikut: kausalitas dari timbulnya kenakalan anak dan upaya penanggulangannya dapat ditinjau, baik dari perspektif yuridis maupun non yuridis (khususnya kriminologi). Jika kedua perspektif tersebut digunakan secara tepat sesungguhnya akan menunjang Sistem Peradilan Anak yang bertujuan untuk perbaikan dan pertumbuhan fisik dan psikis yang baik, yang berguna bagi perkembangan pribadi dan sosial anak di kemudian hari. Untuk itulah para pihak yang terkait (khususnya aparat penegak hukum) harus melaksanakan penegakan hukum pidana anak yang berlandaskan pada Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak secara konsisten dan konsekuen.Berkaitan dengan itu, peneliti dalam tugas akhir tesis ini mengambil judul “Peran Kepolisian dalam Menangani Tawuran Pelajar (Studi Kasus di SMK PGRI 1 Kota Serang)
Masalah utama dari penelitian ini adalah peran Kepolisian Kecamatan Serang dalam upaya menangani masalah tawuran pelajar yang dilakukan oleh siswa SMK PGRI 1 Kota Serang yang sudah merugikan berbagai pihak baik siswa itu sendiri maupun pihak pihak yang terkena dampaknya.
Tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran secara deskriptif analisis tentang bagaimana peran Kepolisian dalam menanganani kasus kasus tawuran pelajar yang terjadi lingkungan sekolah kejuruan PGRI 1 Kota Serang yang di bawah naungan kementrian pendidikan dan kebudayaan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Mengidentifikasi latar belakang terjadinya tawuran pelajar; (2) Mengkaji peran Kepolisian dalam mencegah terjadinya tawuran pelajar; (3) Mengidentifikasi kesulitan kesulitan apa saja yang dialami Kepolisian dalam mencegah tawuran pelajar.
II. Kajian Teoretis
A. Institusi Polri
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Online.(2005) dalam http://kbbi.web.id/. memberikan arti polisi adalah; (1). Badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (menangkap orang yang melanggar hukum dan sebagainya). (2). Anggota badan pemerintah (pegawai negara yang bertugas menjaga keamanan dan sebagainya,
Dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya Pasal 5 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa:
a) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan,pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
b) Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Menurut Raharjo (2002:111). Polisi merupakan alat negara yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, memberikan pengayoman, dan memberikan perlindungan kepada masyarakat. Selanjutnya Raharjo (2002:117 ) yang mengutip pendapat Bitner menyebutkan bahwa apabila hukum bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat, diantaranya melawan kejahatan. Akhirnya polisi yang akan menentukan secara konkrit apa yang disebut sebagai penegakan ketertiban
Tugas kepolisian dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu tugas represif dan tugas preventif. Tugas represif ini adalah mirip dengan tugas kekuasaan executive, yaitu menjalankan peraturan atau perintah dari yang berkuasa apabila telah terjadi peristiwa pelanggaran hukum. Adapun yang menjadi tugas dibidang represif, adalah mengadakan penyidikan atas kejahatan dan pelanggaran menurut ketentuan dalam Undang-undang. Tugas represif ini sebagai tugas kepolisian dalam bidang penegakan peradilan atau penegakan hukum, yang dibebankan kepada petugas kepolisian. Sedangkan tugas preventif dari kepolisian ialah menjaga dan mengawasi agar peraturan hukum tidak dilanggar oleh siapapun. Tugas dibidang preventif dilaksanakan dengan konsep dan pola pembinaan dalam wujud pemberian pengayoman, perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat, agar masyarakat merasa aman, tertib dan tenteram tidak terganggu segala aktivitasnya.
Upaya yang dilakukan adalah mencegah bertemunya niat dan kesempatan berbuat jahat, sehingga tidak terjadi kejahatan atau tindak kriminalitas. Tindakan preventif ini biasanya dilakukan melalui cara penyuluhan, pengaturan, penjagaan, pengawalan, patrol polisi dan lain-lain sebagai tehnis dasar kepolisian. Adapun tugas utama dari kepolisian menurut Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 pasal 13 bahwa tugas pokok kepolisian adalah: diklasifikasikan menjadi tiga yakni : memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Dengan demikian tugas pokok polri dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat berusahan menjaga dan memelihara akan kondisi masyarakat terbebas dari rasa ketakutan atau kekhawatiran, sehingga ada kepastian dan rasa jaminan dari segala kepentingan, serta terbebas dari adanya pelanggaran norma-norma hukum. Menurut Bisri (1998:32-24). dalam menjalankan fungsi sebagai aparat penegakan hukum polisi wajib memahami azas-azas hukum yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan tugas, yaitu sebagai berikut:
1) Asas legalitas, dalam melaksanakan tugasnya sebagai penegak hukum wajib tunduk pada hukum.
2) Asas kewajiban, merupakan kewajiban polisi dalam menangani permasalahan masyarakat yang bersifat diskresi, karena belum diatur dalam hukum.
3) Asas partisipasi, dalam rangka mengamankan lingkungan masyarakat polisi mengkoordinasikan pengamanan Swakarsa untuk mewujudkan ketaatan hukum di kalangan masyarakat.
4) Asas preventif, selalu mengedepankan tindakan pencegahan dari pada penindakan (represif) kepada masyarakat.
5) Asas subsidiaritas, melakukan tugas instansi lain agar tidak menimbulkan permasalahan yang lebih besar sebelum ditangani oleh instansi yang membidangi
B. Tawuran Pelajar
Menurut Kamus Bahasa Indonesia Online (2005) dalam http://kbbi.web.id. “Tawuran” dapat diartikan sebagai perkelahian yang meliputi banyak orang. Sedangkan pelajar adalah seorang manusia yang belajar. Sehingga pengertian tawuran pelajar adalah perkelahian yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mana perkelahian tersebut dilakukan oleh orang yang sedang belajar. Menurut Mustofa Muhammad. dalam http://forpromuda.blogspot.com Tawuran pelajar adalah suatu peristiwa bentrokan fisik karena adanya konflik antar kelompok pelajar.
Secara Konseptual, tawuran merupakan suatu gajala sosial yang terjadi karena perbenturan kepentingan dan merupakan bentuk penyimpangan nilai ataupun kaidah yang telah lama melembaga dimasyarakat akibat dari adanya ketidakserasian nilai antar individu dengan individu yang lain kemudian meluas dalam bentuk konflik antar kelompok yang merasa kepentingannya terlanggar oleh kepentingan pihak lain. Dengan kata lain tawuran merupakan wujud dari Deviation.
Menurut Ridwan dalam http://boedioetomo.blogspot.com. tawuran pelajar didefinisikan sebagai perkelahian massal yang dilakukan oleh sekelompok siswa terhadap sekelompok siswa lainnya dari sekolah yang berbeda. Perkelahian massal seperti tawuran pelajar dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti atau melukai siswa dari sekolah lain yang menjadi targetnya. Secara psikologis, perkelahian pelajar yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (Juvenile Deliquency).
Menurut Rahutami (2014:102) dalam ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id. Kenakalan remaja dalam hal perkelahian dapat digolongkan kedalam 2 jenis delikuensi yaitu:
1). Delikuensi Situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang “mengharuskan mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya pemikiran untuk menyelesaikan masalah secara cepat.
2). Delikuensi Sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian tersebut berada dalam organisasi tertentu atau geng. Disini ada aturan atau norma yang harus diikuti oleh anggotanya, termasuk berkelahi.
III. Metodologi Penelitian
A. Metode dan Teknik Penelitian
Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini merupakan masalah yang erat dengan realitas sosial yang dinamis dan terjadi di lingkungan pendidikan saat ini. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif dengan desain deskriptif .Menurut Jane Richie, dalam Moleong (2013:6). Penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, prilaku, persepsi dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor (1975) yang dikutip oleh Moleong (2013:4) mengemukakan bahwa metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, oleh karena itu peneliti menggunakan metode ini bermaksud untuk mengetahui secara detail, cermat menjelaskan dan menggambarkan upaya yang dilakukan pihak Kepolisian Kecamatan Serang dalam mencegah terjadinya tawuran dikalangan pelajar.
Harapan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah memperoleh gambaranyang seutuhnya mengenai peran serta kepolisian Kecamatan Serang sebagai aparat penegak hukum dalam menangani masalah aksi tawuran pelajar di SMK PGRI 1 Kota Serang. Melalui pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasil kan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, dan atau organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik.
Dalam penelitian kualitatif mengamati objek merupakan kegiatan penting yang harus dilakukan. Disamping itu peneliti mengadakan wawancara kebeberapa orang siswa, para perugas bimbingan konseling, wakasek kesiswaan, dan sampai kepada kepala sekolah. Peneliti juga berusaha untuk mendapatkan informasi dari luar sekolah yaitu lembaga yang berwenang dalam menangani masalah keamanan yang memiliki hubungan terhadap masalah penanggulangan tawuran pelajar yang ada di wilayah Kota Serang yaitu Polsek kecamatan Kota Serang.
Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan peneliti untuk mendapatkan serta mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk mejawab masalah penelitian.Data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dalam penelitian ini penulis menggunakan data Menurut Lofiand dalam Moleong (2013:157)
1. Data Primer, yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, yakni dengan melakukan pengamatan, observasi dan wawancara, kuisioner dan dokumentasi. Dalam penelitian kualitatif jumlah sumber data/responden tidak ditentukan sebelumnya. Namun kerangka dasar yang akan dijadikan responden sudah direncanakan. Berdasarkan uraian di atas, sumber data primer dalam penelitian ini adalah Guru BK/BP, Pembina kesiswaan, Peserta didik dan Kapolsek Kecamatan Kota Serang.
2. Data Sekunder, yaitu Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber yang tidak langsung yang biasanya berupa data dokumentasi dan arsip-arsip resmi. Data sekunder dalam penelitian ini adalah : Data dan dokumen tata tertib sekolah, program kerja sekolah dalam penanganan siswa yang bermasalah, dan dokumen serat peryataan, Siswa SMK PGRI 1 kota Serang yang melakukan tawuran pelajar.
B. Analisis Data
Analisis data merupakan proses berkelanjutan yang membutuhkan refleksi terus menerus terhadap data. Analisis data kualitatif biasa saja melibatkan proses pengumpulan data, Interprestasi, dan pelaporan hasil secara serentak dan bersama sama. Analisis data kualitatif menurut Bognan & Biklen (1982) sebagaimana dikutip Moleong (2013:248), adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang lain. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa langkah awal dari analisis data adalah mengumpulkan data yang ada, menyusun secara sistematis, kemudian mempresentasikan hasil penelitiannya kepada orang lain.
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama dilapangan dan setelah selesai di lapangan. Dalam hal ini Nasution dalam Sugiyono (2012:336) menyatakan analisis telah dimulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun kelapangan dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Selanjutnya Sugiyono (2012:338-345) menjelaskan langkah langkah analisis data sebagai berikut :
1. Reduksi Data
Menurut Sugiyono (2012:338), mereduksi data berarti merangkum, memlilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
Data yang di reduksi akan memberikan gambaran yang lebih spesifik dan mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data selanjutnya serta mencari data tambahan jika diperlukan. Semakin lama peneliti berada di lapangan maka jumlah data akan semakin banyak, semakin kompleks dan rumit. Oleh karena itu, reduksi data perlu dilakukan sehingga data tidak bertumpuk agar tidak mempersulit analisis selanjutnya.Dalam mereduksi data, setiap peneliti akan di pandu oleh tujuan yang akan dicapai. Tujuan utama dalam penelitian kualitatiff adalah pada temuan. Oleh karena itu, kalau peneliti dalam melakukan penelitian, menemukan segala sesuatu yang dipandang asing, tidak dikenal, belum memiliki pola, justru itulah yang harus dijadikan perhatian peneliti dalam melakukan reduksi data .
2. Display data
Setelah data di reduksi, langkah analisis selanjutnya adalah penyajian data. Penyajian data merupakan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2012:341). Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisaikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga makin mudah dipahami.Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian naratif, bagan, hubungan antar kategori serta diagram alur. Penyajian data dalam bentuk tersebut mempermudah peneliti dalam memahami apa yan terjadi. Pada langkah ini, peneliti berusaha menyusun data yang relevan sehingga informasi yang didapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu untukmenjawab masalah penelitian.Penyajian data yang baik merupakan satu langkah penting menuju tercapainya analisis kualitatif yang valid dan handal. Dalam melakukan penyajian data tidak semata-mata mendeskripsikan secara naratif, akan tetapi disertai proses analisis yang terus menerus sampai proses penarikan kesimpulan. Langkah berikutnya dalam proses analisis data kualitatif adalah menarik kesimpulan berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi data.
3. Mengambil kesimpulan dan verifikasi
Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatiff menurut Miles and Huberman dalam Sugiyono (2012:341). adalah penarikan kesimpulan dan verivikasi. Kesimpulan awal yang di kemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya, tetapi apabila kesimpulan yang di kemukakan pada tahap awal, di dukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Kesimpulan yang diharapkan dalam penelitian kualitatif adalah berupa temuan baru yang sebelunya belum pernah ada.Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih belum jelas setelah diteliti menjadi jelas.
IV. Pembahasan Hasil Penelitian
A. Latar Belakang Tawuran Pelajar di SMK PGRI 1 Kota Serang
Menurut Wilis, Sofyan S. (2013:95) bahwa Lemahnya pertahanan diri adalah faktor yang ada dalam diri untuk mengontrol dan mempertahankan diri terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan. Jika ada pengaruh negatif berupa ajakan-ajakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan negatif sering tidak bisa menghindar dan mudah terpengaruh. Akibatnya remaja tersebut terlibat dalam kegiatan-kegiatan negatif yang membahayakan dirinya dan masyrakat
Dari hasil observasi peneliti mendapatkan informasi dari beberapa responden bahwa siswa SMK PGRI 1 Kota Serang yang melakukan aksi tawuran pelajar disebabkan lemahnya kemampuan siswa untuk mengontrol segala tindakan pribadinya yang menyimpang akan ada kecenderungan dari individu tersebut tidak dapat mempertimbangkan berbagai konsekuensi yang dihadapi dalam perilaku tertentu, maka dampkanya siswa tersebut tidak mampu untuk menahan diri atau mengarahkan diri ke arah yang lebih baik ketika dihadapkan dengan godaan-godaan sperti godaan dari seniornya untuk melakukan aksi tawuran. Selain itu akibat dari lemahnya kemampuan siswa dalam mengontrol salah satu tindakan yang menyimpang tersebut pada ahirnya memicu ketidak mampuan dalam mengontrol emosiya terutama emosi marah, dari situlah pada ahirnya timbul keinginan untuk melampiaskannya dalam suatu bentuk tindakan menyakiti orang lain yang dianggap sebagai lawan dengan beberapa cara seperti mengolok-olok dengan kata kata yang tidak pantas, mengejek, memprovokasi bahkan sampai melukai fisik sehingga para siswa yang menjadi sasaran perlakuan tersebut melakukan perlawanan dengan alasan mempertahankan nama baik sekolah.
B. Peranan Kepolisian dalam Mengatasi Tawuran Pelajar di SMK PGRI 1 Kota Serang.
Kepolisian Kecamatan Kota Serang sebagai institusi Negara berperan menjaga keamanan dan ketertiban diwilayahnyasekaligus berfungsi sebagai lembaga pengendilan sosial yang berperan aktif dalam melakukan pengawasan terhadap masyarakat sekitar yang di dalamnya para para remaja yang berstatus pelajar. Dalam kehidupan remaja di wilayah Kota Serang adakalanya melakukan penyimpangan sosial salah satunya melakukan aksi tawuran pelajar, untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan pengawasan yang terencana salah satunya dari institusi kepolisian menurut Mutakin bahwa sistem sosial yang stabil (equilibrium) dan berkesinambungan (kontinuitas) senantiasa terpelihara apabila terdapat adanya Pengawasan sosial baik yang direncanakan atau tidak direncanakan yang bertujuan untuk mengajak, mendidik atau bahkan memaksa warga masyarakat, agar mematuhi norma dan nilai.
Akibat dari aksi mereka seringkali menimbulkan kerugian tidak hanya menimpa pelaku tawuran saja, tetapi orang lain yang tidak tau menau tentang urusan mereka juga terkena imbasnya seperti kerusakan baik fasilitas umum maupun fasilitas pribadi sehingga masyrakat merasa terganggu dengan ketertiban dan keamanannya inilah alasan Polsek Kecamatan Kota Serang harus ikut berupaya membantu pihak sekolah menangani masalah tawuran pelajar SMK PGRI 1 Kota Serang, karna sudah menjadi tanggung jawab kami sesuai dengan tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Menegakan hukum, serta memberikan perlindungan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharnya keamanan.
C. Kesulitan yang dihadapi Polsek Kecamatan Kota Serang
Menurut Raharjo, (2002:104) Kesulitan lain yang dialami Kepolisian di Indonesia secara umum adalah: sangat terkenal perbandingan jumlah polisi terhadap penduduk yang amat timpang, idealnya adalah: seorang Polisi untuk 400 orang penduduk, tetapi di negeri ini seorang polisi harus melayani lebih dari 1000 penduk. Bagaimanapun keinginan kita untuk menambah jumlah Polisi , tetapi ahirnya akan terbentur pada banyak kendala birokrasi dan keuangan.
Kendala lain yang dihadapiKepolisian kecamatan kota Serang dalam penanggulangan terhadap tindak pidana tawuran pelajar yang dilakukan oleh beberapa siswa diantaranya:
(1). terbatasnya jumlah personil yang dimiliki Kapolsek Kecamatan Kota Serang, seperti personil Babinkamtibmas yang bertugas melaksanakan penyuluhan dan pendekatan kepada siswa yang ada di sekolah dan kekurangan personil lainnya seperti yang menangani lalu lintas, dan reserse
(2). Minimnya sarana dan prasarana yang dimiliki seperti dari kesediaan inventaris kendaraan patroli yang tidak mencukupi dan keterbatasan ruangan yang dimiliki, kesemuanya itu menyebabkan lambatnya dalam penanganan kasus tawuran pelajar pada saat di tempat kejadian perkara. Untuk mengatasi kesulitan tersebut Polsek kecamatan Kota Serang melakukan koordinasi dengan lintas sektoral, seperti dengan masarakat, sekolah, pemerintah, antara polsek dan Polres Serang agar tawuran pelajar dapat cegah sebelum terjadi.
(3). Anggaran yang dimiliki Polsek Kecamatan Kota Serang untuk keperluan kerja sangat terbatas sehingga para personil kepolisian harus mengeluarkan anggaran pribadinya untuk mendukung upaya penanganan tawuran pelajar diwilayahnya.
V. Kesimpulan
A. Tawuran pelajar yang terjadi di SMK PGRI 1 Serang tidak mempunyai musuh yang abadi atau musuh turunan sebagai dendam lama dari senior sebelumnya kepada para siswa yang di sekolah tertentu. Para siswa yang melakukan aksi tawuran mempunyai kecendrungan untuk mencari identitas, dan pengakuan dikalangan para pelajar yang ada di wilayah Kota Serang dan sekitarnya, bahwa siswa SMK PGRI 1 Kota Serang yang tergabung dalam Banser geng C55 adalah pengusa Banten.
B. Peran Kepolisian Kecamatan Serang dalam mencegah tawuran pelajar terhalang oleh perangkat hukum yang masih simpang siur sehingga ketika akan melakukan tindakan represif hanya sebatas pada pembubaran aksi tawuran dan mengamankan sementara sebelum pihak sekolah dan orang tua datang ke kantor polisi, namun ketika akan melakukan penahanan terbentur dengan undang-undang damapaknya siswa yang melakukan tawuran sering terulang kembali karna tida ada efek jera.
C. Kesulitan yang dialami Kepolisian dalam mencegah tawuran di lingkungan SMK PGRI 1 kota Serang. pada saat Undang-Undang diversi diaplikasikan untuk melindungi anak dari proses peradilan formal, namun aparat Kepolisian Kecamatan Kota Serang masih ragu menjalankannya karena tuntutan dari masyarakat. Aparat takut dipersalahkan di kemudian hari jika pelaku tawuran pelajar mengulangi perbuatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Yasmil dan Adang. 2013. Kriminologi. Bandung: Refika Aditama.
Bisri, Ibrahim. 1998. Sistem Hukum Indonesia. Jakarta: Grafindo Persada.
Moleong, L.J. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Raharjo, Sutjipto. 2002. Polisi Sipil dalam Perubahan Sosial di Indonesia. Jakarta: Buku Kompas.
Sofyan. 2013. Remaja dan Masalahnya. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
.