PERAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN ABAD 21 Oleh: Endang Komara, STKIP Pasundan, Uman Suherman, Universitas Pendidikan Indonesia dan Heris Hendriana, IKIP Siliwangi. Email: endang_komara@yahoo.co.id, umans@upi.edu, herishen@ikipsliwangi.ac.id
ABSTRAK
Pembangunan karakter bangsa dipandang sebagai upaya kolektif-sistemik suatu negara kebangsaan untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan dasar dan ideologi, konstitusi, haluan negara, serta potensi kolektifnya dalam konteks kehidupan nasional, regional dan global yang berkeadaban untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya dan berorientasi ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Abad 21 yang dikenal semua orang sebagai abad pengetahuan yang merupakan landasan utama untuk berbagai aspek kehidupan. Paradigma pembelajaran abad 21 menekankan kepada kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis, mampu menghubungkan ilmu dengan dunia nyata, menguasai teknologi informasi, berkomunikasi dan berkolaborasi. Pencapaian keterampilan tersebut dapat dicapai dengan penerapan metode pembelajaran yang sesuai dari sisi penguasaan materi dan keterampilan.
Kata kunci: Peran, Pendidikan, Karakter, Pembelajaran, Abad 21
PENDAHULUAN
Pendidikan karakter sering dimaknai sebagai Pendidikan nilai, Pendidikan budi pekerti, Pendidikan moral, dan Pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik atau anak dalam menilai dan memberikan keputusan baik dan buruk terhadap sesuatu. Hal tersebut dilakukan agar anak dapat memelihara sesuatu yang baik dan mewujudkan kebaikan tersebut dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Pada praktiknya, Pendidikan karakter akan lebih mudah dilakukan jika mencakup Pendidikan spiritual dan moral. Oleh sebab itu, tindakan yang perlu ditanamkan dalam membentuk karakter adalah pengetahuan tentang atribut karakter yang seharusnya dimiliki atau diwajibkan dalam agama, pembiasaan menerapkan atribut karakter, dan kepemilikan atribut karakter dalam diri anak.
Ada bebarapa metode yang sering diterapkan dalam mengembangkan karakter. Metode tersebut umumnya harus diterapkan sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapi. Sering kali seorang pendidik (dosen, guru atau orang tua) harus menerapkan beberapa metode secara terintegrasi, misalnya mengajak anak berpikir bijak dan memberikan contoh perilaku yang bijaksana. Secara umum, metode pembelajaran karakter mencakup komponen berpikir (misalnya, mengapa saya harus memiliki akhlak yang baik?), bersikap (misalnya, menjiwai perilaku baik dan meresapi dalam hati), dan bertindak (misalnya, penerapan tindakan yang baik).
Menurut Abdullah Sani dan Muhammad Kadri (2016: 23), beberapa metode yang dapat diterapkan dalam mengembangkan karakter anak antara lain: Pertama, menunjukkan keteladanan yang baik dalam berperilaku dan membimbing anak untuk berperilaku sesuai dengan teladan yang ditunjukkan. Kedua, membiasakan anak untuk melakukan tindakan yang baik, misalnya menghormati orang tua, berlaku jujur, pantang menyerah, berlaku sportif, memberikan perhatian, menolong orang lain, dan berempati. Ketiga, berdiskusi atau mengajak anak memikirkan tindakan yang baik, kemudian mendorong mereka untuk berbuat baik. Keempat, bercerita dan mengambil hikmah dari sebuah cerita.
Berdasarkan metode tersebut, ada beberapa tahapan yang dapat diikuti dalam membentuk karakter anak melalui Pendidikan antara lain: menimbulkan rasa ingin tahu anak, mengajak anak berdiskusi, membimbing anak merencanakan sesuatu yang akan dilakukan, memfasilitasi anak dalam melakukan rencana yang telah disusun, dan berdiskusi dengan anak dalam mengevaluasi apa yang telah ia lakukan.
Selanjutnya, dijabarkan sejumlah tindakan yang dapat diterapkan oleh orang tua atau guru dalam upaya mengembangkan karakter anak, antara lain: Pertama, memahami tingkah laku anak, walaupun tampak mengesalkan seperti berteriak. Kedua, mengabaikan tingkah laku anak yang tidak pantas, misalnya merengek. Ketiga, mengalihkan perhatian anak dari tindakan yang tidak disukai dengan mengajukan pertanyaan kea rah lain atau mengajaknya melakukan sesuatu. Keempat, menerapkan keteladanan sesuai karakter yang ingin dibentuk. Kelima, memberikan hadiah jika anak melakukan tindakan yang terpuji. Keenam, membuat kesepakatan yang berisi sanksi jika anak melanggar aturan. Ketujuh, mengubah tingkah laku sehingga dapat melakukan tindakan yang cukup bertanggung jawab. Kedelapan, memberikan pujian agar anak termotivasi melakukan tindakan yang baik. Kesembilan, mencegah tingkah laku negative lebih efektif daripada memperbaikinya. Kesepuluh, mengajak anak untuk melakukan sesuatu yang membangkitkan perasaan, dorongan, atau mencapai cita-cita. Kesebelas, menantang anak untuk melakukan tindakan yang lebih baik. Kedua belas, membiarkan anak menerima akibat yang alamiah dari tindakannya. Ketiga belas, melakukan sugesti kepada anak sehingga ia dapat menjiwai tindakannya. Keempat belas, mengimbau anak untuk melakukan sesuatu bagi orang tua. Kelima belas, memberikan peringatan atau isyarat secara verbal dan nonverbal. Keenam belas, menerapkan tindakan rutin dan pembiasaan. Ketujuh belas, menghadapkan anak pada suatu permasalahan. Kedelapan belas, menyelesaikan perselisihan antar anak. Kesembilan belas, menentukan batas-batas aturan secara jelas dan spesifik.
Membangun karakter anak harus dimulai sedini mungkin atau jika perlu sejak dilahirkan. Membangun karakter anak harus dilakukan secara terus-menerus dan terfokus karena karakter tidak dilahirkan, namun diciptakan. Dengan Pendidikan karakter, orang tua dan guru dapat mengembangkan semua potensi anak sehingga menjadi manusia seutuhnya. Pendidikan yang menyeluruh juga dapat ditujukan untuk membentuk manusia pembelajar sepanjang hayat yang sejati.
Perkembangan dunia abad 21 ditandai dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam segala segi kehidupan. Teknologi menghubungkan dunia yang melampaui sekat-sekat geografis sehingga dunia menjadi tanpa batas. Teknologi transportasi udara memberikan kemudahan menempuh perjalanan Panjang. Melalui media televisi, kejadian di suatu tempat dapat secara langsung diketahui dan dilihat di tempat lain yang berjarak sangat jauh pada waktu bersamaan. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi melalui internet memberi kemudahan pengiriman uang pada waktu yang sangat singkat, bahkan real time. Perkembangan teknologi menjadikan terjadinya perubahan kualifikasi dan kompetensi tenaga kerja.
Kualitas Pendidikan di Indonesia saat ini masih rendah. Hal ini didukung Trisdiono (2013) bahwa memasuki abad 21 keadaan sumber daya manusia Indonesia tidak kompetitif. Perkembangan dunia abad 21 ditandai dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam segala segi kehidupan, termasuk dalam proses pembelajaran. Dunia kerja menuntut perubahan kompetensi. Kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan berkolaborasi menjadi kompetensi penting dalam memasuki kehidupan abad 21. Sekolah dituntut mampu menyiapkan peserta didik memasuki abad 21.
Abad 21 merupakan abad pengetahuan, abad dimana informasi banyak tersebar dan teknologi berkembang. Karakteristik abad 21 ditandai dengan semakin bertautnya dunia ilmu pengetahuan, sehingga sinergi diantaranya menjadi semakin cepat. Dalam konteks pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di dunia Pendidikan, telah terbukti dengan semakin menyempit dan meleburnya faktor ‘’ruang dan waktu’’ yang selama ini menjadi aspek penentu kecepatan dan keberhasilan ilmu pengetahuan oleh umat manusia (BSNP, 2010).
Pendidikan nasional abad 21 bertujuan untuk mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu masyarakat bangsa Indonesia yang sejahtera dan bahagia, dengan kedudukan yang terhormat dan setara dengan bangsa lain dalam dunia global, melalui pembentukan masyarakat yang terdiri dari sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu pribadi yang mandiri, berkemauan dan berkemampuan untuk mewujudkan cita-cita bangsanya (BNSP, 2010).
Sejalan dengan hal itu, Kemdikbud merumuskan bahwa paradigma pembelajaran abad 21 menekankan pada kemampuan peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber, merumuskan permasalahan, berpikir analitis dan kerjasama serta berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah (Litbang Kemdikbud, 2013).
Bentuk-bentuk pemanfaatan teknologi informasi lainnya yang berkontribusi dalam menyiapkan pembelajaran abad 21 adalah pemanfaatan MOOCs (Goto, Batchelor, & Lautenbach, 2015), pembelajaran berbasis video game (Nino & Evans, 2015), pemanfaatan e-learning baik menggunakan LMS (Learning management system) atau aplikasi pembelajaran lainnya (Tamimudin H, 2013) dan pemanfaatan mobile learning sebagai media pembelajaran (lai & Hawang, 2014).
Secara konseptual guru sebagai tenaga professional harus memenuhi berbagai persyaratan kompetensi untuk menjalankan tugas dan kewenangannya secara professional, sementara kondisi riil di lapangan masih sangat memprihatinkan, baik secara kuantitas, kualitas maupun profesionalitas guru. Persoalan ini masih ditambah adanya berbagai tantangan ke depan yang masih kompleks di era global ini.
Secara umum, sebagaimana diungkapkan oleh Tilaar (1995), pada masa Pembangunan Jangka Panjang (PJP) II, masyarakat tidak dapat menerima guru yang tidak professional, salah satu caranya telah lulus sertifikasi guru. Hal ini sesuai dengan rekomendasi UNESCO yang ditekankan pada tiga tuntutan, yaitu: Pertama, guru harus dianggap sebagai pekerja profesional yang memberi layanan kepada masyarakat. Kedua, guru dipersyaratkan menguasai ilmu dan keterampilan spesialis. Ketiga, ilmu dan keterampilan tersebut diperoleh dari pendidikan yang mendalam dan berkelanjutan.
PEMBAHASAN
1. Peran Pendidikan Karakter
Begitu banyak dan beragamnya jenis karakter yang teridentifikasi para pemerhati Pendidikan karakter. Dalam implementasinya jumlah dan jenis karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain, tergantung kepentingan dan kondisinya masing-masing. Tetapi secara nasional dapat dikembangkan nilai-nilai utama yang menjadi penekanan sesuai kondisi bangsa dan negara Indonesia. Sebagai contoh karakter toleransi dan cinta damai menjadi sangat penting untuk lebih ditonjolkan karena kemajemukan bangsa dan negara. Nilai kejujuran dan tanggung jawab sangat urgen di saat bangsa ini tengah menghadapi berbagai kasus korupsi. Nilai disiplin menjadi sangat penting karena bangsa ini terkenal memiliki mentalitas budaya kurang disiplin (Koentjaraningrat, 1999). Nilai peduli dan suka menolong menjadi sangat perlu dikembangkan di saat berbagai musibah dan bencana alam melanda Indonesia dan menelan banyak korban. Untuk penambahan nilai-nilai lain yang akan dikembangkan tentunya disesuaikan dengan kepentingan dan kondisi sekolah.
Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2017) mengidentiifikasi 5 (lima) nilai utama karakter yang saling berkaitan membentuk jejaring nilai yang perlu dikembangkan sebagai prioritas, yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan inetgritas. Lebih lanjut Komalasari, Kokom dan Didin Saripudin (2017) menjelaskan kelima nilai utama karakter bangsa antara lain: Pertama, religius, nilai karakter religius mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain. Nilai karakter religius ini meliputi tiga dimensi relasi sekaligus, yaitu hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan individu dengan alam semesta (lingkungan). Nilai karakter religius ini ditunjukkan dalam perilaku mencintai dan menjaga keutuhan ciptaan. Subnilai religius antara lain; cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerjasama antar pemeluk agama dan kepercayaan, antibuli dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak, mencintai lingkungan, melindungi yang kecil dan tersisih.
Kedua, nasionalis, nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Subnilai nasionalis antara lain: apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat hokum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku dan agama.
Ketiga, mandiri, nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita. Subnilai mandiri antara lain: etos kerja (kerja keras), tangguh bahan banting, daya juang, professional, kreatif, keberanian, dan menjaga pembelajaran sepanjang hayat.
Keempat, gotong royong, nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan/pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Subnilai gotong royong antara lain menghargai, kerja sama, inklusif, komitmen atas keputusan Bersama, musyawarah mufakat, tolong-menolong, solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan.
Kelima, integritas, nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral (integritas moral). Karakter integritas meliputi: sikap tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran, setia, komitmen moral, anti korupsi, ekadilan, tanggung jawab, keteladanan, dan menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas).
Menurut Lickona (1992:51) menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik dimana ‘’Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behaviour. Good character consists of knowing the good, desiring the good, and doing the good-habits of the mind, habits of the heart, and habit of action’’. Artinya, karakter yang baik terdiri atas mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai atau menginginkan kebaikan (Loving or desiring the good), dan melakukan kebaikan (acting the good). Oleh karena itu, cara membentuk karakter yang efektif adalah dengan melibatkan ketiga aspek tersebut. Lickona (1992:52) menguraikan komponen dari ketiga spek tersebut sebagai berikut: (1) Moral knowing (moral awareness, knowing moral values, perspective taking, moral reasoning, decision making, dan self-knowledge); (2) Moral feeling (conscience, self-esteem, empathy, loving the good, self-contro, dan humanity); (3) Moral action (competence, will, dan habit).
Menurut Lickona (1992) lebih lanjut menjelaskan identifikasi moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan moral. Moral knowing adalah hal yang penting untuk diajarkan, yang terdiri dari enam hal yaitu: 1) moral awareness (kesadaran moral), 2) knowing moral (mengetahui nilai-nilai moral), 3) perspective taking (pengambilan perspektif), 4) moral reasoning (alasan moral), 5) decision making (pengambilan keputusan), dan (6) self knowledge (pengetahuan diri). Moral feeling adalah aspek yang lain yang harus ditanamkan kepada siswa yang merupakan sumber energi dari diri manusia untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral. Terdapat 6 (enam) hal yang merupakan aspek emosi yang harus mampu dirasakan oleh seseorang untuk menjadi manusia berkarakter yakni: 1) conscience (nurani), 2) self esteem (percaya diri), 3) empathy (merasakan penderitaan orang lain), 4) loving the good (mencintai kebenaran), 5) self control (mampu mengontrol diri), dan 6) humility (kerendahan hati). Moral action adalah bagaimana membuat pengetahuan dan perasaan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Perbuatan/tindakan moral ini merupakan hasil (outcome) dari dua karakter komponen lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu: 1) kompetensi (competency), 2) keinginan (will), dan 3) kebiasaan (habit).
Indonesia Heritage Foundation (Megawangi, 2000:94) telah menyusun ketiga komponen karakter tersebut ke dalam serangkaian nilai yang selayaknya diajarkan kepada anak-anak yang meliputi: (a) cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; (b) kemandirian dan tanggung jawab; (c) kejujuran/amanah, bijaksana; (d) hormat dan santun; (e) dermawan, suka menolong, dan gotong rooyong; (f) percaya diri, kreatif, dan pekerja keras; (g) kepemimpinan dan keadilan; (h) baik dan rendah hati; dan (i) toleransi, kedamaian dan kesatuan. Ahli Pendidikan moral, Lickona (1992) menyebut setidaknya ada karakter: jujur, kasih saying, keberanian, baik, konrol diri, tekun. Sedangkan Deklarasi Aspen memasukkan 6 (enam) nilai: 1) trustworthy yang meliputi honesty dan integrity; 2) treats people with respect; 3) responsible; 4) fair; 5) caring; dan 6) good citizen. Nilai-nilai yang terkandung dalam karakter ini dijadikan karakter dasar dalam Pendidikan karakter. Perbedaan karakter dasar antara keduanya dapat dilihat pada table berikut ini.
Tabel 1:1 Karakter Dasar
No
|
Indonesia Heritage Foundation
|
Character Counts USA
|
1
|
Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya
|
Dapat dipercaya (trustworthy) meliputi sifat jujur (honesty) dan integritas (integrity)
|
2
|
Kemandirian dan tanggung jawab
|
Memperlakukan orang lain dengan hormat (treats people with respect)t
|
3
|
Kejujuran/amanah, bijaksana
|
Bertanggung jawab (responsible)
|
4
|
Hormat dan santun
|
Adil (fair)
|
5
|
Dermawan, suka menolong dan gotong royong
|
Kasih sayang (caring), dan
|
6
|
Percaya diri, kreatif dan pekerja keras
|
Warga negara yang baik (good citizen)
|
7
|
Kepemimpinan dan keadilan
| |
8
|
Baik dan rendah hati
| |
9
|
Toleransi dan kedamaian serta kesatuan
|
2. Pembelajaran Abad 21
Tuntutan dunia internasional terhadap tugas guru memasuki abad ke-21 tidaklah ringan. Guru diharapkan mampu dan dapat menyelenggarakan proses pembelajaran yang bertumpu dan melaksanakan empat pilar yang dianjurkan oleh Komisi Internasional UNESCO untuk Pendidikan, yaitu: learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.
Jika dicermati keempat pilar tersebut menuntut seorang guru untuk kreatif, bekerja secara tekun dan harus mampu dan mau meningkatkan kemampuannya. Berdasarkan tuntutan tersebut seorang guru akhirnya dituntut untuk berperan lebih aktif dan lebih kreatif. Seperti dijelaskan oleh Daryanto dan Syaiful Karim (2017:7), bahwa guru harus lebih aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran antara lain: Pertama, guru tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan sebagai produk, tetapi sebagai proses. Dia harus memahami disiplin ilmu pengetahuan yang ia tekuni sebagai ways of knowing. Karena itu lebih dari sarjana pemakai ilmu pengetahuan tetapi harus menguasai epistemologi dari disiplin ilmu tersebut. Kedua, guru harus mengenal peserta didik dalam karakteristiknya sebagai pribadi yang sedang dalam proses perkembangan, baik cara pemikirannya, perkembangan social dan emosional, maupun perkembangan moralnya. Ketiga, guru harus memahami Pendidikan sebagai proses pembudayaan sehingga mampu memilih model belajar dan sistem evaluasi yang memungkinkan terjadinya proses sosialisasi sebagai kemampuan, nilai, sikap, dalam proses mempelajari berbagai disiplin ilmu. Keempat, lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan dengan aktivitas pengajaran dan administrasi Pendidikan, diri pribadi (self oriented), dan dari sudut pandang psikologis.
Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan adminsitrasi Pendidikan, gurj berperan sebagai: 1) pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai Pendidikan; 2) wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan kepentingan masyarakat dalam Pendidikan; 3) seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang arus diajarkannya; 4) penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik melaksanakan disiplin; 5) pelaksana administrasi Pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar Pendidikan dapat berlangsung dengan baik; 6) pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan; 7) penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.
Dari pandang segi pribadinya (self oriented), seorang guru berperan sebagai: Pertama, pekerja social (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kedua, pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus seanantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya. Ketiga, orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik di sekolah. Keempat, model keteladanan artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh para peserta didik. Kelima, memberi kesempatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya.
Dari sudut pandang psikologis guru berperan sebagai: Pertama, pakar psikologi pendidikan, artinya guru merupakan seorang yang memahami psikologi pendidikan dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Kedua, seniman dalam hubungan antar manusia (artist in human relations), artinya guru adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar manusia, khususnya dengan para peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan Pendidikan. Ketiga,membentuk kelompok (group builder), yaitu mampu membentuk atau menciptakan kelompok dan aktivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan Pendidikan. Keempat, catalyc agent atau innovator, yaitu guru merupakan orang yang mampu menciptakan suatu pembaharuan segi membuat suatu hal yang baik. Kelima, petugas kesehatan mental (mental hygience worker), artinya guru bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental para peserta didik.
Sementara itu, Jennifer Nichols menjelaskan empat prinsip pokok pembelajaran abad ke-21 antara lain: (1) Instructional should be student centered (pengembangan pembelajaran seyogyanya menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik); (2) Education should be collaborative (peserta didik harus dibelajarkan untuk bias berkolaborasi dengan orang lain); (3) Learning should have context (pembelajaran tidak akan berarti jika tidak memberi dampak terhadap kehidupan peserta didik di luar sekolah); (4) Schools should be integrated with society (sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi peserta didik untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya).
PENUTUP
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Karakter toleransi dan cinta damai menjadi sangat penting untuk lebih ditonjolkan karena kemajemukan bangsa dan negara. Nilai kejujuran dan tanggung jawab sangat urgen di saat bangsa ini tengah menghadapi berbagai kasus korupsi. Nilai disiplin menjadi sangat penting karena bangsa ini terkenal memiliki mentalitas budaya kurang disiplin.
2. Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter yang perlu dikembangkan sebagai prioritas, yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas.
3. Prinsip pokok pembelajaran abad ke-21 antara lain: Pertama, pengembangan pembelajaran seyogyanya menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada pserta didik. Kedua, peserta didik harus dibelajarkan untuk bias berkolaborasi dengan orang lain. Ketiga, materi pelajaran perlu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Keempat, sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi peserta didik untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Sani, Ridwan dan Muhammad Kadri. 2016. Pendidikan Karakter: Mengembangkan Karakter Anak Yang Islami. Bandung: Bumi Aksara.
Daryanto dan Syaiful Karim. 2017. Pembelajaran Abad 21. Malang: Gava Media.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Konsep dan Pedoman Penguatan Pendidikan karakter. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Koentjaraningrat. 1999. Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: ckland: Bantam Books.Djambatan.
Komalasari, Kokom dan Didin Saripudin. 2017. Pendidikan Karakter: Konsep dan Aplikasi Living Values Education. Bandung: Refika Aditama.
Lickona, T. 1992. Educating for Character How our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York-Toronto-London-Sydney-Auckland: Batam Books.
Megawangi, R. 2000. Pendidikan Karakter (Solusi yang tepat untuk Membangun Karakter Bangsa). Jakarta: Indonesia Heritage Foundation.
Trisdiono, H. 2013. Strategi Pembelajaran Abad 21. Artikel. Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi D.I. Yogyakarta.