INTEGRASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN DI SMKN 10 KOTA BANDUNG

Oleh:
Prof. Dr. ENDANG KOMARA, M.Si (GURU BESAR MAGISTER PENDIDIKAN IPS DI STKIP PASUNDAN DAN MOHAMAD IBRAHIM ADIRAHARJA, M.Pd. (DOSEN FISS UNPAS)

ABSTRAK
Indonesia memiliki warisan kebudayaan yang sangat melimpah, demikian pula dengan suku Sunda yang memiliki nilai-nilai kearifan lokal. Pembelajaran berbasis kearifan lokal Sunda memiliki keunggulan tersendiri karena dapat memanfaatkan kultur masyarakat Sunda untuk diintegrasikan dengan pembelajaran. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji integrasi nilai-nilai kearifan lokal dalam pembelajaran kewirausaaan Babasan dan Paribasa merupakan bagian dari nilai-nilai kearifan lokal yang merupakan suatu tradisi lisan yang berkembang seiring tumbuh kembangnya masyarakat Sunda. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan naturalistik kualitatif, yang mengacu pada kondisi lingkungan alamiah.lokasi penelitian di SMKN 10 Kota Bandung dalam mata pelajaran Produk Kreatif dan Kewirausahaan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam Pupuh Sekar Ageung yang disebut dengan KSAD (Kinanti, Sinom, Asmarandana dan Dangdanggula). Karakter yang muncul  dalam pupuh tersebut dan selaras dengan karakteristik Kewirausahaan adalah bekerja keras, kreatif, mandiri, dan jujur, sedangkan dalam Babahasan dan Paribasa terdapat nilai-nilai kearifan lokal yang selaras dengan 9 (Sembilan) sikap kewirausahaan. Simpulan yang dapat diambil adalah dengan tercipta pembelajaran yang terintegrasi dengan nilai-nilai kearifan lokal khususnya Babasan dan Paribasa maka siswa mampu bersaing di era globalisasi tanpa melupakan akar budaya.
Kata Kunci: Integrasi, Nilai-Nilai, Kearifan Lokal, Pembelajaran, Kewirausahaan.













THE INTEGRATION OF LOCAL WISDOM VALUES IN ENTREPRENEURSHIP LEARNING IN SMKN 10 BANDUNG CITY
BY
ENDANG KOMARA (PROFESSOR IN THE MASTER OF SOCIOLOGY EDUCATION IN HIGH SCHOOL TEACHER TRAINING AND SCIENCE EDUCATION PASUNDAN AND MOHAMAD IBRAHIM ADIRAHARJA (LECTURER AT FISS UNPAS)

ABSTRACT
This study is based on the problem of characteristic, ignoring character  values will give systemtic, fatal effect even result on the disappearance of human generation in a nation. Sundanese local wisdom based learning has its own nerit  because it can utilize Sundanese people culture to be integrated with learning. The aim of this research is to study the integration of local wisdom values in entrepreneurship learning. Babasan and paribasa which are part of local wisdom values are an oral tradition that develops as  Sundanese people grow and develop. The method used by the author in this study is qualitative approach which refer to natural environment condition. The location of this  study is in SMKN 10 Bandung City  in Creative Product and Entrepreneurship lesson. The study result showed that local wisdom values can be integrated in entrepreneurship learning. The local wisdom values which can be integrated in Creative Product and  Entrepreneurship lesson are Pupuh, Kinanti, Sinom, Asmarandana, Dangdanggula and Babasan and Paribasa. The process of integrating local wisdom learning can be done values in co-curricular and extracurricular activity. The integration of local wisdom values in entrepreneurship learning is done in Curriculum embodied in Syllabus and RPP. The process entrepreneurship learning which integrated Sundanese local wisdom values can be done with emotional intimacy between teacher and student. However, there is obstacle in integrating local wisdom values among namely the entrepreneurship teacher in understanding local wisdom. It is suggested that training is provided to entrepreneurship teacher in order to understand to local wisdom values and there is collaboration between  entrepreneurship teacher and Sundanese language teacher. The conclusion which   can be  drawn is that by the creation of learning which  is integrated with local wisdom values particulary Babasan and Paribasa, then student are able to compete in globalization era without forgetting  their culture root.
Keyword; Integration, values, local wisdom, learning, entrepreneurship.    


PENDAHULUAN
Indonesia memiliki warisan budaya yang sangat melimpah yang tertuang dalam berbagai bentuk baik artefak (tangible) maupun tradisi (intangible) yang terungkap dalam masyarakat adat. Keberadaan masyarakat adat di Nusantara, selayaknya diapresiasi oleh para peneliti dan akademisi, tidak hanya dipergunakan sebagai heritage tourism, tetapi yang terpenting adalah upaya memaknai warisan budaya leluhur, menggali nilai-nilai positif, guna dijadikan pedoman dalam menemukan jati diri bangsa. Hal ini selaras dengan pendapat Hasan F. (2010:14) menyatakan bahwa: Kebudayaan sebagai gejala manusiawi adalah penjelmaan serentak ‘’ada dan menjadi’’ dan hanya dengan demikianl kebudayaan sejati berkembang. Ada dan menjadi, bukan diadakan atau dijadi-jadikan, jika yang pertama mendukung identitas sejati, maka yang kedua tidak akan lebih dari suatu kosmetika sementara.
Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh (Edi Suryadi, 2007) yang berjudul pengaruh kearifan lokal Sunda terhadap aktualisasi perilaku ilmiah, edukatif, dan religius. Penelitian ini memahami perilaku civitas akademika UPI dengan cara mendeskripsikan perilaku ilmiah, edukatif, dan religiusnya serta sejauhmana perilaku, ilmiah, edukatif dan religius tersebut dikonstruksi dan dipelihara melalui nilai-nilai kearifan lokal Sunda. Hal ini sejalan dengan kebudayaan umat manusia mempunyai unsur-unsur yang universal. Unsur-unsur  kebudayaan tersebut dianggap universal karena dapat ditemukan pada semua kebudayaan bangsa-bangsa di dunia. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi (2016:20), ada 7 (tujuh) unsur kebudayaan universal yaitu: Bahasa, Sistem Pengetahuan, Sistem Kemasyarakatan atau Organisasi Sosial, Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi, Sistem Mata Pencaharian Hidup, Sistem Religi, dan Kesenian.
Selanjutnya budaya bangsa Indonesia dibentuk dari unggulan-unggulan yang ada pada budaya lokal se-Nusantara. Dengan demikian budaya lokal yang ada di Nusantara muncul eksis lebih dulu, sedangkan budaya bangsa muncul sesudahnya, tepatnya sesudah Negara Kesatuan Republik Indonesia diproklamasikan. Jadi, budaya bangsa mewarisi nilai-nilai unggulan dari budaya-budaya lokal yang ada di Indonesia selanjutnya menjadi warisan budaya (cultural heritage) bagi bangsa Indonesia. (Kasmadi, 2007:1).
Dalam kaitan dengan keberadaan kebudayaan sebagai warisan maka Daoed Josoef (1978) dalam Danusaputro (1983:238) menyatakan, bahwa kebudayaan sebaiknya tidak dibiarkan berjalan, tumbuh dan berkembang tanpa pehatian dan bimbingan, lebih-lebih bila ia diharapkan untuk berperan di dalam pertumbuhuhan manusia  individual dan perkembangan masyarakat di mana manusia itu berdiam. Lebih lanjut Rosidi (2011:43) dalam buku Kearifan Lokal dalam Perspektif Budaya Sunda, bahwa dengan sistem pendidikan seperti sekarang, nilai-nilai yang seharusnya menjadi perlengkapan manusia Indonesia buah menghadapi terjangan globalisasi dengan kearifan lokal tidaklah kita punyai. Melalui metode pembelajaran yang menyenangkan dan menstimulasi peserta didik adalah pembelajaran berbasis kearifan lokal Sunda. Pembelajaran berbasis kearifan lokal, diharapkan menjadi salah satu alternatif diantara pembelajaran yang sudah ada dalam menstimulasi nilai-nilai. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mulyani (2012) bahwa, kearifan budaya lokal dapat diinternalisasikan dalam pendidikan karena memiliki banyak kelebihan, di antaranya: Pertama, kearifan lokal dapat menjadi sarana pembelajaran bagi setiap manusia untuk menjadi orang yang cerdas, pandai, dan bijaksana. Kedua, kearifan budaya lokal memiliki nilai-nilai positif untuk ditansformasikan kepada pserta didik guna membentuk kepribadian positif.
Pembelajaran berbasis kearifan lokal Sunda mempunyai keunggulan tersendiri, selain dapat mengembangkan metode yang sudah ada juga dapat menciptakan metode baru dengan memanfaatkan kultur, kondisi alam dan lingkungan sekitar untuk dijadikan media dalam pembelajaran. Esensi dari nilai kearifan lokal ini diambil dari nilai-nilai sosial budaya Sunda yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Berkaitan dengan pembelajaran berbasis kearifan lokal dengan pengintegrasian nilai-nilai kearifan lokal Sunda. Panen dalam (Suprayekti, 2007) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis budaya adalah cara pembelajaran yang menyediakan lingkungan belajar dan perancangan pengalaman belajar dengan mengintegrasikan budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran pengintegrasian nilai dari seluruh bahan dan proses ajar yang penting untuk akselerasi dalam pembentukan moral dan karakter siswa termasuk nilai-nilai kearifan lokal yang selaras dengan sikap dan perilaku kewirausahaan untuk siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Adapun rumusan masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini, adalah: Bagaimanakah integrasi nilai-nilai kearifan lokal dalam pembelajaran kewirausahaan di SMKN 10 Kota Bandung.

KAJIAN TEORETIS
Pembelajaran Ilmu Sosial, peserta didik diajarkan untuk menjadi warga negara Indonesia yang baik dan penuh kedamaian. Ilmu Pengetahuan  Sosial diperlukan bagi keberhasilan transisi kehidupan menuju pada kehidupan yang lebih dewasa dalam upaya membentuk karakter bangsa yang sesuai dengan prinsip dan semangat nasional. Dengan demikian para peserta didik dalam pembelajaran IPS terlatih untuk menyelesaikan persoalan sosial dengan pendekatan secara holistik dan terpadu dari berbagai sudut pandang.
Lingkup kajian IPS adalah manusia, ruang dan waktu, dimana ketiganya jika digabungkan memiliki sifat dinamis, meskipun statis dari segi fisik. Oleh karena kedinamisannya, pembelajaran IPS memiliki  materi  yang sangat padat dan kontekstual, sebab mempelajari kedinamisan manusia dari masa ke masa dan ruang ke ruang. Sumber belajar dalam IPS tidak  hanya berupa buku, tetapi perilaku masyarakat sekitar dan kearifan lokal yang ada di sekitarnya. Terkait dengan kearifan lokal, pemanfaatannya sebagai sumber belajar dapat pula dijadikan bagian dalam pendidikan karakter yang hendak dikembangkan oleh guru.  
Dalam perkembangannya, sejak awal abad 20, kewirausahaan sudah diperkenalkan di beberapa negara, seperti Belanda dengan istilah ‘’ondenemer’’, dan Jerman dengan istilah ‘’unternehmer’’. Di negara-negara tersebut, kewirausahaan memiliki tugas yang sangat banyak antara lain: Tugas dalam mengambil keputusan yang menyangkut kepemimpinan teknis, kepemimpinan organisatoris dan komersial, penyediaan modal, penerimaan dan penanganan tenaga kerja, pembelian, penjualan, pemasangan iklan dan sebagainya. Pada tahun 1950-an Pendidikan kewirausahaan mulai dirintis di beberapa negara seperti di Eropa, Amerika dan Canada.
Sejak tahun 1970-an banyak universitas/perguruan tinggi yang mengajarkan ‘’entrepeneurship’’ atau ‘’smallbusiness management’’  atau ‘’new venture management’’. Tahun 1980-an, hampir 500 sekolah di Amerika Serikat memberikan pendidikan kewirausahaan yang saat itu di Indonesia, kewirausahaan dipelajari baru terbatas pada beberapa sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Dahulu ada pendapat yang menyatakan bahwa kewirausahaan merupakan bakat bawaan sejak lahir, bahwa entrepreneurships are born not made, sehingga kewirausahaan dipandang bukan hal yang penting untuk dipelajari dan diajarkan.  Namun dalam perkembangannya nyata bahwa kewirausahaan ternyata bukan hanya bakat bawaan sejak lahir, atau bersifat praktik lapangan saja. Kewirausahaan merupakan suatu disiplin ilmu yang perlu dipelajari. Kemampuan seseorang dalam berwirausaha, dapat dimatangkan melalui proses pendidikan. Seseorang yang menjadi wirausahawan adalah mereka yang mengenal potensi dirinya dan belajar mengembangkan pptensinya untuk menangkap  peluang serta mengorganisir usahanya dalam  mewujudkan cita-citanya.
Menurut Suryana (2008:86), sejalan dengan tuntutan perubahan yang cepat pada paradigma pertumbuhan yang wajar dan perubahan ke arah globalisasi yang menuntut adanya keunggulan, pemerataan, dan persaingan, maka dewasa ini terjadi perubahan paradigma pendidikan. Pendidikan kewirausahaan telah diajarkan sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri yang independen, yang menurut Soeharto Prawirokusumo dalam (Astamoen, 2005:15) adalah dikarenakan oleh: Kewirausahaan berisi ‘’body of knowledge’’ yang utuh dan nyata (distrinctive) yaitu ada teori, konsep, dan metode ilmiah yang lengkap. Kewirausahaan memiliki dua konsep, yaitu posisi ‘’venture start up’’ dan ‘’venture growth’’. Hal ini jelas tidak masuk dalam ‘’frame work generalmanagement courses’’ yang memisahkan antara ‘’management’’  dengan ‘’businessownership’’. Kewirausahaan merupakan disiplin ilmu yang memiliki objek tersendiri, yaitu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Kewirausahaan merupakan alat untuk menciptakan pemerataan berusaha dan pemerataan pendapatan atau kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. 
Pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan sejalan dengan konsep Kurikulum 2013 yang menekankan pada kemampuan melakukan (kompetensi) berbagai tugas dengan standar reformasi tertentu, sehingga hasilnya berupa penguasaan seperangkat kompetensi tertentu, sebagai gabungan pengetahuan, keterarmpilan, nilai, sikap dan minat sebagai hasil belajar yang refleksinya adalah berupa kebiasaan berpikir dan bertindak ekonomis ketika menghadapi berbagai permasalahan.
Pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan hendaknya memperhatikan potensi lokal/daerah masing-masing sesuai dengan lokasi/tempat siswa tinggal. Pertimbangan lain adalah heterogenitas latar belakang siswa, seperti kehidupan keluarga, sekolah, masyarakat dan usia tingkat perkembangan siswa, yang pada gilirannya siswa akan memiliki jiwa berwirausaha dan memiliki kesadaran tinggi untuk mengaktualisasikan potensinya secara cerdas dalam kehidupan bermasyarakat.
Kearifan lokal berasal dari dua suku kata yaitu kearifan (wisdom) dan Lokal (local). Secara umum maka local wisdom  dapat dipahami sebagai gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Keberadaan kearifan lokal ini bukan tanpa fungsi. Kearifan lokal sangat banyak fungsinya. Menurut Sartini (2006) dalam (Lelly Qodariah, 2013:11), bahwa fungsi kearifan lokal sebagai berikut:  Konservasi dan pelestarian sumber daya alam; pengembangan sumber daya alam; pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan; petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan; bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunal atau kerabat; bermakna etika dan moral; dan bermakna politik.
Penggalian nilai-nilai kearifan local sebagai basis pendidikan karakter ini sejalan dengan rekomendasi UNESCO tahun 2009. Menurut UNESCO dalam (Wibowo & Gunawan, 2015:15) bahwa, penggalian nilai kearifan lokal sebagai dasar pendidikan karakter dan pendidikan pada umumnya, akan mendorong tumbuhnya sikap saling menghormati antar etnis, suku, bangsa, agama, sehingga keberagaman terjaga. Harus diakui bahwa kebudayaan dan pendidikan merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan keduanya. Laksana dua sisi mata uang keduanya satu kesatuan yang saling mendukung dan menguatkan. Kebudayaan menjadi dasar falsafah pendidikan, sementara pendidikan menjadi penjaga utama kebudayaan karena peran pendidikan membentuk orang untuk berbudaya.

SUBYEK DAN METODE PENELITIAN
Subyek penelitian antara lain: Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikulum, Guru Prakarya dan Siswa yang mempunyai keterkaitan dengan pembelajaran kewirausahaan di SMKN 10 Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan mendeskripsikan fenomena, peristiwa, aktivita sosial, sikap, kepercayaan persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok.
Dengan kata lain penelitian ini menuntut kita untuk membangun konstruksi pemikiran berdasarkan pengalaman sosial natural yang kita alami di lapangan (Syaodih, 2009:60). Pendekatan kualitatif juga bermaksud untuk memahami fenomena  tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain (Moleong, 2006:6). Dengan demikian maka pendekatan kualitatif merupakan pendekatan untuk membangun pernyataan pengetahuan berdasarkan perspektif-konstruktif, misalnya makna-makna yang bersumber  dari pengalaman individu, nilai-nilai sosial dan sejarah dengan tujuan untuk membangun teori atau pola pengetahuan tertentu atau berdasarkan perspektif partisipatori milsanya orientasi terhadap politik, isu, kolaborasi atau perubahan atau keduanya.
Pengumpulan data penelitian meliputi: Studi pustaka, obervasi, wawancara dan studi dokumentasi. Tahapan penelitian meliuputi: Tahap orientasi, tahap eksplorasi, dan tahap member check. Sedangkan teknik analisis data   meliputi reduksi data, penyajian data dan pengambilan kesimpulan serta verifikasi. Uji keabsahan data yang meliputi: kredibilitas data, transferabilitas dan dependebilitas serta konfirmabilitas.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Nilai-nilai kearifan lokal yang dapat diintegrasikan pada pelajaran kewirausahaan di SMKN 15 Kota Bandung yang meliputi: Pertama, paribasa wawaran luang, contohnya adat kakurung ku iga, mihape hayam ka heulang. Kedua, paribasa pangjurung laku hade, contohnya cikaracak ninggang batu laun-laun jadi legok, ka hareup ngala sajeujeuh, ka tukang ngala sajeungkal. Ketiga, paribasa panyaram lampah salah, contohnya ulah pupulur memeh mantun, ulah meungpeun carang ku ayakan, ukah cul dogdog tinggal igel.
Babasan dan paribasa yang berkaitan dengan perkembangan globalisasi, antara lain: Pertama, kemajuan teknologi, contohnya kudu bisa miindung ka waktu, mibapa ka zaman, bengkung ngariung, bongkok ngaronyok. Kedua, kebebasan dan keterbukaan, contohnya abong biwir teu diwengku, hade ku omong goreng ku omong, ulah ngalajur nafsu. Ketiga, gaya hidup, contohnya nilas saplasna, ngadek saclekna, nete taraje nincak hambalan, kudu sareundeuk saigel-sabobot sapihanean-sabata sarimbagan, ulah untung atahan ari gawe teh.
Proses integrasi nilai-nilai kearifan lokal dalam pembelajaran kewirausahaan yakni dari 17 buah pupuh dibatasi 4 (empat) jenis pupuh yang diteliti di SMKN 10 Kota Bandung yakni KSAD (Kinanti, Sinom, Asmarandana, dan Dangdanggula). Kinanti merupakan salah satu jenis pupuh yang termasuk pada pupuh sekar ageung, disebut sekar ageung karena memiliki jumlah bait yang cukup banyak. Kinanti memiliki arti ngaanti-anti (menanti), watak dari pupuh kinanti  selain menanti bisa juga tentang rasa kekhawatiran atau kecintaan, tetapi pada pupuh  kinanti bisa juga tentang rasa kekhawatiran atau kecintaan juga pada pupuh kinanti bisa dimasukan  rumpaka atau syair  selain penantian asalkan syair itu masuk pada patokan atau pakeman yang telah ditentukan. Dalam rumpaka atau syair pupuh kinanti ini terdapat nilai karakter yang harus diteladani bahwa dalam hidup harus bekerja keras supaya mendapatkan kebahagiaan hidup.  Seperti dalam kewirausahaan seorang wirausahawan harus mempunyai  karakter determination (Yoeningsih, 2019:3), yaitu melaksanakan kegiatan dengan penuh perhatian, tanggung jawab dan tidak mau menyerah dan dengan perilaku kerja prestatif  yaitu kerja keras.      
Sinom merupakan  salah satu pupuh sekar ageung, memiliki watak keadaan yang gembira atau rasa cinta dengan pakeman 9 padalisan, guru lagu dan guru wilangan 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a. Syair atau rampaka tidak menggambarkan rasa cinta kasih kepada sesama, hal ini bukan merupakan suatu kesalahan karena pada pupuh sinom ini masih tetap menggunakan patokan yang telah ditentukan, contoh pupuh sinomantara lain:
Harta pada nreangan    (harta pada dicari)
Harti pada nyararungsi (pengetahuan pada dikejar)
Sabab duanana guna (sebab dua-duanya berguna)
Harti bias mere bukti (pengetahuan bias memberi bukti)
Harta pon kitu deui (begitu juga harta)
Bisa ngabul nu di maksud (biasa ngabulkan keinginan)
Nedunan sakahayang (memenuhi segala keinginan)
Tapi harta gampang leungit (tapi harta gampang hilang)
Mungguh hari mangfaat dunya akherat (pasti pengetahuan bermanfaat 
                                                                        Dunia akhirat)
Apabila dilihat dari isinya pupuh sinom ini merupakan  sebuah pepatah atau wejangan yang mengandung makna bahwa hidup merupakan sebuah perjuangan dan persaingan dalam mendapatkan harta dan ilmu pengetahuan karena keduanya sangat penting dalam hidup, kesejahteraan  dan kemakmuran dapat diperoleh karena ilmu. Pengetahuan sangat bermanfaat baik di dunia dan akhirat tapi harta sewaktu-waktu bisa  habis kalau tidak bisa mengelolanya. Karakter yang  terkandung dalam pupuh  sinom yang berupa pepatah ini memberikan dorongan atau motivasi bahwa kita hidup harus kreatif dalam mencari ilmu, maupun bekerja keras untuk mencapai kesejahteraan hidup, dan ilmu yang dicari bukan saja ilmu kediawian tetapi ilmu untuk kehidupan yang kekal, yaitu ilmu tentang keagamaan.
Dalam kewirausahaan mengenal karakteristik dan mau bekerja keras sesuai dengan karakteristik kreatif dan inovatif. Kreatif adalah kemampuan seseorang melahirkan produk yang baru, dan inovasi adalah pengenalan hal-hal  yang baru dan diterima oleh masyarakat (Yoeningsih, 2019:4). Sedangkan untuk patokan ilmu tentang keagamaan terkandung dalam karakteristik kerja ikhlas yaitu bekerja dengan sungguh-sungguh dapat menghasilkan sesuatu yang baik dan setiap bekerja dilandasi dengan hati yang tulus dan ikhlas. Artinya berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena pada dasarnya manusia hanya bisa berurusan dengan Tuhan yang menentukan segalanya (taqdir). 
Asmarandana, yakni menceritakan tentang asmara atau percintaan, selain itu juga pupuh ini bisa memuat watak kasih sayang, tetapi watak percintaan bisa saja diabaikan apabila lirik atau rumpakanya memuat cerita lain yang masih berpe  (tujuh)gang pada patokan pupuh ini. Pakeman pupuh Asmarandana ini adalah 7 (tujuh) padalisan, guru lagu dan guru wilangannya 8i, 8a, 8e, 8a, 7a, 8u, 8a. Berikut ini contoh dari Pupuh Asmarandana.
Aya nu lumpuh musafir (ada orang yang lumpuh menjadi musafir)
Bari sila sisi jalan (sambal bersila di pinggir jalan)
Kadupak ku anu lolong (tersenggol orang buta)
Anu eukeur balangsiar (yang sedang mencari nafkah)
Neangan sandang pangan (mencari sandang pangan)
Anu lolong gebut labuh (orang buta tiba-tiba jatuh)
Anu kadupak katindihan (orang yang tersenggol tiba-tiba katuh)

Daunana pada nyeri (keduanya merasa sakit)
Anu kadupak nyarekan (orang yang tersenggol marah-marah)
Anu ngadupak bati bengng  (orang yang menyenggol hanya bengong)
Sasadu menta hampura (memohon minta maaf)
Lantaran henteu awas (karena tidak terlihat)
Ahirna pada sasadu (akhirnya saling memohon untuk meminta maaf)
Makna yang terkandung dalam pupuh sinom yang memiliki dua pada atau bait ini sangat menarik karena menceritakan kisah yang mengharukan tetapi di sisi lain ada lelucon. Dalam pupuh ini menceritakan tentang dua orang  yang memiliki keterbatasn fisik, walaupun  demikian sikap mandiri dan semangat yang dimilikinya mereka tetap berupaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan kemampuan yang dimilikinya tanpa menjual ketidak berdayaannya. Kelucuan tergambar pada bait kedua dimana yang tunanetra secara tidak sengaja menyenggol orang yang lumpuh keduanya merasa marah, setelah menyadari akan kekurangan masing-masing maka keduanya saling meminta maaf. Pesan moral yang ingin disampaikan dalam isi pupuh ini adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik saja masih ada kemauan untuk berusaha apalagi kita sebagai orang yang diberikan kesempurnaan fisik dan mental jangan sampai menjadi pemalas dan menggantungkan diri pada orang lain. Nilai karakter yang terkandung  di dalam pupuh ini adalah kerja keras, mandiri, dan saling menghargai. Dalam kewirausahaan ada karakter yang sama dengan nilai karakter yang terkandung dalam pupuh asmarandana yaitu mandiri (Yunegsih, 2019:5). Jadi seorang wirausaha harus mampu mengerjakan sendiri segala kegiatan tanpa bantuan orang lain. Jadi harus yakin dan percaya terhadap kemampuan sendiri.
Dangdanggula merupakan pupuh yang termasuk pada pupuh sekar ageing. Memiliki watak tenang, tentram atau gembira. Pada Pupuh Dangdanggula bias memuat syair atau rumpaka apa saja yang sifatnya tenang atau gembira, sedangkan pakeman atau aturan pupuh asmarandana ini terdiri atas 10 padalisan, guru lagu  dan guru wilangannya, 10i, 10a, 8o/e, 7a, 9i, 7a, 6u, 8a, 12i, contohnya sebagai berikut:
Ajeg panceg nagri sugih mukti (berdiri kokoh sebuah negeri yang kaya raya)
Seuweu siwi teureuh pajajaran (anak cucu keturunan Pajajaran)
Komara wibawa pamor (pengaruh wibawanya terkenal)
Nagar tetep nanjung (negara tetap maju)
Pamingpina tuhu amanah (pemimpinnya taat pada amanah)
Nyaah bela ka rakyat (sayang membela pada rakyatnya)
Teu diugung-ugung (tidak perlu disanjung-sanjung)
Rahayatna gemag ripah (rakyatnya gemah ripah)
Nagri ,ak,ur loh jinawi (negara loh jinawi)
Sugih mukti (subur makmur)
Jembar kerta raharja (kerta raharja)
Dari rumpaka pupuh Dangsdanggula ini menceritakan tentang keberadaan suatu negara yang subur makmur dan kaya rakyatmya hidup sejahtera tanpa kurang suatu apapun, negeri ini merupakan warisan kerajaan yang besar. Kebesaran  dan kesejahteraan negara dikarenakan pemimpinnya yang jujur dan memperhatikan rakyatnya. Dalam pupuh Dangdanggulaini memiliki pesan moral khususnya kepada para pemimpin bahwa untuk menjadikan negara ini sebagai negara yang maju, rakyatnya hidup damai sejahtera maka pemimpinnya harus jujur, adil dan memperhatikan kepentingan rakyatnya. Karakter yang ingin dicapai dalam pupuh Dangdanggula adalah jujur, adil, cinta tanah air dan rasa kepedulian.
Dalam kewirausahaan  ada karakter yang sama seperti dalam pupuh Dangdanggula yaitu jujur, jadi seorang wirausaha harus mempunyai karakter jujur (Yoeningsih, 2019:4), karena kejujuran merupakan hal penting karena akan menimbulkan kepercayaan dari orang lain, dan kejujuran merupakan modal utama bagi seorang wirausahawan, ketika ia mempunyai modal yang banyak berupa uang dan tidak jujur maka orang lain akan menjauhi kita karena kita mempunyai sikap yang tidak jujur dalam berwirausaha.

PENUTUP
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 
1.    Nilai-nilai kearifan lokal yang diintegrasikan dalam pembelajaran kewirausahaan dalam mata pelajaran produk kreatif dan kewirausahaan adalah karawitan dengan bentuk pupuh, yaitu Kinanti, Sinom, Asmarandana dan Dangdanggula.
2.    Proses pengintegrasian pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal dalam pembelajaran dilakukan melalui pelajaran produktif sesuai dengan jurusannya masing-masing kegiatan ektrakurikuler dan ko  kurikuler.
3.    Pengintegrasian pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal dalam pembelajaran kewirausahaan menemukan faktor pendorong terintegrasinya nilai-nilai kearifan lokal yaitu faktor kedekatan secara emosional antara guru dan siswa, karena siswa tidak sungkan untuk belajar secara langsung ke rumah guru untuk mempelajari vokal seperti karawitan atau dalam mempelajari alat musik seperti kecaki atau suling dan perubahan kurikulum dari Kurikulum 2013 menjadi Kurikulum 2013 Revisi.

DAFTAR PUSTAKA



Astamoen, M. 2005. Entrepreneurship Dalam Perspektif Kondisi Bangsa Indonesia. Bandung: Alfabeta.

Danusaputro, M. 1983. Wawasan Nusantara III. Bandung: Alumni.
Hasan, F. 2010. Renungan Budaya. Jakarta: Balai Pustaka.

Joesoef. 1976. Enterpreneurship. Retrieved Desember 7, 2018, from http://entpr,dint,ac,ae,2019.

Kasmadi,A.D.  2007. Budaya Lokal Sebagai Warisan Budaya dan Upaya Pelestariannya. Dialog Budaya Daerah Jawa Tengah, 1.

Lelly, Qodariah, L.A. 2013. Nilai-Nilai Kearifan Lokal Masyarakat adat Kampung Naga sebagai Alternatif Sumber Belajar. Dalam SOCIO Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, 10-20.

Moleong, L.J.  2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyani, M. 2012. Model Pembelajaran Menulis Berbasis Kearifan Lokal Yang Berorientasi Pendidikan Karakter. Retrieved January, 26, 2018, from www.jurnalpena.comhttp://www.jurnalpena.com/index.php/artikel/55-model-pembelajaran.

Rosidi, A. 2011. Kearifan Lokal Dalam Perspektif Budaya Sunda. Bandung: Kiblat Buku Utama.

Suryadi, Edi K.M. 2007. Pengaruh Kearifan Lokal Sunda terhadap Aktualisasi Perilaku Ilmiah, Edukatif, dan Religius. Dalam Jurnal 1-5, UPI.

Suryana. 2008.  Kewirausahaan Pedoman Praktis: Kiat Menuju Sukses. Jakarta: Salemba Empat.

Syaodih, N.  2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.    

Wibowo , A. & Gunawan. 2015. Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 


Yoenaingsih, S.W.  2019. Produk Kreatif dan Kewirausahaan. Bandung: HUP.