PANDEMI COVID-19 & PENINGKATAN SPIRITUALITAS

Prof. Dr. ENDANG KOMARA, M.Si
Guru Besar LLDIKTI Wilayah IV Dpk pada Magister Pendidikan IPS STKIP Pasundan, Ketua Paguyuban Profesor LLDIKTI Wilayah IV, Ketua Dewan Pakar DPP GNP TIPIKOR, Ketua Senat Universitas Nurtanio, dan Peserta Seleksi JPT Madya Kemendikbud RI 2020.


Sebagian besar orang meyakini bahwa kisah awal penyebaran Covid-19 bermula Desember 2019 ketika seseorang terjangkit virus corona dari hewan yang diperdagangkan di pusat Seafood Huanan, Kota Wuhan, Provinsi Hubel China. Kisah tersebut kemudian berkembang menjadi tragedi yang memilukan dalam sejarah umat manusia dewasa ini. Bermula dari infeksi di Wuhan, Covid-19  kini telah menyebar ke seluruh dunia, hampir 204 negara dan menewaskan hampir 80.000 orang. Namun, terdapat beberapa aspek misterius tentang asal mula Covid-19 yang terus digali oleh para ilmuwan, termasuk spesies hewan apa sebenarnya yang menularkan virus ini kepada manusia. Hal ini menjadi sangat penting. Sebab dengan mengetahui aspek yang masih simpang siur hingga saat ini, kemungkinan terjadinya pandemik berikutnya bisa dicegah. Dengan cara mengenali, mencegah, mengobati dan mengantisipasinya.
Jumlah kasus positif terinfeksi virus corona di Indonesia, Kamis 9 April 2020, kasus positif terinfeksi  Covid-19 di Indonesia mencapai 3.293 orang, 252 pasien berhasil sembuh  dan 280 meninggal (TV News, 2020). Pengujian deteksi infeksi Covid-19 bagi masyarakat secara luas merupakan salah satu kunci dalam penanganan wabah virus corona yang telah menjangkit di berbagai negara saat ini. Pengujian deteksi infeksi Covid-19 diperlukan untuk menjadi pedoman bagi pembuat kebijakan mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan, baik oleh Pemerintah Pusat maupun oleh Pemerintah Daerah. Ada berbagai jenis yang dapat dilakukan untuk mendeteksi apakah seseorang telah terpapar virus corona atau tidak. Di Indonesia, setidaknya ada 3 (tiga) jenis tes corona, baik yang telah maupun yang direncanakan akan digunakan oleh Pemerintah, yaitu melalui rapid test, PCR, dan TB-TCM. Pertama, rapid test. Beberapa waktu yang silam, ratusan ribu alat rapid test mulai di datangkan dan didistribusikan ke wilayah Indonesia dari Tiongkok. Adapun test ini dilakukan dengan cara mengambil sampel darah dari seseorang yang diuji. Caranya, individu diambil darahnya. Pengambilan ini dilakukan dari darah kapiler atau bisa juga dari ujung jari kemudian (sampel darah itu) diperiksa. Rapid test hanya memerlukan waktu sekitar 10-15 menit hingga hasil test-nya keluar. Menurut Bambang (2020) alat rapid test menguji antibodi SARS-CoV-2, immunoglobulin G (IgG) dan Immunoglobulin M (IgM) yang terdapat dalam sampel darah. Saat sampel darah masuk antibodi IgG dan/atau IgM yang terdapat dalam darah akan bereaksi dan memunculkan warna pada alat rapid test. Metode ini disebut sebagai Lateral Flow Assay. Namun, hasil rapid test dapat menunjukkan hasil negatif palsu apabila orang yang di test berada dalam window period infeksi. Sebab, saat belum menunjukkan gejala atau berada dalam periode inkubasi. IgG atau IgM belum dideteksi oleh rapid test. Oleh karena itu, orang dalam Pengawasan (ODP) yang pernah melakukan kontak dengan orang yang terinfeksi harus menunggu 2 (dua) minggu hingga munculnya gejala sebelum melakukan rapid test. Saat IgM positif dan IgG negatif, menunjukkan pasien memasuki fasel awal infeksi. Sedangkan saat IgM dan IgG menunjukkan hasil positif, artinya pasien berada dalam fase infeksi aktif. Terakhir, apabila hasil igM negatif  dan IgG positif menunjukkan fase akhir infeksi atau ada kemungkinan bahwa pasien tersebut sudah pernah terinfeksi SARS-CoV 2 dan sembuh. Kedua, PCR (Polymerase Chain Reaction), Kementerian Kesehatan menyebut metode lain dalam screening pasien terduga positif Covid-19, yaitu melalui metode PCR, test PCR diharapkan menjadi solusi akurat untuk untuk menguji infeksi virus corona. Menurut Prof Amin Soebandrio (2020), bahwa rapid test hanya menguji antibodi pasien. Tingkat sensitivitas rapid test dalam menguji virus hanya sekitar 70% meskipun sebagian juga menyebut sensitivitasnya dapat mencapai 90%. Hingga kini, metode PCR disebut sebagai metode yang paling akurat dalam mendeteksi virus SARS-CoV-2 ini. Adapun test PCR dilakukan dengan test swab atau mengambil sampel dari hidung atau tenggorokan pasien dan mengirimnya ke laboratorium. Hasil test PCR memerlukan waktu lebih lama dari rapid test. Umumnya, metode PCR membutuhkan waktu beberapa jam hingga beberapa hari untuk menunjukkan hasil. Ketiga, TCM (Tes Cepat Molekuler), pemeriksaan dengan menggunakan mesin TB-TCM untuk mendeteksi penderita Covid-19 akan diprioritaskan di daerah yang banyak terdapat kasus penularan karena menggunakan alat konversi berupa catridge pada mesin pemeriksaan TB-TCM dan hasilnya lebih akurat.
Upaya pencegahan Virus Corona Covid-19 antara lain: mencuci tangan yang bersih, menggunakan masker, menghindari tempat ramai atau dikenal dengan istilah social distance/psychal distance, tidak bersalaman sementara, hingga menjaga jarak 1-2 meter dengan orang lain. Salah satu upaya pemerintah dalam meminimalisir penyebaran corona adalah menerapkan belajar di rumah, ibadah di rumah dan bekerja di rumah Work From Home (WFH) bagi para pegawai negeri maupun swasta. Selain itu kita juga harus menjaga kebersihan diri juga kesehatan tubuh kita dengan cara: menjaga kesehatan imun tubuh, mencuci tangan yang benar, terapkan etika bersin dan batuk, menjaga jarak (social distance), gunakan maskerhindari makan daging tidak matang.
Spiritualitas berasal dari bahasa Inggris, yaitu spirituality. Akar kata dari spirituality adalah spirit. Spirit bisa berarti jiwa, bisa juga berarti immaterial (sesuatu yang non materi). Adapun spiritualitas, ia berarti berhubungan dengan Yang Maha Kuasa, Maha Pencipta, Maha Besar juga tergantung dengan kepercayaan yang dianut oleh individu. Spirit juga bisa berarti murni. Murni dalam bahasa Arab adalah ikhlas.
Maka spiritualitas kerja adalah jiwa, makna, motif dalam suatu pekerjaan. Spirit juga bisa berarti murni. Murni dalam bahasa Arab adalah ikhlas. Maka orang yang bekerja spiritual adalah orang yang ikhlas dalam bekerja. Kemurnian seseorang ada pada fitrahnya. Dan fitrah manusia adalah memiliki kerinduan kepada Sang Pencipta, ingin dekat dengan Allah Swt. Manusia yang memiliki paradigma spiritualistik memahami bahwa kehidupan manusia tidak hanya sebatas kehadiran tubuh di bumi, namun manusia adalah makhluk spiritual atau manusia ruhaniah. Akan ada kehidupan selain di bumi sekarang ini. Allah mengingatkan bahwa manusia bukan hanya tubuh, tetapi juga ruh. Sebagaimana Allah Swt berfirman: Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? (Q.S. Al-Insan, 76:1).
Manusia yang memiliki paradigma spiritualistik juga memandang bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan ketetapan dari Allah Swt, karenanya kehidupan itu harus disyukuri, cobaan, kekurangan dan penderitaan disikapi dengan sabar dan dengan ketabahan serta memulangkan segalanya kepada Allah Swt. Covid-19 bukan Azab dan kutukan dari Allah Swt, tetapi merupakan musibah dari Sang Pencipta kepada umat manusia, agar  senantiasa kita berintrospeksi diri.  Karena segala sesuatu memang milik-Nya, termasuk dirinya sendiri. Penganut paradigma spiritualistik ini memandang kehidupannya di dunia mempengaruhi kehidupan di akhirat (holistik). Segala sesuatu yang dilakukan di dunia dilihat, diketahui dan dinilai oleh Allah Swt, yang akan diminta pertanggung jawabannya di akhirat kelak. Maka dengan paradigma ini manusia tidak akan terkena stress, hidup menjadi tentram yang tentu sangat berpengaruh kepada kualitas dirinya dan ia selalu mendatangkan kebijakan yang bersumber dari kesucian (virtus ex sanctus).
Spiritualitas berbeda dengan relijiusitas. Relijiusitas terpaku pada simbol keagamaan dan praktik ritual keagamaan, sedangkan spiritualitas merupakan inti dari keagamaan itu sendiri, yaitu keterhubungan seseorang dengan Allah Swt, yang berdampak kepada akhlak. Idealnya, seseorang yang relijius adalah orang yang spiritualistik. Namun pada kenyataannya sering kita saksikan relijiusitas seseorang tidak sama dengan spiritualitasnya.
Misalnya, sebentar lagi kaum Muslimin akan melaksanakan Ibadah Syaum 1441 H.  Seseorang yang relijius yang tidak spiritualistik pada saat shiyam atau puasa di bulan Ramadhan. Secara istilah fiqih, syariat atau religi, shiyam atau shaum berarti menahan diri makan, minum dan berhubungan badan sepanjang hari dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat tertentu, sehat, dari suci dari haid dan nifas bagi seorang muslimah.  Sebatas ini saja pengertian shiyam secara syariat atau religi. Maka secara syariat, tidak batal shiyam-nya jika memiliki sifat hasad dan dengki, berprasangka buruk terhadap qadar dan qadha Allah Swt; tidak merasa hidup diawasi oleh Allah Swt, sehingga tidak amanah atau khianat, melakukan pemborosan, merusak lingkungan, dan lain-lain.
Dengan demikian, musibah Pandemi Covid-19 senantiasa kita bisa meningkatkan spiritualitas yang tinggi dengan ketinggian akhlak, antara lain: Pertama, melaksanakan ibadah dan bekerja di rumah selama Pandemi Covid-19 belum berakhir. Kedua, memiliki sikap jujur, merupakan perilaku dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Ketiga, disiplin merupakan tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan, misalnya untuk mencegah meluasnya waban corona diberlakukan Peraturan Pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dan Keppres (Keputusan Presiden) mengenai Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat untuk melaksanakan amanat Undang-Undang tersebut. Dengan terbitnya PP ini, semuanya jelas. Para Kepala Daerah tidak membuat kebijakan sendiri-sendiri harus sesuai dengan peraturan, berada dalam koridor Undang-Undang dan PP serta Keppres tersebut. Polri juga dapat mengambil langkah-langkah penegakan hukum yang terukur dan sesuai Undang-Undang agar PSBB dapar berlaku secara efektif dan mencapai tujuan mencegah meluasnya wabah virus corona. Keempat, tanggung jawab, merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang seharusnya dilakukan. Baik terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara dan Tuhan Yang Maha Esa. *** Semoga ***.