PTK DAN PENINGKATAN PROFESIONALITAS GURU



ENDANG KOMARA
Prof., Drs., Dr., M.Si


Guru Besar LLDIKTI Wilayah  IV Dpk 
Pada Magister PIPS STKIP Pasundan,    
Ketua KORPRI dan Ketua Paguyuban Profesor LLDIKTIWilayah IV, Ketua Dewan Pakar ASPENSI dan Ketua Dewan Pakar DPP GNP TIPIKOR



Tujuan pembelajaran bisa tercapai dibutuhkan suatu kegiatan dalam meningkatkan prospek pengetahuan maupun keterampilan peserta didik atau hal-hal yang mendukung dalam proses kegiatan belajar mengajar. Hal tersebut sesuai dengan kebijakan yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim tentang Merdeka Belajar, terutama berkaitan dengan Penyederhanaan terkait penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), tiga komponen RPP yang meliputi tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan asesmen. Penulisan RPP dilakukan dengan efisien dan efektif sehingga guru memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkam dan mengevaluasi proses pembelajaran. Kegiatan yang harus dilakukan adalah praktik-praktik pendidikan maupun kegiatan sosial. Hal tersebut sesuai  dengan pandangan Komara (2012:21), bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu bentuk penelitian reflektif  dari kolektif yang dilakukan oleh peserta-pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktik pendidikan dan praktik sosial  mereka serta pemahaman mereka terhadap praktik-praktik mereka dan terhadap situasi tempat praktik tersebut dilakukan.
Menurut Kemmis dan Mc Taggart (1992), mengaitkan istilah ‘tindakan’ dan ‘penelitian’ menonjolkan ciri-ciri inti metode penelitian tindakan: mencobakan gagasan baru dalam praktik sebagai alat peningkatan dan sebagai alat menambah pengetahuan mengenai kurikulum, pengajaran, dan pembelajaran. Hasilnya adalah peningkatan dalam pelaksanaan pelajaran di kelas dan sekolah, dan artikulasi dan pembenaran yang lebih baik terhadap alasan mengapa sesuatunya berjalan. Penelitian tindakan menyediakan cara kerja yang mengaitkan teori dan praktik menjadi kesatuan utuh, yakni gagasan dalam tindakan. Sementara Burns (1994) menjelaskan bahwa, penelitian tindakan merupakan penerapan penemuan fakta pada pemecahan masalah dalam situasi sosial dengan pandangan untuk meningkatkan kualitas tindakan yang dilakukan di dalamnya yang melibatkan kolaborasi dan kerjasama para peneliti, praktisi, dan orang awam.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud peneltian tindakan sebagai berikut: Pertama, bentuk penelitian refleksi dan korektif. Kedua, berskala lebih besar. Ketiga, pengumpulan informasi secara sistematik yang mengarah kepada pemecahan masalah. Keempat, prosesnya meliputi diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan. Kelima, tindakan yang berurusan langsung dengan praktik di lapangan dalam situasi yang alami. Keenam, ditujukan untuk melakukan perubahan pada semua diri pesertanya dan perubahan situasi tempat penelitian dilakukan guna mencapai perbaikan praktik secara incremental dan berkelanjutan.
Dengan demikian maka penelitian tindakan kelas merupakan proses pembelajaran yang mengarahkan sumber informasi kepada pemecahan masalah; penelitian yang dilakukan dapat membawa terobosan baru terhadap alat kelengkapan administrasi sekolah; proses pembelajaran dapat mengaitkan antara pengetahuan dan praktik; orientasi penelitian selalu berinovatif guna membawa dampak perubahan, baik terhadap individu yang melakukan penelitian maupun terhadap peserta didik yang mendapatkan pembelajaran yang bermakna.
Menurut Kemmis dan Taggart (Kusnandar, 2013), bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) mencakup: penetapan fokus permasalahan, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan dibarengi dengan observasi dan interpretasi, analisis dan refleksi, serta apabila perlu perencanaan tindakan lanjut. 
Pertama, masalah penelitian. Masalah dalam kegiatan proses belajar mengajar tidak terelakan. Dimulai dari peserta didik yang bervariatif karakter (moral knowing, moral feeling and moral action), hingga berujung dari kompetensi guru maupun hal-hal pendukung lainnya. Maka hal tersebut dibutuhkan suatu pemecahan masalah untuk meningkatkan proses pembelajaran yang berkualitas. Cara mengidentifikasi masalah antara lain: 1) menulis semua hal yang terkait dengan pembelajaran yang dirasakan perlu memperoleh perhatian untuk menghindari dampak yang tidak diharapkan; 2) memilah dan mengklasifikasikan masalah sesuai dengan jenisnya, mencatat jumlah siswa yang mengalaminya, dan mengidentifikasi frekuensi timbulnya masalah; 3) mengurutkan masalah sesuai dengan tingkat urgensinya untuk ditindaki; 4) tim peneliti kemudian secara bersama-sama memilih permasalahan yang urgen untuk dipecahkan; 5) selanjutnya masalah-masalah tersebut dikaji kelayakan, signifikansi, dan kontribusinya.
Kedua, perencanaan tindakan. Dalam perencanan ini, harus dibuat dengan persiapan yang optimal. Perencanaan ini harus mengarah pada tujuan penelitian yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi dari objek tersebut. Dari pengkajiannya, memanfaatkan teori, rujukan, dan pengalaman penelitian yang diperoleh dari masa lampau. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses melakukan perencanaan yang baik, antara lain: 1) membuat skenario pembelajaran yang berisi langkah-langkah kegiatan dalam pembelajaran atau pelatihan di samping bentuk-bentuk kegiatan yang akan dilakukan; 2) mempersiapkan sarana pembelajaran atau pelatihan yang mendukung terlaksananya tindakan. Sarana pembelajaran ini dapat berupa media pembelajaran, petunjuk praktikum, lembar kerja, dan lain sebagainya; 3) mempersiapkan instrumen penelitian, misalnya format observasi  untuk mengamati kegiatan proses belajar mengajar dan instrumen asesmen untuk mengukur hasil belajar.
Ketiga, pelaksanaan tindakan kelas. Perencanaan sudah selesai maka tahap selanjutnya adalah dilaksanakan penelitian tersebut. Dalam kegiatan pelaksanaan, langkah perbaikan merupakan hal pokok dalam siklus peneltian tindakan dengan selalu mengacu pada perencanaan yang telah disusun.
Keempat, observasi, evaluasi dan analisis data.  Kegiatan observasi dilakukan untuk merekam proses yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung. Artinya dalam melakukan proses observasi peneliti harus fokus dan teliti terhadap objek-objek yang diteliti. Hasil analisis digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil yang dicapai. Tim peneliti dapat mempergunakan kriteria keefektifan atau keberhasilan pencapaian pada setiap siklus. Dalam menganalisis data, terdapat 2 (dua) cara yang harus dilakukan oleh peneliti, yaitu analisis data menggunakan kuantitatif dan analisis data menggunakan kualitatif. Analisis data menggunakan kuantitatif dapat berupa penyusunan kumpulan data berupa tabel atau grafik dan hasil perhitungan rerata. Sedangkan data kualitatif  dilakukan melalui 3 (tiga) tahap, yaitu reduksi data, paparan data, dan penyimpulan hasil analisis. Reduksi data adalah proses penyederhanaan  data yang dilakukan melalui seleksi, pengelompokan, dan pengorganisasian data mentah menjadi sebuah informasi bermakna. Pemaparan data merupakan suatu uapaya menampilkan data secara jelas dan mudah dipahami dalam bentuk paparan naratif, tabel, grafik atau perwujudan lainnya yang dapat memberikan gambaran jelas tentang proses dan hasil tindakan yang dilakukan. Penyimpulan hasil analisis merupakan pengambilan inti dari sajian data yang telah terorganisasikan dalam bentuk pernyataan atau kalimat singkat, padat dan bermakna.
Kelima, refleksi. Pada dasarnya refleksi merupakan kegiatan analisis sintesis, interpretasi dan eksplanasi terhadap semua informasi yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan. Melalui proses refleksi yang mendalam, dapat ditarik kesimpulan yang objektif dan transparan.
Keenam, perencanaan tindak lanjut merupakan perbaikan yang dilakukan apabila belum tercapai pada siklus 1, maka diperlukan perbaikan berupa langkah-langkah lanjutan pada siklus 2. Hal tersebut dilakukan berdasarkan kesatuan dari kegiatan perencanaan tindakan, observasi dan interpretasi, analisis dan evaluasi serta refleksi.
Profesionalitas berakar pada kata profesi yang berarti pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian. Profesionalitas itu sendiri dapat berarti mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional. Profesionalitas guru dapat berarti guru yang profesional. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sahabuddin (1993:6), seorang guru yang mampu merencanakan program belajar mengajar, melaksanakan dan memimpin proses belajar mengajar, menilai kemajuan proses belajar mengajar dan memanfaatkan hasil penilaian kemajuan belajar mengajar dan informasi lainnya dalam penyempurnaan proses belajar mengajar.
Perihal teori tentang guru profesional telah banyak dikemukakan oleh para pakar manajemen pendidikan, seperti Rice & Bishoporik dalam Bafadal (2003:5) dan Glickman dalam Bafadal (2004:5) guru profesional adalah  guru yang mampu mengelola dirinya sendiri dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Profesionalisasi guru menurut pandangan di atas sebagai sebuah proses gerak yang dinamis, dari ketidaktahuan (ignorance) menjadi tahu, dari ketidakmatangan (immaturity) menjadi matang, dan diarahkan (other directedness) menjadi mengarahkan diri sendiri.
Sedangkan Glickam dalam Bafadal (2004:5) menegaskan bahwa seseorang akan bekerja secara profesional bilamana orang tersebut memiliki kemampuan (ability)  dan motivasi (motivation). Maksudnya adalah seseorang akan bekerja secara profesional bilamana memiliki kemampuan kerja yang tinggi dan kesungguhan hati untuk mengerjakan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya. Juga guru yang memiliki abstarksi yang tinggi adalah guru yang mampu mengelola tugas, menemukan berbagai permasalahan dalam tugas, dan mampu secara mandiri memecahkannya.
Dengan demikian mengembangkan profesionalitas guru  merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas guru, sebab kualitasnya Lembaga Pendidikan tergantung pada kualitas guru dan guru yang terbaik adalah guru yang profesional. Untuk membentuk guru yang profesional  tidaklah mudah , tetapi membutuhkan pelatihan, studi lanjut, memahami tuntutan standar profesi yang ada, membangun hubungan kesejawatan yang luas termasuk lewat organisasi profesi, dan mengembangkan etos kerja serta budaya kerja yang mengutamakan pelayanan bermutu kepada konstituen serta mengadopsi inovasi/mengembangkan kreativitas dalam pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi dalam pengelolaan pembelajaran. *** Semoga ***.


DAFTAR PUSTAKA


Bafadal, Ibrahim. 2004. Manajemen Perlengkapan Sekolah teori dan Aplikasinya. Jakarta: Bumi Aksara.

Kemmis, S & Mc. Taggart, R. 1992. The Action Research Planner. Australia: Deakin University Press.

Komara, Endang. 2012. Penelitian Tindakan Kelas dan Penigkatan Profesionalitas Guru. Bandung: Refika Aditama.

Kusnandar. 2013. Penilaian Autentik. Depok: Raja Grafindo Persada.

Sahabuddin. 1993. Profesionalitas Guru. Depok. Raja Grafindo Persada.
   


         






Popular Posts