RAMADAN DAN PANDEMI COVID-19



ENDANG KOMARA,
Prof, Drs, Dr, M.Si

Guru Besar ASN LLDIKTI  Wilayah IV Dpk pada Magister PIPS STKIP Pasundan,
Ketua KORPRI dan Ketua Paguyuban Profesor LL DIKTI Wilayah IV serta Ketua Dewan Pakar ASPENSI dan Ketua Dewan Pakar DPP GNP TIPIKOR 
    

Masyarakat Muslim dunia, termasuk Indonesia, Jum’at 24 April 2020 bertepatan 1 Ramadan 1441 H mengawali Syaum Ramadan yang merupakan salah satu kewajiban seorang muslim, yakni melaksanakan Rukum Islam yang keempat berpuasa di bulan Ramadan. Kita patut bersyukur kepada Allah Swt karena dipertemukan kembali dengan Ramadan tahun ini. Orang tua, saudara, tetangga dan teman kita tahun ini sudah meninggalkan kita lebih dulu dan dipanggil oleh Allah Swt sehingga tidak bersama. Hal tersebut dilakukan dengan berniat secara ikhlas mengisi Ramadan dengan berbagai amaliah yang lebih baik dari tahun sebelumnya.
Walaupun tidak bisa dipungkiri dalam usia 56 tahun,  belum pernah absen shalat Jum’at tiga kali berturut-turut, tarawih dan shalat Idul Fitri di rumah sebagai antisipasi dan konsekuensi dari Pandemi Covid-19 agar tetap sehat, tidak tertular dan menularkan virus kepada orang lain. Dengan sifat Rahman dan Rahim Allah Swt, bahwa puasa merupakan ibadah yang paling baik untuk meraih taqwa. Sebagaima Firman Allah Swt dalam QS Al Baqarah, ayat 183, bahwa, kita diwajibkan  menunaikan puasa Ramadan, agar kita bertaqwa (tattaquun). Di sini sebutan taqwa dengan fiil mudzari’ (ing-form), karena dengan taqwa yang kita dapatkan setelah berpuasa itu tidak bersifat final, langsung berpredikat muttaqin, melainkan ketaqwaan harus dijaga terus dengan istiqamah untuk beramal shaleh. Puasa bukan menjadi beban tetapi merupakan kebutuhan bagi seorang muslim. Seperti dijelaskan oleh Muftisany (2020), bahwa satu riwayat menyebutkan pintu surga itu terdiri dari dari delapan macam, yaitu: Pertama, pintu aiman diperuntukan bagi orang-orang yang kadar tawakalnya penuh yang masuk surga tanpa hisab. Kedua, pintu shalat. Ketiga, pintu jihad. Keempat, pintu sedekah (infaq). Kelima, pintu rayyan bagi orang yang berpuasa. Keenam, pintu haji. Ketujuh, pintu bagi orang-orang yang pemaaf dan menahan marah. Kedelapan, pintu zikir atau satu riwayat mengatakan pintu ilmu.
Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, pintu surga yang disediakan bagi manusia jumlahnya tidak terbatas delapan karena berkaitan dengan amal kebajikan yang dilakukan manusia yang tidak terbatas jumlahnya. Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa, Rasulullah Saw bersabda: ‘’Barangsiapa ahli shalat dia dipanggil dari pintu shalat. Barangsiapa ahli jihad dia seru dari pintu jihad. Barangsiapa ahli puasa dia dipanggil dari pintu Rayyan. Barangsiapa ahli sedekah dia dipanggil dari pintu sedekah. Abu Bakar bertanya, Ya Rasulallah, tidak adakah seseorang yang diseru dari segala jenis pintu-pintu tersebut? Beliau bersabda, ada dan aku berharap kamu termasuk salah satu di antaranya.’’ (HR. Bukhari-Muslim).
Kaum muslimin sangat ditekankan untuk memiliki amalan tertentu yang dapat dijadikan sebagai andalan manakala menghadap kepada Allah Swt di hari kiamat. Amalan andalan ini bisa disesuaikan dengan kegemaran, selera dan kecenderungan masing-masing dalam melaksanakan ibadah kepada-Nya. Puasa Ramadan merupakan amal sholeh untuk-Nya, bukan untuk manusia. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda: ‘’Seluruh amalan anak Adam untuk mereka sendiri, kecuali puasa. Sungguh ibadah puasa itu untuk-Ku. Akulah yang langsung akan memberikan imbalannya. Puasa adalah perisai.’’ (HR Imam Bukhari). Betapa tingginya nilai puasa di mata Allah Swt dan di mata manusia, sehingga Ramadan selalu kita rindukan kedatangannya. Karena itulah sudah sepatutnya kita menyambut kehadirannya, walaupun saat ini kita sedang dihadapkan kepada ujian yang sangat berat, yakni pandemi Covid-19.
Keistimewaan Ramadan, seperti dijelaskan oleh Wahab (2020), antara lain: Pertama, bulan wajib berpuasa sebulan penuh untuk melatih kesabaran dan meningkatkan iman. Kedua, bulan yang terbuka pintu rahmat Allah Swt. Ketiga, bulan yang memiliki satu malam lailatul qadar atau malam yang lebih baik dari seribu bulan beribadah kepada-Nya. Keempat, bulan peringatan turunnya Al-Qur’an. Kelima, bulan pengampunan dosa-dosa yang telah lalu. Keenam, bulan yang memiliki pahala berlipat ganda sampai 70 kali lipat. Ketujuh, bulan yang membuat orang yang menunaikan ibadah umrah  dihargai seperti yang menunaikan ibadah haji. Kedelapan, bulan yang sepuluh hari terakhirnya sangat baik untuk melakukan i’tikaf.
Pandemi Covid-19 datang mengentak dan melumat, seisi dunia ketar-ketir dibuatnya. Sudah 184.643 orang yang meninggal dan 2.649.680 orang positif mengidap virus Corona (23 April 2020). Warga planet bumi hidup tidak sekadar dalam kecemasan dan ketidakpastian, tetapi juga harus menjaga jarak, bahkan mengisolasi diri, satu dari lainnya. Kegiatan warga dunia dihentikan, minimal sangat dibatasi, termasuk PON dan Olimpiade. Kegiatan ekonomi rentan untuk lumpuh total. Kegiatan keagamaan pun ikut kena imbas. Pendemi ini menembus dinding-dinding negara, tak mengenak warga adidaya, sedang berkembang, hingga negara kecil di pelosok belahan dunia yang susah sekali diketahui. Semuanya tertaklukkan (sudah hampir 210 negara) terkena pandemi Covid-19.
Ikhtiar untuk menaklukkan virus ini tampaknya seragam secara global: melakukan pembatasan interaksi sosial. Kebebasan menggerakkan dan acara berkumpul dibatasi. Indonesia menyebut ikhtiar ini dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal tersebut merupakan salah satu ikhtiar kita dalam mencoba membendung penularan dan menghentikan laju angka kematian manusia. Enam kegiatan inti aturan PSBB dalam pasal 13 Permenkes 9 tahun 2020 antara lain: Pertama, peliburan sekolah dan tempat kerja. Kedua, pembatasan kegiatan keagamaan. Ketiga, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum Keempat, pembatasan kegiatan sosial dan budaya. Kelima, pembatasan moda transportasi. Keenam, pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan. 
Aturan tersebut tidak memuat sanksi untuk masyarakat yang melanggar aturan PSBB. Namun penerapan aturan PSBB melalui peraturan gubernur, walikota, dan bupati memuat sanksi untuk masyarakat atau badan usaha yang tidak taat aturan pembatasan sosial. Hal tersebut melarang dan membatasi pergerakan warga dalam kaitan dengan pandemic Covid-19 merupakan ikhtiar Pemerintah dalam menjalankan kewajibannya yakni, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. ***Semoga***.




           




Popular Posts