MANAJEMEN KURIKULUM PADA MASA NEW NORMAL



ENDANG KOMARA,
Prof, Drs, Dr, M.Si

Guru Besar ASN LLDIKTI Wilayah IVDpk pada Magister PIPS STKIP Pasundan,
Ketua Paguyuban Profesor LLDIKTI Wilayah IV, Ketua Umum GNP TIPIKOR Pusat. Ketua Dewan Pakar ASPENSI dan Dewan Pakar PGRI Jawa Barat


AbstrakManajemen kurikulum merupakan sistem pengelolaan kurikulum yang kooperatif, komprehensif, sistemik, dan sistematik dalam mewujudkan ketercapaian kurikulum. Dengan makna lain, manajemen kurikulum merupakan segenap proses usaha bersama untuk memperlancar pencapaian tujuan pembelajaran dengan dititikberatkan pada usaha untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Indonesia tengah bersiap untuk memasuki aktivitas kembali dibuka namun dengan tetap menerapkan protokol Covid-19. New Normal membuat masyarakat harus beradaptasi hidup berdampingan dengan Covid-19, mengingat hingga kini belum ditemukan vaksin atau obat khusus untuk virus corona jenis baru tersebut. Oleh sebab itu perlu memiliki daya tahan tubuh yang baik untuk mencegah paparan virus corona ketika menjalankan new normal.
Kata Kunci: Manajemen, Kurikulum, Masa New Normal. 

I.              PENDAHULUAN
Manajemen kurikulum dan pembelajaran sebagai salah satu substansi atau standar manajemen pendidikan memperlihatkan bahwa perlu adanya keterkaitan kuat di setiap bagiannya. Suryosubroto (2010:19) menyatakan bahwa manajemen pendidikan merupakan sistem, berusaha melihat bagian-bagian sistem tersebut, serta interaksinya satu sama lain.
Bagian-bagian sistem sering juga disebut dengan aspek, komponen, atau standar. Melalui peninjauan aspek-aspek, serta hubungannya satu sama lain, diharapkan dapat ditemukan kekurangannya sehingga dapat menetapkan apa yang sebaiknya dilakukan untuk memperbaiki aspek tersebut atau mengembangkannya. Salah satu aspek dalam manajemen pendidikan yang sering disebut sebagai jantungnya pendidikan adalah kurikulum dan pembelajaran. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dalam perkembangannya, kurikulum juga dapat diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan, serta cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah. Kompetensi perlu dicapai secara tuntas (belajar tuntas). Sementara itu pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Kurikulum dilaksanakan dalam rangka membantu peserta didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis maupun fisik yang meliputi moral dan nilai-nilai agama, sosial-emosional, kognitif, bahasa, fisik/motorik, kemandirian dan seni.
Menurut Hernawan dan R. Cynthia (2011) menyatakan bahwa kurikulum berperan dalam pencapaian tujuan pendidikan, yaitu memiliki peran konservatif, kreatif, kritis, dan evaluatif. Sejalan dengan hal tersebut, hasil penelitian Triwiyanto (2013) memperlihatkan bahwa kurikulum dan pembelajaran berpusat pada potensi perkembangan kebutuhan peserta didik dan lingkungan secara nasional dan internasional, beragam dan terpadu, tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan seni, relevan dengan kebutuhan hidup, menyeluruh dan berkeseimbangan, belajar sepanjang hayat, seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah, berkelanjutan dan mampu bersaing di dunia internasional, serta eksistensi pendidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Nasution (2012) menyatakan bahwa, tiap kurikulum mencerminkan keinginan, cita-cita, tuntutan, dan kebutuhan masyarakat. Sekolah didirikan oleh dan untuk masyarakat, sudah sewajarnya pendidikan memerhatikan dan merespons suara masyarakat.
Kurikulum sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran memberikan makna bahwa di dalam kurikulum terdapat panduan interaksi antara pendidik/guru dan peserta didik. Dengan demikian kurikulum berfungsi sebagai jantung dari proses pendidikan di sekolah untuk memberdayakan potensi peserta didik. Panduan interaksi antara guru dengan peserta didik biasanya disebut dengan pembelajaran. Pembelajaran akan lebih optimal jika didukung kurikulum sebagai pedoman atau panduannya.
Beberapa waktu yang lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan, bahwa Indonesia akan memasuki  tatanan kehidupan baru (new normal). Masyarakat harus berdamai dan hidup berdampingan dengan Covid-19. Berdampingan itu justru kita  tak menyerah, tetapi menyesuaikan diri (dengan bahaya Covid-19). Kita lawan Covid-19 dengan mengedepankan dan mewajibakan protokol kesehatan secara ketat kepada seluruh masyarakat.
Sementara itu, Psikolog  Yuli Budirahayu (2020) menjelaskan bahwa new normal  adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal namun dengan menerapkan protokol kesehatan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya  penularan Covid-19. Yuli menegaskan, seseorang mengadopsi perilaku hidup berbeda agar menakankan risiko penularan virus.
Hal tersebut menuntut perilaku hidup berbeda dari biasanya, seperti bekerja tetap dari rumah (work from home), saat keluar rumah menggunakan masker, selalu mencuci tangan menggunakan sabun, menjaga jarak secara individu (physical distancing) dan menjaga jarak sosial (social distancing). Update penyebaran virus Corona (COVID-19) di Indonesia, 5 Juni 2020 terdapat 29.521, pasien sembuh total 9.443 (31,2%), dan pasien meninggal 1.770. Sementara di seluruh dunia, total terdapat   6.826.273, terkonfirmasi 397.411 (16,67% ) total kematian akibat virus Corona dan sudah 3.312.654 (20,6% ) pasien yang dinyatakan sembuh kasus positif virus Corona. Indonesia menampati urutan ke-33 dari angka kematian akibat COVID-19 dari 213 negara.   
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu mendapatkan penjelasan mengenai manajemen kurikulum pada masa New Normal, baik dari aspek standar isi, standar proses (pembelajaran), standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar (proses) penilaian maupun satandar sarana dan prasarana, standar pembiayaan,  serta standar pengelolaan pendidikan.

II.            PEMBAHASAN
A.  Manajemen Kurikulum
Keberadaan kurkikulum ini menjadi sangat penting di antara komponen pendidikan lainnya karena kurikulum merupakan jantung pendidikan. Kurikulum pada pendidikan, seperti fungsi jantung pada manusia yang memompa dan mengalirkan darah ke seluruh tubuh pada manusia sehingga persediaan oksigen dapat tercukupi. Kurikulum juga berperan sebagai energi  untuk komponen pendidikan lainnya, energi yang mendukung untuk keberhasilan tujuan dari tiap-tiap komponen pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Menurut Lie (2013:80) menganggap kurikulum bukan merupakan segala sesuatunya dalam suatu sistem pendidikan. Kurikulum merupakan alat mencapai suatu tujuan dan membutuhkan keandalan penggunaannya. Sama seperti kendaraan, banyak ketidaksempurnaan dalam setiap kurikulum. Dalam perspektif kepentingan bangsa dan negara, kendaraan kurikulum ini akan berfungsi dan berperan baik jika para perilaku dan pemerhati memiliki kejelasan tujuan dan visi bersama, peta jalan yang benar, serta  keandalan dalam pemanfaatan kendaraan, yang biasa diaplikasikan dalam pembelajaran.  
Mutu pembelajaran oleh Soetopo (2009) dikatakan memiliki beberapa komponen yang memperoleh tekanan tertinggi dalam manajemen mutu pendidikan, yaitu proses pembelajaran. Komponen-komponen tersebut mencakup pembuatan keputusan, pengelolaan, lembaga, program, proses pembelajaran, monitoring, dan evaluasi. Semua input diproses untuk pemberdayaan peserta didik, tidak sekadar menguasai pengetahuan, tetapi mampu membangkitkan peserta didik belajar bagaimana belajar (learning to learn). Sebagaimana model  dalam meningkatkan mutu proses, perlu ditingkatkan etos kerja, iklim sekolah, budaya sekolah, moral kerja, dan kesadaran para personel sekolah yang menopang peningkatan mutu.
Mutu manajemen kurikulum dan pembelajaran memperlihatkan keterkaitan kurikulum dan pembelajaran sehingga salah satu komponen manajemen pendidikan dengan standar nasional pendidikan. Untuk mencapai lulusan yang baik mutunya diperlukan dukungan dari standar isi, standar proses, dan standar kompetensi lulusan. Selain itu, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, serta standar pembiayaan jadi menjadi pendorong untuk mencapai mutu lulusan yang baik. Keterkaitan tersebut menunjukkan bahwa manajemen kurikulum dan pembelajaran memerlukan strategi untuk pencapaian pendidikan yang efektif dan efisien. Strategi tersebut merupakan upaya pendayagunaan sumber daya yang ada dalam sistem pendidikan nasional.  
Manajemen kurikulum berkenaan dengan bagaimana kurikulum dirancang, diimplementasikan (dilaksanakan), dan dikendalikan (dievaluasi dan disempurnakan), oleh siapa, kapan dan dalam lingkup mana. Manajemen kurikulum juga berkaitan dengan kebijakan siapa yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab dalam merancang, melaksanakan, dan mengendalikan kurikulum. Secara umum, dibedakan antara manajemen pengembangan kurikulum terpusat (centralized curriculum development management atau top down curriculum development) dan manajemen pengembangan kurikulum tersebar (decentralized curriculum development management atau bottom up curriculum development).
Kemp dalam Pusat Kurikulum (2007:20) menegaskan bahwa kurikulum (desain kurikulum) dapat bervariasi mulai dari yang sepenuhnya standar (seluruh komponen dirumuskan secara tuntas oleh pusat), sebagian besar komponen (komponen dasar dan komponen utama), sebagian komponen dirumuskan oleh tim pusat, sedangkan komponen lainnya (penjabarannya) dikembangkan oleh daerah atau satuan pendidikan, sampai dengan yang seluruh komponennya dikembangkan oleh satuan pendidikan. Kurikulum yang seluruh komponenya dikembangkan oleh pusat pengelolaannya sepenuhnya sentralistik, sedangkan kurikulum yang seluruh komponennya dikembangkan oleh satuan pendidikan pengelolaan sepenuhnya desentralistik, dan kurikulum yang sebagian komponen dirumuskan oleh pusat dan sebagian oleh satuan pendidikan terletak di antaranya, atau sentral-desentral. Manajemen sentral-desentral tersebut masih bervariasi, lebih berat ke arah sentralisasi atau desentralisasi, atau seimbang antara keduanya.
Berdasarkan pendapat di atas, manajemen pengembangan kurikulum dapat dilakukan melalui dua jenis, yaitu manajemen pengembangan kurikulum sentralistik dan manajemen pengembangan kurikulum desentralistik. Pertama,  manajemen pengembangan kurikulum sentralistik berarti terpusat, yaitu pengembangan kurikulum berasal dari pusat (pemerintah). Pada negara yang bersifat kesatuan seperti Indonesia, sentralisasi ini berada pada tingkat pemerintah pusat, sedangkan pada negara federal sentralisasi berada pada tingkat pemerintah federal (pusat) atau tingkat negara bagian. Dalam manajemen pengembangan kurikulum yang terpusat atau sentralistik, bukan hanya tugas, wewenang, dan tanggung jawab pengembangan kurikulum yang dipegang oleh pejabat pusat, tetapi juga inisiatif, gagasan, bahkan model kurikulum yang akan dikembangkan dapat berasal dari pemegang kekuasaan di pusat. Biasanya daerah atau sekolah sebagai penyelenggara pendidikan hanya mengembangkan kurikulum yang sudah ada.
Manajemen kurikulum sentralistik menghasilkan kurikulum nasional, satu kurikulum yang berlaku di seluruh wilayah negara. Dalam manajemen kurikulum sentralistik, bisa jadi seluruh perangkat kurikulum, struktur dan sebaran mata pelajaran, silabus atau garis besar program pembelajaran, rincian materi dan kegiatan pembelajara, buku, media, alat-alat penunjang, penilaian hasil belajar beserta pedoman pelaksanaannya disusun oleh pusat. Di pihak lain, bisa saja yang disusun oleh pusat hanya landasan atau  dasar-dasar penyusunan kurikulum, struktur dan sebaran mata apelajaran, sedangkan penjabaran lebih lanjut dalam silabus, satuan pelajaran, rincian materi, buku, media, dan alat pembelajaran dikembangkan oleh  daerah atau satuan pendidikan (sekolah).
Manajemen kurikulum sentralistik memiliki beberapa kelebihan, yaitu: a) kurikulum seragam untuk seluruh daerah dan sekolah, dapat dikembangkan standar kemampuan dan tingkat pencapaian yang bersifat nasional; b) lebih mudah dalam pengendalian atau pengawasan dan evaluasinya karena kurikulum seragam; c) pembinaan para pelaksana kurikulum lebih mudah karena pengetahuan dan keterampilan yang dituntut untuk melaksanakannya hampir sama; d) penyediaan media dan sumber belajar lebih mudah karena jenisnya sama untuk setiap daerah dan satuan pendidikan; dan e) memungkinkan diadakan penilaian hasil belajar yang bersifat nasional karena desin atau rancangan kurikulum dan sasaran belajarnya sama untuk seluruh daerah dan satuan pendidikan.
Tabel 1: Ciri Sentralistik Kurikulum yang Berlaku di Indonesia
No
Nama Kurikulum
Ciri-ciri Sentralistik
1.
Rencana Pelajaran 1960
Rumusan Keputusan MPRS Nomor II/MPRS/1960 mengenai manusia sosialis Indonesia yang menjadi tujuan pembangunan nasional semesta berencana, yaitu tata masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dalam pelaksanaannya di berbagai sekolah sesuai dengan jiwa dari Keputusan MPRS tersebut. Kurikulum yang berlaku tunggal dari pusat sampai daerah.
2.
Kurikulum 1968
Awal Masa Orde Baru terdapat TAP MPRS Nomor XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan, dirumuskan mengenai tujuan pendidikan sebagai pembentuk manusia Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan dan Isi UUD 1945. Lembaga Pendidikan dam strukturnya disederhanakan, perkembangan Pramuka sangat diperhatikan pemerintah. Kurikulum yang berlaku tunggal dari pusat sampai daerah. 
3.
Kurikulum 1975
Tujuan pendidikan dijabarkan secara sentralistik yang dijabarkan melalui tujuan instruksional umum, tujuan instruksional khusus, dan berbagai rincian lainnya sehingga jelas apa yang akan dicapai melalui kurikulum tersebut. Kurikulum yang berlaku tunggal dan seragam dari pusat sampai daerah.
4.
Kurikulum 1984
Masa ini ditandai dengan tiga ciri kebijakannya, yaitu semesta, menyeluruh, dan terpadu. Kebijakan ini menghendaki satu sistem dan pengelola tunggal terhadap sistem tersebut. Kurikulum seragam pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
5.
Kurikulum 1994 
Kurikulum 1994 merupakan respons terhadap UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang ini memiliki semangat sentralistik yang kuat, kurikulum diatur secara nasional. Tujuan, isi, metode, dan evaluasi kurikulum, serta pembelajaran masih ditentukan oleh pemerintah pusat.

6.
Kurikulum 2013
Pemerintah bertanggung jawab dalam mempersiapkan guru dan kepala sekolah untuk melaksanakan kurikulum. Pemerintah bertanggung jawab dalam melakukan evaluasi pelaksanaan kurikulum secara nasional. Kurikulum seragam pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi masih diatur oleh pusat. Tujuan, isi, metode, dan evaluasi kurikulum, serta pembelajaran masih ditentukan oleh pemerintah pusat. 
 Sumber: Triwijayanto, 2015.

Tabel di atas memperlihatkan bahwa hampir semua kurikulum yang berlaku di Indonesia (kecuali Kurikulum 2006) merupakan kurikulum sentralistik. Bahkan Kurikulum 2013 masih mempertahankan ciri sentralistiknya. Selain kelebihan, terdapat beberapa kekurangan dari manajemen kurikulum sentralistik, antara lain: 1) wilayah yang cukup luas memiliki keragaman dalam kondisi, kebutuhan, dan tingkat kemajuannya, kurikulum yang bersifat nasional tidak dapat mengakomodasi keragaman kondisi tersebut; 2) pemahaman dan penguasaan kurikulum nasional oleh para pelaksana di seluruh wilayah tanah air membutuhkan waktu yang relatif lebih lama; dan 3) penerapan satu jenis kurikulum untuk wilayah yang cukup luas dapat menghadapi banyak hambatan dan kemungkinan penyimpangan.
Kelebihan dan kekurangan jenis manajemen pengembangan kurikulum sentralistik memang sangat tergantung pada keragaman kondisi sosial, politik, budaya, dan ekonomi suatu negara atau daerah. Keragaman tersebut dapat juga menjadi kekuatan dan sekaligus kelemahan yang seharusnya dapat dikelola demi terlaksananya kurikulum untuk mencapai tujuan pendidikan, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kedua, manajemen pengembangan kurikulum desentralistik. Dalam manajemen kurikulum desentralistik, penyusunan desain, pelaksanaan, dan pengendalian kurikulum (evaluasi dan penyempurnaan), dilakukan secara lokal oleh satuan pendidikan. Penyusunan desain kurikulum dilakukan oleh guru-guru, melibatkan ahli, komite sekolah/madrasah, dan pihak-pihak lain di masyarakat yang memiliki perhatian dan kepedulian terhadap kurikulum. Pengembangan kurikulum demikian disebut pengembangan kurikulum berbasis sekolah (School Based Curriculum Development atau SBCD atau biasa disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum disusun pada setiap satuan pendidikan sesuai dengan jenis, jalur, dan jenjang pendidikannya.
  Penyusunan jenis kurikulum SBCD dapat mencakup seluruh komponen kurikulum atau hanya sebagian komponen. Penyusunannya dapat dilakukan oleh seorang, sekelompok, atau seluruh guru dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan/program satuan pendidikan dan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan dan masyarakat sekitarnya. SBCD merupakan pengembangan kurikulum yang berbeda bahkan dapat berlawanan dari pengembangan kurikulum birokratis (mengikuti gagasan, konsep pemegang kebijakan, hierarkis, dari sekolah dasar sampai menengah).
Dalam pengembangan SBCD, desain kurikulum yang meliputi sasaran atau tujuan kurikulum, materi atau isi kurikulum, model pembelajaran dan penilaian hasil belajar disesuaikan dengan kebutuhan, tantangan, karakteristik, dan tahap perkembangan sekolah dan masyarakat tempat sekolah berada. Kurikulum menjadi lebih bermakna karena bertolak dari situasi dan kondisi setempat dan diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan, tuntutan, dan perkembangan setempat. Pengembangan kurikulum oleh satuan pendidikan akan menghasilkan desain kurikulum yang beragam, tetapi lebih mudah dipahami, dikuasai, dan dilaksanakan oleh guru sebab mereka yang mengembangkan atau minimal ikut serta dalam pengembangannya.
Tabel 2: Ciri Desentralistik Kurikulum 2006 (KTSP)
No
Komponen Kurikulum
Ciri Desentralistik
1.
Tujuan
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan Pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 17 ayat (2) menyatakan bahwa sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan KTSP dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervise dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang Pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, serta departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK. Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan Pendidikan jenjang Pendidikan dasar dana menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP)
2.
Isi
Latar belakang (dasar pemikiran penyusunan KTSP), tujuan pengembangan KTSP, prinsip pengembangan KTSP sesuai dengan karakteristik sekolah.
3.
Metode
Kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh tiap-tiap satuan pendidikan. Sekolah dan Kepala Sekolah mengembangkan KTSP dan silabus berdasarkan kerangka dasar kurikulum, dan standar kompetensi di bawah koordinasi dan supervise dinas pendidikan kabupaten/kota dan/atau provinsi. Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah.
4.
Evaluasi 
Evaluasi pembelajaran berbasis kelas, proses pengumpulan, dan penggunaan informasi oleh guru melalui sejumlah bukti untuk membuat keputusan tentang pencapaian hasil belajar/kompetensi siswa. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran.
Sumber: Pusat Kurikulum, 2007.
Pengembangan kurikulum oleh satuan pendidikan memiliki beberapa kelebihan, diantaranya: Pertama, kurikulum sesuai dengan kebutuhan kondisi, karakteristik, dan perkembangan satuan pendidikan dan masyarakat setempat sehingga satuan pendidikan secara langsung atau tidak langsung dapat membantu perkembangan masyarakat; dan kedua, lebih mudah dilaksanakan karena desain kurikulum disusun oleh guru sendiri dengan mempertimbangkan faktor-faktor pendukung pelaksanaan yang ada di sekolah dan masyarakat sekitar.
Pengembangan kurikulum oleh satuan pendidikan juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain: Pertama, tidak semua guru memiliki keahlian atau kecakapan dalam pengembangan kurikulum, atau tidak semua satuan pendidikan/daerah memiliki guru atau orang yang ahli atau cakap dalam pengembangan kurikulum. Kedua, kurikulum dapat bersifat local, lulusannya kurang memiliki kemampuan atau daya saing secara nasional. Ketiga, desain kurikulum sangat beragam, dapat menimbulkan kesulitan dalam pengawasan dan evaluasi kurikulum dan evaluasi hasil belajar secara nasional. Keempat, kepindahan peserta didik dari satu sekolah atau daerah ke sekolah atau daerah lain dapat menimbulkan kesulitan.
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervise dinas Pendidikan atau kementerian agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BNSP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan perpedoman pada SI dan SKL, serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BNSP.  
    
B.  Era New Normal
Indonesia tengah bersiap untuk memasuki era kenormalan baru atau new normal. Aktivitas di luar rumah akan kembali diperbolehkan namun dengan penerapan protokol kesehatan Covid-19. Kenormalan baru dilakukan sebagai upaya memulihkan kembali perekonomian yang sempat tersendat, tapi beriringan dengan upaya pencegahan penularan virus corona. Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan Dr. dr. Erlina Burhan, SpP (2020) menyatakan, bahwa new normal harus dilakukan dengan persiapan yang matang dengan memeprhatikan berbagai aspek kehidupan, seperti sarana atau fasilitas di komunitas yang mendukung, kesadaran dan kedisiplinan gaya hidup masyarakat, kemampuan pemeriksaan yang tinggi, dan kesiapan  kapasitas sistem kesehatan. Pelaksanaan yang tidak tepat dan kurang persiapan akan menyebabkan transmisi meningkat dan wabah meluas kembali.
Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang perlu diterapkan selama berada di kantor, transportasi umum, pasar atau pusat perbelanjaan, dan restoran. Serta perlu memperhatikan kebiasaan di rumah usai berpergian dari luar, misalnya terus mandi dan mengganti pakaian. Pada tempat kerja pastikan lingkungannya bersih serta berventilasi baik, juga tersedia hand sanitizer, tempat cuci tangan, dan masker. Edukasi tanda dan gejala serta higienitas respirasi juga perlu diberikan perusahaan kepada seluruh pekerja. Seiring dengan itu, tentu pegawai diwajibkan memakai masker, menjaga jarak minimal satu mater, mengurangi menyentuh peralatan Bersama, dan rajin mencuci tangan. Jika sakit, bekerja dari rumah dan segera ke fasilitas kesehatan bila gejala memberat. Pada kendaraan umum, selain mengenakan masker dan menjaga jarak, perlu juga menghindari menyentuh pegangan bus atau kereta, tidak menggunakan ponsel, dan menjauh dari orang yang batuk atau bersin.
Menurut Dr. Hans Henri P. Kluge, direktur Regional WHO untuk Eropa (Widodo: 2020) memberikan panduan untuk negara-negara Eropa yang akan menerapkan new normal. Setiap langkah untuk meringankan pembatasan dan transisi harus memastikan berbagai fakta sebagai berikut: Pertama, terbukti banhwa transmisi Covid-19 telah dikendalikan. Kedua, kesehatan masyarakat dan kapasitas sistem kesehatan mampu mengidentifkasi, megisolasi, menguji, melacak kontak dan mengkaraktina. Ketiga, mengurangi risiko wabah dengan pengaturan ketat terhadap tempat yang memiliki kerentanan tinggi, terutama di rumah orang  lanjut usia, fasilitas kesehatan mental dan pemukiman padat. Keempat, pencegahan di tempat kerja ditetapkan, seperti jarak fisik, fasilitas mencuci tangan, etiket penerapan pernapasan. Kelima, resiko penyebaran imported case dapat dikendalikan. Keenam, masyarakat ikut berperan dan terlibat dalam transisi.
Badan Bahasa Kemendikbud (2020) menjelaskan, bahwa pandemik Corona mengharuskan masyarakat beradaptasi dengan kenormalan baru. Misalnya memakai masker ketika ke luar rumah, selalu mencuci tangan dan menjaga jarak fisik (Physical Distancing dan Social Distancing) ketika berada di tempat ramai. 
Selain itu juga mengkampanyekan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) melalui Pola Hidup Sehat dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dintempat kerja sebagai berikut: Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) mendorong pekerja mencuci tangan saat tiba di tempat kerja, sebelum makan, setelah kontak dengan pelanggan/pertemuan dengan orang lain, setelah dari kamar mandi, setelah memegang benda yng kemungkinan terkontaminasi; etika batuk. Membudayakan etika batuk (tutup mulut dan hidung dengan lenganatas bagian dalam) dan jika menggunakan tisu untuk menutup batuk dan pilek, buang tisu bekas ke tempat sampah yang tertutup dan cuci tangan dengan sabun dan air mengalir setelahnya; olahraga bersama sebelum kerja dengan tetap menjaga jarak aman, dan anjuran berjemur mata hari saat jam istirahat; makan  makanan dengan gizi seimbang; hindari penggunaan alat pribadi secara bersama seperti alat mandi, alat shalat, alat makan, dan lain-lain.

III.          KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
A.   Manajemen pengembangan kurikulum dapat dilakukan melalui 2 (dua) jenis, yakni manajemen pengembangan kurikulum sentralistik dan manajemen pengembangan kurikulum desentralistik.
B.   Manajemen kurikulum yang sentralistik yang pernah berlaku di Indonesia, antara lain: Rencana Pelajaran 1960, Kurikulum 1968, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994 dan Kurikulum 2013. Sedangkan manajemen kurikulum yang desentralistik adalah Kurikulum 2006. Yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
C.  Prinsip-prinsip KTSP antara lain: Pertama, berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kedua, beragam dan terpadu. Ketiga, tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Keempat, relevan dengan kebutuhan kehidupan. Kelima, menyeluruh dan berkesinambungan. Keenam, belajar sepanjang hayat. Ketujuh, seimbang antara kepentingan  nasional dan kepentingan daerah.
D.  Pada masa New Normal pengembangan kurikulum perlu menerapkan KTSP sejatinya membutuhkan peningkatan peran guru, kepala sekolah dan stakeholders dari yang sebelumnya sebagai pelaksana, menjadi sebagai pengembang sekaligus pelaksana. Penigkatan peran iniperlu didorong melalui perberdayaan guru, kepala sekolah dan stakeholders guna mencapai hasilsecara maksimal. Peran stakeholders dalam pengembangan kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dapat dioptimalkan melalui pendekatan grass-roots, sedangkan dalam implementasinya dukungan stakeholders dapat dioptimalkan melalui pendekatan mutual adaption, baik pembelajaran daring/online/E-learning, blended learning maupun face to face (tatap muka). Hal tersebut tergantung dimana sekolah berada, baik Zona Kuning maupun Zona Biru.
   
DAFTAR PUSTAKA

Burhan, Erlina. 2020. Hadapi New Normal. Dalam Kompas.com App. Diakses 7 Juni 2020.

Hernawan, A.H.  dan R. Cynthia. 2011. Pengertian, Dimensi, Fungsi dan Peranan Kurikulum. Jakarta: Rajawali Press.

Lie, Anita. 2013. Kurikulum sebagai Kendaraan. Dalam Samsul Muarif (ed.). Kurikulum 2013 Tanya Jawab dan Opini. Jakarta: Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Nasution, S. 2012. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Pusat Kurikulum. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Soetopo, Hendyat. 2009. ‘’Manajemen Berbasis Sekolah & Kurikulum berbasis Kompetensi (Bunga Rampai Pokok Pikiran Pembaharuan Pendidikan di Indonesia)’’. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang. 

Suryosubroto. 2010. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Triwiyanto, tegug. 2013. Hakikat Manusia, Aliran-Aliran, Sistem, Layanan & Persoalan Pendidikan. Malang: FIP UM.

Triwijayanto, Teguh. 2015. Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Widodo, Joko. 2020. Bersiap Untuk NEW NORMAL: Kehidupan kita sudah pasti berubah untuk mengatasi risiko wabah ini, itu Keniscayaan. Itulah yang oleh banyak orang disebut sebagai new normal atau tatanan kehidupan baru Dalam TEMPO. Diakses 7 Juni 2020.


Popular Posts