AKB DALAM PERSPEKTIF SOSIAL BUDAYA



Prof. Dr. H. ENDANG KOMARA, M.Si

Guru Besar ASN LLDIKTI Wilayah IVDpk pada Magister PIPS STKIP Pasundan,
Ketua Paguyuban Profesor LLDIKTI Wilayah IV, Anggota Dewan Pakar ABPPTSI Pusat dan Ketua Umum DPP GNP TIPIKOR

Memasuki era Adaptasi Kenormalan Baru (AKB), Pemerintah telah mengeluarkan 3 (tiga) Kebijakan dalam Penangan Covid-19 antara lain: Penangan Kesehatan, Pemberian Bantuan Jaring Pengaman Sosial, dan Mendorong Stimulus Ekonomi. Untuk penanganan Covid-19, Pemerintah juga telah menjalankan Kebijakan yakni Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan menyiapkan Kebijakan untuk Mengurangi Pembatasan pada 102 kota atau kabupaten yang sudah tergolong Zona Hijau.
Menurut Ardiantoro (2020), pengurangan pembatasan atau relaksasi tersebut harus didasarkan pada fakta atau data di lapangan serta fakta epidemiologis dan juga harus siap disiplin dengan protokol kesehatan untuk mengendalikan wabah Covid-19.
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Tradisional (IKAPPI) Abdullah Mansuri (2020) menjelaskan, bahwa pasar tradisional merupakan ujung tombak ekonomi dan pusat distribusi pangan sehingga perlu mendapat perhatian serius dari Pemerintah. Berbeda dengan pusat perbelanjaan, ritel atau mal, pola di pasar  tradisional terjadi interaksi langsung antara padagang dan pembeli dan menggunakan uang tunai sehingga berpotensi tinggi dalam penyebaran Covid-19.
Di masa New Normal, semua pihak, baik perusahaan maupun pekerja harus bersinergi dalam menerapkan protokol kesehatan dengan baik. Komitmen menerapkan protokol kesehatan adalah kunci terwujudnya kenormalan baru yang produktif, sehat dan aman. Berdamai dengan Covid-19 bukan berarti menyerah tetapi kita melakukan langkah-langkah sinergi yang berkelanjutan. Kita sadari kita harus mulai saat ini  melakukan sesuatu yang informatif dan transparan kepada karyawan.  Sebelum menerapkan protokol kesehatan, sebaiknya setiap individu wajib memahami bagaimana tanda-tanda serta proses penyebaran Covid-19 itu terjadi. Dengan demikian proses protokol pun bisa dijalani dengan baik.
Jadi hal yang terpenting perlu dilakukan yakni: Pertama setiap individu mengetahui kewajiban yang harus mereka taati. Mulai dari menggunakan masker, rajin mencuci tangan, dan juga menjaga fisik minimal 2 (dua) meter. Ini memang sulit, tetapi harus tetap dibiasakan. Kedua, beberapa protokol kesehatan yang sebaiknya diberlakukan di area perkantoran. Di antaranya, pegawai yang rentan terinfeksi Covid-19 sebaiknya tidak dianjurkan untuk bekerja di kantor. Mereka yang rentan antara lain, pekerja yang memiliki penyakit komorbid, berusia di atas 50 tahun atau wanita yang sedang mengandung bayinya.
Selain itu, pengecekan kesehatan secara berkala juga dibutuhkan, terlebih bagi wilayah perkantoran yang masuk Zona Merah. Beberapa tes yang bisa diikuti antara lain, rapid test atau juga serology test yang berfungsi screening, setidaknya setiap 10 hari sekali. Kalau karyawan dengan asimtomatik atau tidak punya gejala (OTG) di rapid test atau serologi test hasilnya negatif, setidaknya disarankan untuk tidak pergi ke kantor keesokan harinya. Kemudian disarankan untuk tetap di rumah mengisolasi mandiri, dan melakukan tes lanjutan atau swab test.  Dalam keadaan seperti ini, agar perusahaan bisa mendukung dengan tidak memberikan stigma negatif pada orang yang terinfeksi Covid-19. Setelah itu, hal-hal lain yang juga harus ditegaskan antara lain: Mengecek temperatur sebelum masuk kantor, menyediakan sarana cuci tangan dan hand sanitizer, melakukan penyemprotan disinfektan secara berkala di lingkungan kantor, serta menerapkan physical distancing di lift, atau di ruang rapat.
Dua hal yang perlu diperhatikan dalam memasuki New Normal, pertama, sebagai pernyataan kebudayaan, artinya adanya Covid-19  menghadirkan sebuah pertanyaan besar tentang seberapa kuat kebudayaan di Indonesia. Bagaimana nantinya di saat memasuki era New Normal apakah kebudayaan kita cukup elastis, apakah kebudayaan kita punya resilience cukup kuat sehingga bisa mengiringi atau mendampingi masyarakat masuk era New Normal. 
KeduaNew Normal dinilai sebagai preseden kebudayaan. Melalui Covid-19 ini sesungguhnya menjadi sebuah momentum historis karena banyak pihak diajarkan pada sesuatu yang baru. Milsanya mudik tidak harus disakralkan namun lebih pada situasional dan fungsional. Juga tradisi berkumpul yang sangat kuat. Milsanya perkuliahan daring/online melalui class roomskype, discord, google meet atau zoom meeting. Hal tersebut melahirkan interaksi sosial dan budaya baru atau AKB.
Tantangan sosial budaya dalam menghadapi Covid-19 antara lain: pertama, Covid-19 merupakan penyakit yang disebabkan Novel Corronavirus 2019. Meski bergejala mirip dengan flu biasa. Covid-19 sampai saat ini memiliki fatalitas lebih tinggi. Virus ini juga menyebar dengan sangat cepat karena bisa pindah dari orang ke orang bahkan sebelum orang tersebut menunjukkan gejala tidak bisa dilawan karena sampai saat ini vaksin belum ditemukan dan tingkat kematian jelas. Total kasus konfirmasi Covid-19 global per tanggal 13 Juni 2020 adalah 7.533.182 kasus dengan 423.349 kematian (CFR 5,6%) di 215 Negara Terjangkit. Kedua, jika ingin meningkatkan imunitas tubuh jalannya adalah melalui sosial budaya. Ketiga, ada kekuatan dalam masyarakat dan keluarga. Disinilah tantangan sosial budaya untuk mendampingi masyarakat memasuki tahap New Normal. Keempat, imunitas tubuh ada pada fondasi kebudayaan. Kelima, masyarakat agar hidup lebih rileks dan lebih tenang sehingga imunitas tubuh tetap baik. Keenam, New Normal membutuhkan mekanisme kultur agar masyarakat siap menghadapinya. Ketujuh, New Normal adalah peradaban baru. Semua sudah tidak pada normal yang lama dan secara alami peradaptasi dengan kenormalan yang baru.
Situasi saat ini bagaimana mengubah krisis dari the loosers menjadi the winners. Masyarakat jangan sampai berhenti menjadi the loosers, yang setiap harinya hanya mengeluh, menangis bahkan sampai keinginan bunuh diri dan sebagainya. Hal tersebut , butuh transformasi sosial budaya untuk menjadikan mereka the winners. Karena itu bagaimana mengaktualisasikan energi  dan potensi daerah menjadi fighting Covid sehingga transformasi dapat tercapai. Berkenanaan dengan musibah Covid-19, sesuai dengan Firman Allah Swt dalam Q.S. At-Tagabun (64:11), ‘’Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah, dan barang siapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.’’
Juga menurut Dr Hans Henri P. Kluge (Widodo: 2020), menjelaskan panduan dalam menerapkan AKB antara lain: Pertama, terbukti bahwa transmisi Covid-19 telah dikendalikan. Kedua, kesehatan masyarakat dan kapasitas sistem kesehatan mampu untuk mengidentifikasi, mengisolasi, menguji, melacak kontak dan mengkarantina. Ketiga, mengurangi risiko wabah dengan pengaturan ketat terhadap tempat yang memiliki kerentanan tinggi, terutama di rumah orang lanjut usia, fasilitas kesehatan mental dan pemukiman padat. Keempat, pencegahan di tempat kerja ditetapkan, seperti jarak fisik, fasilitas mencuci tangan, etiket penerapan pernapasan. Kelima, resikiko penyebaran imported case dapat dikendalikan. Keenam, masyarakat ikut berperan dan terlibat dalam transisi.
Beberapa solusi yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam menghadapi AKB antara lain: disiplin; hidup sehat dan lebih produktif menggunakan teknologi; membangun struktur pengetahuan dan kesadaran; mentaati protokol kesehatan dan;  ketaatan akan menciptakan keselamatan bagi individu dan masyarakat. *** Semoga ***.
      

DAFTAR PUSTAKA


Ardiantoro, Juli. 2020. Pemerintah Ajak pelaku Pasar Adaptasi Kenormalan Baru. Dalam BERITA SATU. Diakses Senin, 8 Juni 2020.

Widodo, Joko. 2020. Bersiap unutuk New Normal: Kehidupan kita sudah pasti berubah untuk mengatasi risiko wabah ini, itu Keniscayaan. Itulah yang oleh banyak orang disebut new normal atau  tatanan kehidupan baru. Dalam TEMPOCO. Diakses 13 Juni 2020.