INOVASI PERGURUAN TINGGI ENDANG KOMARA, Prof, Drs, Dr, M.Si Guru Besar Sosiologi Pendidikan LLDIKTI Wilayah IV Dpk Pada Magister PIPS STKIP Pasundan, dan Ketua Paguyuban Profesor LLDIKTI Wilayah IV
Saat ini jumlah perguruan tinggi di Indonesia mencapai 4.504 unit. Angka ini didominasi oleh perguruan tinggi swasta (PTS) yang mencapai 3.136 unit. Sedangkan perguruan tinggi negeri (PTN) menjadi unit paling sedikit, yakni 122 unit. Sisanya adalah perguruan tinggi agama dan perguruan tinggi di bawah kementeran atau lembaga negara dengan sistem kedinasan.
Namun demikian, jumlah tersebut, masih tak sebanding dengan angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi di tanah air. APK Indonesia berada di kisaran 31,5% dari total penduduk Indonesia sekitar 267 juta. Kondisi ini membuat banyak PTS yang mempunyai mahasiswa kurang dari 500 orang dan membuat kondisi PTS tidak sehat. Di sisi lain, tingginya minat calon mahasiswa pada PTN yang notabene menghadirkan kuliah dengan biaya lebih terjangkau, terlebih dengan disediakannya Kartu Indonesia Pintar (KIP) bagi para mahasiswa yang membutuhkan dan belum mampu tertampung seluruhnya karena minimnya perguruan tinggi negeri.
Salah satu bagian yang harus dikembangkan di setiap perguruan tinggi adalah inovasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Joseph Schumpeter (1954) menyatakan bahwa sebuah invensi dapat dikatakan sebagai sebuah inovasi manakala invensi tersebut berhasil diimplementasikan ke tataran sosial dan memiliki nilai keekonomian. Artinya, penciptaan produk atau teknologi baru harus dilanjutkan dengan proses komersialisasi, agar dapat menciptakan dampak ekonomi. Hal tersebut sejalan dengan Kebijakan Kemendikbud RI melalui Ditjen Belmawa yakni peningkatan kapasitas Entrepreneurship mindset mahasiswa, berpengetahuan Entreprenerial mindset Employability Skills, berlatih di kampus, merintis mitra dan wirausaha sukses akhirnya akan berkontribusi pada pembangunan daya saing bangsa.
Secara luas, inovasi dianggap sebagai faktor kunci balik pertubuhan ekonomi dan daya saing sebuah perusahaan, wilayah atau daerah maupun sebuah negara. Dewasa ini, penelitian terhadap sistem inovasi cenderung berorientasi pada level makro (sistem inovasi nasional), level meso (sistem inovasi regional), dan sistem inovasi level sektoral. Adapun sebagian penelitian terkait dengan sistem inovasi yang lain juga berfokus pada sistem yang terkait dengan sistem inovasi organisasi dan pengembangan sebuah teknologi (inovasi teknologi).
Sebuah inovasi nasional dibentuk oleh interaksi antarberbagai macam agen di dalam sebuah negara yang diikat oleh Lembaga-lembaga negara tertentu serta kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi kapabilitas nasional untuk membangkitkan, menghasilkan, dan mengombinasikan inovasi. Pada level yang lebih rendah, sistem inovasi regional dapat didefinisikan sebagai sebuah keterkaitan aktor-aktor dan Lembaga-lembaga inovasi pada sebuah wilayah tertentu yang memungkinkan pembentukan, pembauran, dan penentuan kecocokan inovasi di wilayah tersebut. Di samping itu, system inovasi sektoral dapat dikonsepkan sebagai jaringan berbagai agen yang saling berinteraksi pada ebuah wilayah ekonomi atau industri di bawah sebuah lembaga tertentu yang terlibat dalam pembentukan, difusi dan pemanfaatan inovasi. Menurut Dublin (2015), inovasi yang dapat dikembangkan oleh perguruan tinggi antara lain: Pertama, inovasi model keuntungan (Profit Model Innovation) yakni berusaha untuk menemukan cara baru dalam mengkonversikan penawaran dan sumber value lainnya dalam bentuk uang tunai (cash). Kedua, inovasi jaringan (Network Innovation) yakni bagaimana memanfaatkan jaringan bisnisnya (network) untuk memaksimalkan kinerjanya. Ketiga, inovasi structural (Structure Innovation), yakni berfokus pada pengorganisasian aset perguruan tinggi, baik dalam bentuk perangkat keras, manusia, maupu aset tidak berwujud dengan cara untuk menciptakan nilai yang unggul. Keempat, Inovasi Proses (Process Innovation), yakni melibatkan kegiatan dan operasi yang berkaitan erat dalam membentuk penawaran value utama yang dilakukan oleh perguruan tinggi. Dalam melakukan inovasi proses, maka perguruan tinggi memerlukan komitmen untuk melakukan perubahan dengan berbagai keunikan dan karakteristiknya. Kelima, inovasi kinerja (Performance Innovation) yakni membahas hal-hal terkait dengan value, fitur dan kualitas. Milsal pemeringkatan perguruan tinggi (Kulaitas SDM 25%, Kelembagaan 28%, Kemahasiswaan 12%, Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat 30%, dan Inovasi 5%).
Keenam, Inovasi Sistem (System Innovation), yakni berfokus pada bagaimana layanan personal terhubung atau digabungkan Bersama untuk menciptakan sistem yang robust/kuat dan terukur. Inovasi ini dikembangkan melalui inter-operabilitas, miodularitas, integrase dan cara lain untuk menciptakan hubungan yang bernilai kuat. Ketujuh, Inovasi Layanan (Service Innovation), yakni diterapkan sebagai cara untuk memastikan dan meningkatkan kualitas, kinerja, dan pelayanan yang prima, baik kepada para mahasiswa, dosen maupun para alumninya.
Mudah-mudahan dengan berbagai inovasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi bisa menciptakan karakter unggul, budaya akademik kolaboratif dan kompetitif dengan cara mengembangkan merdeka dalam belajar, pengembangan kepemimpinan, pendampingan dosen (Dosen Penggerak), General Education tentang wawasan kebangsaan dan bela negara (UUD NKI tahun 1945, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI), Entrepreneurial Mindset (semangat juang dan pantang menyerah) serta pembelajar sepanjang hayat untuk tetap survive di setiap perkembangan zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Dublin. 2015. One City, One Book. Dublin City Libraries.
Junaidi, Aris. 2020. Perguruan Tinggi Unggul dan STOK Kemendikbud. Yogyakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Schumpeter, Joseph A. 1954. Capitalism, Socialism & Democracy. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
√